Masa-masa terindah yang kulalui bersamamu terasa semakin indah kala kita dapat saling menuangkan kasih sayang tanpa harus terus dibayangi ketakutan untuk kehilangan satu sama lain lagi. Kita tahu, kita sama-sama takut untuk kehilangan. Jadi apa salahnya untuk saling menjaga dan mengingatkan satu sama lain?
Aku tak ingin memikirkan apa-apa lagi, aku hanya ingin hidup seperti ini . Bahagia bersamamu. Dengan cara yang sederhana. Tanpa harus mengumbar nafsu seperti masa lalu kita dulu, karena yang terpenting adalah kasih sayang. Kau dan aku. Bersama. Bahagia. Sesederhana itu.
💕💕💕
Hasil tes VCT Oza menunjukkan hasil negatif. Meskipun begitu, mereka masih belum dapat bersenang hati, setidaknya untik sekitar tiga sampai empat bulan ke depan.
Masa yang disebut dengan masa jendela ini adalah periode dinana orang bersangkutan sudah tertular HIV tapi antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV. Dan yang cukup mengkhawatirkan, dalam tahap ini seseorang sudah dapat menularkan HIV.
Oza menyebutnya sebagai periode abu-abu, berseloroh kalau perasaannya mungkin akan sama labilnya seperti saat ia masih duduk di bangku SMA dulu. Tapi cowok berpipi gembil itu tak khawatir. Masa tiga bulan ke depan akan dilaluinya dengan penuh kesabaran dan kebahagiaan.
Oza memilih untuk bahagia, melupakan segala kecemasannya bersama Alvian. Saling menguatkan satu sama lain tanpa mengingat kalau mereka sama-sama menyimpan ‘bom waktu’ yang mengintai diam-diam dalam tubuh masing-masing.
“Mas. Aku mau melakukan apa saja buat Mas.”
Di suatu malam yang dingin, ketika Oza tiba-tiba terbangun di tengah malam karena haus. Samar-samar telinganya menangkap suara desahan yang berasal dari kamar mandi tak jauh dari dapur. Gerakannya mengambil air terhenti, beralih penasaran melingkupi. Kebetulan pintu kamar mandi itu terbuka sedikit menyisakan sebuah celah bagi Oza untuk memuaskan rasa penasarannya. Dan mata bulat itu melotot kala mendapati pemandangan sang kekasih tanpa sehelai benang pun di tubuh atletis nan basah itu.
Ini bukan tentang lekuk tubuh yang menggoda. Oza fokus pada kegiatan senam jari yang tengah dilakukan Alvian bersama ‘miliknya’ yang dulu pernah membobol pertahanan Oza.
Seketika saja rasa haus yang sedari tadi menggerogoti kerongkongannya tiba-tiba saja lenyap tak bersisa. Tergantikan oleh keharuan, rasa sakit serta sedikit hujatan atas nasib dan takdir yang seolah-olah tak lelahnya meledek mereka. Seakan-akan takdir menjadi homo tidak cukup berat saja. Ditambah dengan bayang-bayang HIV laknat yang mengintai, kenapa orang sebaik Alvian yang harus terkena virus laknat itu? Kenapa bukan jalang-jalang jahat di luar sana?!
Otak Oza kembali sibuka memutar memori-memori tentang Alvian. Serigala penyendiri yang mengekspresikan cinta dengan caranya sendiri, dalam diam dan lebih banyak bertindak. Selalu memenuhi apapun keinginan Oza, melindunginya dari rasa sakit karena hampir gagal move on dulu. Orang yang paling panik dan paling tidak suka melihatnya sakit dan menderita.
Rasanya seumur hidupnya, Oza belum pernah mendapatkan cinta sebesar yang diberikan Alvian untuknya selama ini. Hampir dua tahun lamanya mereka saling mengenal dan baru setahun belakangan ini mereka menjalani status sebagai sepasang kekasih. Perkenalan singkat yang seakan-akan sudah berlangsung selamanya. Mereka bagaikan dua potong puzzle yang bertemu untuk saling melengkapi satu sama lain. Alvian kini adalah segalanya bagi Oza.
Malam itu, setelah Alvian menuntaskan ‘hajatnya’, Oza diam-diam membuntuti kekasihnya yang kembali ke kamarnya sendiri sehabis mandi. Alvian sama sekali tidak tahu kalau dirinya sedang dibuntuti, dalam benaknya Oza masih tertidur lelap di kamarnya yang pintunya tertutup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional
Ficción GeneralBased on true story. Special thanks to Bangata for his inspirative story. Also big thanks to @KucingMonster97 for the cover. Cerita ini mengandung unsur BxB alias homo. Silakan balik kanan bila kamu adalah homophobic. "Jauhi penyakitnya, bukan oran...