14 - Bara Aila : Kuharap itu hanya telepon iseng

72 7 3
                                    

Song by Shane Filan ~ Need you now

Hidup ini pertarungan. Dunia tempat berpijak adalah arenanya. Tinggal pilih antara diserang atau menyerang. Jadi gunakan pedang dan tameng dengan bijak.

b a r a ~

Hari ini menjadi hari yang sangat berkesan untukku. Bagaimana tidak. Aku mendapat kabar yang sungguh mengejutkan. Aku diberi sebuah kejutan pada hari libur yang damai ini. Kejutan yang tidak menyenangkan. Secepat mungkin aku menuju sebuah café di tengah kota. Setibanya di café itu, pandanganku mengedar mencari sosok Putra. Dan disanalah dia. Bersama seseorang. Seseorang yang ingin kulupakan. Vino!

Flashback on

"Ra. Kamu udah selesai?" tanya Joy dari ruang tamu. Kami berbenah, bersiap-siap untuk hang out melepas penat.
"Iya. Dikit lagi." jawabku dari dalam kamar.
Tak lama kemudian aku muncul dari balik pintu kamar. Joy dan Maisha sudah menunggu di teras rumah.

Drrtt drrtt! Drrtt drrtt!

Layar handphoneku menunjukkan nama Putri editor. Yaitu Putra rekan kerjaku. Sengaja kusimpan namanya dengan nama Putri karena senang menggosip kayak Ibu-ibu komplek.

"Halo."
"Kamu dimana, Ra?"
"Di rumah. Tapi mau keluar sama temen-temen."
"Ada masalah sama penerbitan novel kamu."
"Masalah apa?"

Kalimat itu membuatku tertegun. Perasaanku tidak enak. 'Apa sebenarnya yang terjadi?' Segera setelah menerima informasi itu aku meluncur menuju tempat Putra. Kubiarkan Joy dan Maisha pergi berdua saja. Tak kuceritakan apa yang terjadi, takut mereka juga cemas. Perasaanku mulai kacau. Aku berlari sekencang mungkin menuju café yang letaknya di dekat kantor.'Masalah apa lagi ini?' batinku. Aura kekhawatiran tak bisa kusembunyikan.

Flashback off

"Duduk dulu, Ra." kata Putra.
"Halo, Ra." sapa Vino. Bibirnya tersenyum. Sebuah senyum ejekan.
"Ada apa, Put?" tanyaku langsung to the point. Tak kuhiraukan ucapan halo dari Vino.
"Lu mau pesan apa?"
"Gak usah repot-repot." katanya menyela omongan Putra. Sesegera mungkin aku ingin mengetahui masalah yang dimaksudnya.
Nafasku tersegal-segal, membuat ucapanku tertahan.
"Gue pesan minuman dulu deh buat lu. Lu lari-lari ya kesini?" tanya Putra.
"Iya!" jawabku cepat.

Kududukkan diri diseberang kursi Putra. Vino masih menatapku dengan senyum smirknya. "Lu ngapain senyum-senyum gitu?" tanyaku sengak sembari mengipas wajah dengan tangan. Kalau diingat gimana perjuanganku untuk sampai disini, lucu juga. Konyol lebih tepatnya. Saking paniknya aku sampai lari terbirit-birit kayak orang kebakaran jenggot. Alhasil, penampilanku jadi busuk plus bau keringat.
'Malu-maluin lu, Ra! Harusnya lu bertingkah sekeren mungkin didepan dia.' rutukku dalam hati.

"Nih, Ra." kata Putra meletakkan segelas air perasan jeruk ditambah es batu.
"Ok. Thank you ya." kataku sembari meneguk minuman itu. Rasa dahagaku sudah terpuaskan. Kusandarkan tubuh ke bangku dan menarik nafas panjang. Berusaha mengumpulkan jiwa yang melayang.

"Jadi, apa masalahnya?" tanyaku setelah tenaga dan rohku sudah berkumpul.

"Mm..." Putra tampak ragu. Diliriknya Vino yang sejak tadi sibuk memainkan handphonenya.
'Ngapain juga lembu sombong ini diajak. Gue kan jadi gak nyaman.'
"Apa? Lu gak usah liat-liat dia, deh. Lu aja yang cerita." sindirku.

Mendengar ucapanku spontan Vino melirik tajam kearahku.
'Kenapa? Tersindir ya? Gak seneng sama kata-kata gue?' batinku sambil membalas lirikannya tak kalah tajam.

"Jadi gini, Ra."
Putra memperbaiki posisi duduknya. Sekarang dia duduk tegak. Wajahnya tampak resah.
Aku masih setia menunggu kelanjutan kalimatnya. Jantungku berdebar tak karuan.
"Novel kamu gak bisa diterbitkan." ucapnya pelan.

BertigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang