Chapter 13

6.4K 584 28
                                    

Wajahku semakin dekat saat mata Arlan menunjukkan reaksi sadar atas apa yang akan kulakukan. Aku tidak menepis fakta bahwa ini akan berujung buruk tapi pikiran dan hatiku terus mendorong untuk melakukannya saja.
Kiss him.

Tanpa berpikir panjang, mataku menutup dan bersiap untuk mengklaim bibir menggodanya.
I want it.
I want to taste it.
How soft, how warm, how good it is tapi suara tenang dan pelan Arlan menghentikan niatku.

"Arine," panggilnya seolah mengingatkan dan menyadarkanku.
He doesn't want me to kiss him.

Mataku secara otomatis terbuka dan langsung bertatapan dengan dia yang menampilkan senyum kecil berbalut rasa takjub, geli dan bahagia.
Pipiku memerah. Damn me! Dia menertawakanku. Jantungku berdetak lambat merasakan malu yang sudah berulang kali kurasakan selama bersamanya. Dia menolakku. Itu sangat jelas. Shit!
Apa yang kau pikirkan Arine? Dia menolakmu. Kau tidak pantas, yang artinya dia juga tidak pantas untukmu.

Secara spontan aku bergerak mundur seperti kucing ketakutan. Wajahku sudah semerah tomat dan tanganku bergetar penuh rasa malu. Aku berubah salah tingkah. Apa yang baru saja kulakukan?! Apa yang kulakukan! Apa yang kulakukan!

Aku hampir memukul kepalaku sendiri mengingat betapa bodohnya aku. Dasar tidak tahu malu. Aku bahkan tidak tahu harus mengatakan apa sekarang. Kepalaku sedikit menunduk karena sengaja ingin menghindari tatapannya dan menutupi rasa maluku. Dia pasti menertawakanku yang bodoh ini.

Aku selalu terperangkap. Setiap kali bersamanya aku pasti terperangkap dan melakukan hal-hal memalukan.

"Arine," alunan suaranya sangat lembut setiap kali menyebutkan namaku. Kali ini dia menggunakannya mungkin untuk meledekku.

Tiba-tiba tangannya menyentuh daguku, lalu mengangkatnya agar bisa menatap jelas ke arahku. Tidak ada lagi senyum di sana. Dia berubah serius. Matanya menyorot penuh fokus.

"I know you want to do it," ujarnya pelan hampir seperti bisikan. Suara  yang sangat manly untuk ukuran seorang pria. Sangat sesuai dengan Arlan yang merupakan tipikal pria berani dan kelihatan kuat.

"Um... Ak...Uh..." Sepatah katapun tak bisa keluar dengan benar dari mulutku.

Dia mengangguk satu kali seolah mengerti kebingungan yang kurasakan. "Kau tidak tahu apa yang kau lakukan "

"Er... Um... " Mataku bergerak liar mencoba berpikir lebih keras untuk menjawab. "Kau tidak pernah mau untuk... "

Arlan tersenyum kecil, mengelus kepalaku dengan kedua tangannya sambil berkata, "Percayalah. Aku juga menginginkannya."

Keningku mengerut dengan wajah yang kini dalam tangkupan tangannya. "Kau selalu menolak..."

"Karena sekarang bukanlah saatnya sweetheart."

"Aku tidak mengerti."

Wajahnya kembali serius. Matanya menelusuri wajahku begitu intens. "Aku tahu kau akan menyesalinya, Arine. Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang akan berakhir dengan penyesalanmu."

Aku mengedikkan bahu tak yakin. Aku juga belum mempertimbangkan hal itu sebelumnya. "Aku... Uh... Kau selalu menghindar. Mungkin aku bukan wanita yang sesuai dengan tipe wanita..."

Arlan langsung mengelus pipi kiri dan kananku dengan ibu jarinya. Gerakan itu justru membuat kalimatku kembali terpotong. "I want to do it more than anything tapi kau harus tahu konsekuensinya, Arine. There's no pause or stop in my rule."

"Aku tidak mengerti," jawabku masih bingung.

Arlan tidak memperdalam pembahasan itu. Dia mengelus rambutku lalu mengalihkan topik seperti biasa. "Kau harus makan. Aku akan menyiapkan sesuatu"

Your Own Prisoner (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang