Kita bisa bermula dari saling tidak kenal hingga tanpa diduga berujung menjadi teman. Atau sahabat. Atau musuh, hingga kembali pada kondisi semula dimana kita tak saling mengenal lagi. Di luar semua itu, sebuah keisengan dapat berubah menjadi ketertarikan.
Seperti yang dialami oleh Oza terhadap Alvian. Alvian yang awalnya cuma target isengnya untuk lepas dari kegalauan berkepanjangan. Alvian yang dingin, bisa saja memilih untuk tak mengacuhkan kehadiran Oza tak peduli berapa kali pun cowok tembem itu berusaha mendekatinya. Namun kenyataannya, Alvian justru malah tertarik pada sosok tembem tersebut. Dan jangan berpikir kalau Oza hanyalah sesosok mahasiswa tembem nan iseng. Ketika Alvian justru berbalik menjadi penolongnya, cerita mereka baru saja dimulai. Ketertarikan Oza. Dan sesuatu mengenai hubungan mereka. Sebuah kepastian.
Cowok tembem itu melepaskan kacamatanya dan meregangkan tubuhnya yang terasa kaku pasca duduk terlalu lama di depan meja belajarnya, bermesraan dengan tugas yang menyita semua pikiran, cinta dan perhatiannya selama tiga jam ke belakang. Menatap sekelilingnya dengan tatapan antara lelah bercampur sorot tak percaya. Sebuah ranjang ukuran single, kamar luas dilengkapi AC, seperangkat lemari baju dan lemari buku serta meja belajar beserta kursinya. Semuanya pemberian sang malaikat tak bersayap, tanpa syarat apapun.
“Aku cuma mau nolong kamu aja. Fokus sama kuliah kamu, jangan mikir macem-macem.”
Tepat setelah kepergian Icuk dari Blue Cafe dan acara tangis bombay Oza yang sedikit konyol itu, Alvian membawa Oza makan ke salah satu restoran Sunda. Memesankan berbagai macam makanan, memaksa Oza menghabiskan semuanya sekaligus memaksa Oza menjelaskan situasinya.
Intinya, beasiswa Oza dicabut lantaran selama satu semester ke belakang nilai-nilanya anjlok daripada semester sebelumnya. Sedikit banyak hal itu dipengaruhi oleh masalah asmaranya dengan Icuk yang mengganggu konsentrasi belajarnya. Sejujurnya, Oza tak bisa memenuhi kebutuhannya seorang diri tanpa sokongan beasiswa yang selama ini menunjangnya. Sementara itu, mau kerja serabutan pun juga tidak sebegitu cukup untuk memenuhi biaya hidupnya alih-alih untuk disambi kuliah. Intinya Oza terancam cuti demi mengumpulkan biaya pendidikannya, setidaknya untuk satu semester.
Fernandi percaya kalau hanya Alvianlah yang sanggup menghadapi Oza dan membuat cowok temben itu mengakhiri kebungkamannya. Dan memang hal itulah yang terjadi. Setelah menandaskan makanannya, Oza akhirnya pasrah pada tatapan mengintimidasi milik Alvian dan akhirnya menceritakan masalahnya.
Semuanya, termasuk peristiwa pengusiran secara halus dari orangtuanya dulu, ketika ia masih duduk di kelas 3 SMA. Dada Alvian seketika sesak. Ia tak pernah tahu kalau hidup cowok tembem itu ternyata seberat itu. Rasanya Alvian ingin membuat perhitungan dengan orang-orang yang telah mempersulit hidup cowok tembem di hadapannya. Tak peduli bila itu adalah orangtua Oza sekalipun.
Diluar genggaman kepalan tangannya yang semakin mengencang, cowok dingin itu tak melakukan apa-apa. Hanya kepalanya saja yang sibuk merancang rencana untuk Oza.
“Mas kok baik banget sih sama aku?”
Kalau-kalau kamu lupa, Za. Mas-mas yang sama ini jugalah yang telah menghancurkan ponselmu hingga tak bisa digunakan lagi.
Sayangnya pikiran cowok tembem itu sedang dibutakan oleh perutnya yang kekenyangan sehabis ditraktir oleh Alvian.
“Kok kamu suka banget nanyain itu, sih?”
“Penasaran aja, gitu. Orangtuaku saja tidak akan membelaku...” Oza tiba-tiba teringat nasib ponselnya. Akhirnya akal sehatnya kembali. Cowok tembem itu menunduk dalam dan menarik napas berat. Gestur tersebut tak luput dari pengamatan tajam seorang Alvian Prassana. Dahinya mengernyit.
“Yah, walaupun ujung-ujungnya ponselku jadi korban, sih. Tapi tetep aja, Mas udah berperan banyak dalam membantuku. Masalah terbesarku sekarang udah terpecahkan. Walau tetep ada masalah baru yang timbul setelahnya, aku sekarang udah lumayan lega,” ujarnya diakhiri senyuman. Mata Oza menatap tepat ke manik kelam milik Alvian, penuh binar dan semangat baru. Berbanding terbalik dengan sorot matanya beberapa jam lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional
General FictionBased on true story. Special thanks to Bangata for his inspirative story. Also big thanks to @KucingMonster97 for the cover. Cerita ini mengandung unsur BxB alias homo. Silakan balik kanan bila kamu adalah homophobic. "Jauhi penyakitnya, bukan oran...