Chapter 3

11.1K 880 46
                                    

Dia tersenyum puas memegang pinggangku posesif. Aku masih membeku di tempat tapi dengan bodohnya tetap bertahan pada posisi itu. Layaknya sebuah film dimana tuan puteri akhirnya menemukan sang pangeran, begitu juga gambaran perasaanku sekarang ini. Aku menelan dengan susah payah tanpa mengalihkan pandangan darinya.

Dia menaikkan kedua alisnya seolah tertarik dengan respon pasrahku dan detik itu juga aku tersadar. Dia tamu dan aku pelayan. Ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk berpikir aneh serta bersikap tak sopan.

Menggelengkan kepala, aku langsung melepaskan diri lalu merapikan pakaian dan rambut sebelum menatap canggung padanya.

"Um...Maaf... Itu..." Mataku malah bergerak tak fokus ketika mencari alasan yang tepat. "Aku tidak bermaksud, maksudku um... "

Dia berdecak dan mendekatiku lagi. Tubuhku kembali bereaksi sama. Dia merapikan anak rambut nakal yang jatuh di keningku kemudian  menyetarakan pandangan kami.

"Namaku Arlanzio." Dia melangkah mundur dengan angkuhnya. "Senang bertemu denganmu, Arine."

Mulutku terbuka lalu tertutup lalu terbuka lagi. Darimana dia tahu namaku? Kenapa dia bisa ada di sini?
Keningku mengerut menatap curiga.

Apa dia semacam stalker atau mata-mata?

Kurasa tidak. Aku tak punya rahasia, hutang apalagi harta di tanganku. Lalu apa motifnya? Dan sentuhan tadi terasa sama persis seperti yang kurasakan dalam mimpi. Sentuhan yang sama dengan gestur yang sama pula.

"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan," ujarnya membuatku menatapnya lagi. "Tapi semua dugaanmu salah besar."

Walau tampan ia terlihat angkuh dan tampan, aku tidak seharusnya bertingkah bodoh seperti ini. Lagipula bagaimana mungkin dia tahu apa yang sedang kupikirkan?

"Baiklah." Lanjutku berusaha profesional. "Boleh saya tulis pesanan anda, Tuan?"

Dia berdecak kecil. "My little kitten," ujarnya pelan lebih seperti bisikan untuk diri sendiri. Aku melotot masih bisa mendengar cerutukannya. "Hidangkan makanan dan minuman terbaik kalian." Perintahnya dengan nada datar.

Kali ini seolah bergantian, aku berdecak. Sombong sekali.
Okay. Jika itu yang dia inginkan maka aku akan menyajikan bermacam-macam makanan mahal sampai dia tak sanggup membayarnya.

"Itu saja?" kataku cetus.

Dia tidak menjawab dan berbalik dengan santainya menuju meja makan seolah tak terjadi apa-apa. Ya. Aku tahu tipe pria seperti ini. Dia benar-benar bajingan yang mempermainkan perasaan wanita, membuat wanita kagum, tersanjung lalu pergi tanpa peduli. Beruntung aku tidak menyukai pria sepertinya. Dia benar-benar sangat jauh berbeda dari Darren.

Tanpa berkata apapun lagi aku keluar dari ruang privat itu, membuat orderan untuk beberapa jenis makanan dan minuman termahal kemudian duduk sambil merutuki aksi pria gila itu.

Dia pikir siapa dirinya? Pria sepertinya harus segera dibasmi dan dicampakkan keluar dunia ini. Dasar gila! Sialan!
Aku tidak seharusnya terpesona walau untuk beberapa detik. Pria itu sengaja menjebakku agar bisa mempermalukanku. Lagipula bagaimana bisa aku menyukai pria hanya dalam waktu beberapa jam saja? Sedangkan Darren? Kau menyukai Darren setelah setahun mengawasinya. Sebenarnya apa yang menarik dari pria ini?

"Pesanan sudah selesai, Arine," ujar Jeny.

"Ya, baik." Balasku dengan cepat menjemput makanan di atas nampan.

Sekarang saatnya bertemu lagi dengannya. Lupakan yang telah berlalu, kembali pada jiwa profesionalmu. Ya. Benar, aku tidak boleh seperti ini. Setelah mengangguk yakin di depan ruang privatnya, aku membuka pintu.

Your Own Prisoner (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang