Chapter 7

8.4K 674 17
                                    

Arlanzio kembali fokus menyetir ketika aku masih tidak menjawab.
Aku tidak mengenalnya tapi memiliki rasa yang aneh terhadapnya, entah itu benci atau ketertarikan, aku tidak ingin mengakuinya. Aku tidak akan mendalami perasaan ini.

"Aku tidak mengenalimu," ujarku menatap lurus ke depan. Dia berdecak.

Mengembalikan pandangan padanya, aku menatap curiga. "Kita pernah bertemu sebelumnya? Kau pernah menjadi sahabat kecilku atau jangan-jangan aku sedang amnesia dan kau adalah kekasih atau suamiku?"

Aku menertawakan dugaanku sendiri. Semakin lama aku semakin terdengar seperti Kalya. Tentu saja aku bercanda. Aku tidak mengenalnya dan tak pernah punya sahabat lelaki sejak kecil. Selain itu aku juga tidak pernah kecelakaan atau berada di rumah sakit. Mustahil untukku menderita amnesia. Arlanzio menghentikan mobilnya secara mendadak hingga aku terhuyung ke depan. Sialan!

Apa dia sedang dalam misi membunuhku perlahan-lahan?

Aku menggeram. "Kau bisa menyetir, tidak?"

Dia mengedikkan bahu sambil melepaskan seatbeltnya. Tck... seorang laki-laki sepertinya benar-benar menyusahkan. Mustahil untuk mendapat jawaban dari sikap dingin dan gestur-gestur tak bermaknanya.

"Keluar." Perintahnya sebelum keluar dari mobil.

Sekali lagi mulutku terbuka tak percaya. Jika aku bisa membunuhnya maka akan kulakukan sekarang. Dia pikir aku ini budaknya? Mendengus kesal, aku keluar dari mobilnya. Dia berdiri tak jauh dariku. ternyata dia membawaku ke bukit yang bisa memandang langsung ke pemukiman. Kami sudah tiba di tempat tujuan. Bagaimana bisa aku tidak menyadari ini? Aku mendekatinya sambil merasakan udara sejuk yang menyegarkan.

"Kenapa kau membawaku kesini?" tanyaku pada Arlanzio yang masih menatap lurus ke depan.

Aku berdiri di sampingnya, memandang atap-atap rumah warga dan merasakan kenyamanan. "Kau ingin bicara. Kupikir kita butuh waktu berdua."

Aku menoleh dan menyadari betapa tampannya Arlanzio. Dia benar-benar tampan, karismatik dan berwibawa. Dia pasti sangat bahagia mengetahui begitu banyak wanita yang menginginkannya.

"Hmm..." Aku menduduki batang kayu kering yang ukurannya cukup besar.

Tiba-tiba aku lupa tentang apa yang harus kukatakan padanya. Setiap kali bertemu di kampus atau dimanapun, aku merasakan kemarahan dan kebencian. Dia kejam dan jahat. Dia berani menyakiti orang lain tanpa rasa bersalah sedikitpun. Dia mengancamku. Mengatur apa yang harus dan tidak harus kulakukan. 

Aku membencinya. Namun di saat seperti ini, saat tenang dimana hanya ada kami berdua, aku merasa aman bahkan lupa pada masalah-masalahku sebelumnya. Aku sendiri terkejut dengan perasaan ini. Aku membenci tapi tidak membencinya. Aku membencinya tapi tidak sanggup sepenuhnya membenci. Seolah perasaanku tidak bisa membencinya. Ada apa denganku? Tak lama kemudian Arlanzio ikut duduk di sampingku. Kesempatan ada di depan mata. Aku harus bertanya.

"Darimana kau mengenalku?" Suaraku kecil tapi terdengar kuat karena suasana hening dan tenang. Angin berhembus pelan, gemerisik pepohonan terdengar damai dan menenangkan jiwa. Arlanzio masih diam. "Dan jangan mengalihkan pembicaraan. Kau selalu mengabaikan pertanyaanku."

"Aku mencari data tentangmu."

What?

"Apa? Kau... Kau mencari... God! " Kusisir rambutku kasar. "Apa kau semacam stalker?"

Dia tertawa kecil. "Aku melihatmu, mendapat feeling bahwa kau adalah milikku, mencari informasi di kampus lalu menemukanmu lagi dan kurasa inilah saatnya menjadikanmu milikku."

Your Own Prisoner (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang