Aku berjalan menghentakkan kaki di sepanjang koridor dengan ekspresi super kesal. Dia mengaturku. Memerintahkan apa yang harus kulakukan bahkan menyakiti orang lain untuk membuktikan perkataannya bukanlah lelucon semata. Bagaimana ini? Seharusnya aku merekam percakapan tadi dan menjebloskannya ke dalam penjara.
Dia menyeramkan. Dia pasti memelihara iblis di dalam dirinya. Kenyataan aku belum bisa berbuat apa-apa untuk menghukumnya dan menegakkan keadilan membuatku semakin hilang arah. Sekarang aku bahkan tidak tahu bagaimana cara untuk bisa menjenguk Darren tanpa membahayakan nyawanya. Aku masih ingat bagaimana dia mengancamku tadi.
Arlanzio menaikkan kedua alisnya saat aku terus memberontak turun dari pangkuannya. Memalukan sekali mengingat semua orang memperhatikan interaksi kami kini. Namun pada akhirnya dia melepaskanku. Mataku menyorot penuh kemarahan dengan napas memburu akibat luapan amarah yang membumbung tinggi serta kelelahan setelah pemberontakanku padanya.
"Jangan pernah mendekatiku dan orang-orang di sekitarku." Tekanku dengan suara semarah mungkin. "Aku tidak punya hubungan denganmu. Stay. Away. From me!"
Aku berbalik sebelum dia menarik tanganku dan menghentikan gerakanku lagi. Aku tidak mengerti kenapa dia bisa menahan dan melakukan apapun hanya dengan duduk di tempat. Satu hal lagi yang kuketahui tentangnya. He is strong. So damn strong. Kekuatannya lebih dari apa yang kubayangkan.
Dia mendongak sedikit. Ekspresinya serius dan dingin. Sekali lagi aku bergidik ngeri di tengah kemarahanku. Kali ini bisa kukatakan dia benar-benar monster yang kejam dan jahat.
Mataku menyipit saat dia berkata dengan nada rendah. "Jangan menjenguknya. Kau tahu apa konsekuensinya."Aku menghentakkan tangan, menggeleng heran kemudian berlari keluar penuh kekesalan.
Sialan! sialan! sialan!
Sekarang bagaimana? Adakah yang dapat membantuku lepas dari jeratannya?Darren, maafkan aku. Maafkan aku. Karena aku kau terluka. Aku tidak bermaksud, aku juga tidak tahu.
Aku menyukai Darren. Aku bermimpi siang dan malam untuk menjadi kekasihnya tapi kini yang terpenting bukan lagi perasaanku. Yang terpenting adalah keselamatannya. Aku tidak akan berani melangkah mendekat jika dia hanya akan semakin tersiksa dengan keberadaanku. Mungkin inilah takdir. Aku harus belajar merelakan Darren bahkan sebelum sempat memilikinya.
Aku masuk ke ruang kelas dan mendapati empat mata menatapku penasaran. "Kau dari mana saja, Rin?" tanya Kalya heran.
Xavera mengangguk setuju. "Kau melewatkan informasi tentang Darren."
Aku duduk di tempat semula dengan pipi menggembung. "Ada urusan mendadak. Jadi bagaimana?" tanyaku berusaha tidak terlihat sangat tertarik dengan keadaan Darren walau hatiku melonjak untuk mengekspresikan rasa penasaran dan kekhawatiran. "Apa Darren baik- baik saja?"
Kening Xavera mengerut. "Um... Dia sudah siuman sekitar 20 menit yang lalu."
"Oh." Komentarku berusaha untuk tidak menunjukkan rasa senang. Xavera menatap bingung pada Kalya dan memberikan semacam isyarat tentang tingkah anehku.
"Are you okay, Rin?" tanya Kalya. "Kau kelihatan berbeda. Ada apa? Kau tidak senang Darren siuman? Bukankah sebelumnya kau sangat khawatir?"
Aku menggeleng sambil mengambil buku dari dalam tas untuk menghindari sengatan introgasi kedua sahabatku. "Aku tahu dia akan baik-baik saja. Syukurlah keadaannya sudah membaik."
Xavera berdeham tak nyaman.
"Um... Rin, sore nanti kita menjenguk Darren, bukan?"Aku mendengus panjang. "Aku tidak bisa. Kemarin aku sudah minta izin untuk pertandingan Darren. Sekarang aku tidak bisa bolos lagi. Mereka akan memecatku jika terus meminta izin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Own Prisoner (REPOST)
Roman d'amourNOTE : HADIR DI PLAYSTORE Bagaimana jika kamu bermimpi buruk dan seketika mimpi itu hadir di dunia nyata? Arine, seorang gadis yang tidak pernah menyangka bahwa mimpi menyeramkannya akan berubah menjadi kenyataan harus mengalami kejadian mengerikan...