20 - Lilac Maisha : All about Flo, right?

40 4 0
                                    

"Jadi lu mau ngomong apa?" tanyaku menepis keheningan.
Sepulang dari kantor seperti biasa Arlo memintaku untuk menemaninya. Dan seperti biasa aku hanya bisa berkata iya. "Lu mau ditemenin kemana emang? Kok kita malah duduk-duduk disini sih."
Arlo masih saja bungkam. Kupikir dia akan membawaku untuk bertemu lagi dengan Flo. Ternyata aku salah. Dia malah membawaku ke taman kota. Dan disinilah kami...Duduk diatas ayunan dalam diam.

Dia tak menjawab pertanyaanku. Pandangannya lurus menatap ke depan. Wajahnya memang tak berekspresi. Sangat sulit menebak suasana hatinya jika dilihat dari wajahnya. Sedih, murung, kecewa, kesal, wajahnya tetap saja terlihat datar. Untunglah, aku jadi sedikit terlatih setelah beberapa kali meluangkan waktu dengannya. Saat ini aku yakin dia sedang sedih.

"Sha, lu buru-buru?" tanyanya tanpa menoleh padaku.
"Gak juga sih."
"Temenin gue sebentar aja ya. Entar gue anterin lu pulang."
Aku heran kenapa tak bisa menolak permintaannya. Terlebih lagi karena kejadian beberapa waktu yang lalu.Melihatnya menangis karena Flo membuat hatiku tertohok. Ada sesuatu yang tak nyaman ketika dia menunjukkan kasih sayang yang begitu besar pada Flo. Saat itu aku juga sadar bahwa dia juga seorang manusia yang dikarunia perasaan. Sejahat apapun dia, secuek apapun penampilannya tentu saja dia memiliki setidaknya satu orang yang amat dia cintai. Dan bagi Arlo, Flo adalah segalanya. Padahal Flo bukanlah saudara atau sahabat dekatnya.

"Arlo." panggilku pelan.
"Hm?"
"Gue mau nanya sesuatu."
"Nanya apa?" tanyanya lagi. Kali ini tatapannya sudah berpaling padaku.
"Gak usah deh. He he he ... Mungkin lu gak nyaman sama pertanyaan gue." ujarku diiringi tawa kikuk. Aku khawatir mungkin dia tak suka jika aku mengungkit hubungannya dengan Flo.
"Gak papa. Is it about Flo?" terkanya.

JLEB!

'Ketahuan lu, Sha.' rutukku dalam hati.
Pipiku agak panas. Senyum kecut masih terlukis jelas diwajahku.
"It's ok. Tanya aja. Gue gak masalah kok."
'Segan banget gue mau nanya-nanya tentang hubungan dia sama Flo. Emang gue siapanya dia sampe kepo banget. Lagipula kita kan gak sedekat itu. Tapi bodoh amat lah. Toh gue udah terlanjur ngomong. Emang gue pikirin kalau dia bakal sakit hati.' batinku. Perasaan yang berkecambuk dikalahkan oleh rasa penasaraan yang membludak.
"Sebenernya hubungan lu sama Flo itu gimana sih?" tanyaku pelan dan sayup.
Arlo memalingkan pandangannya. Kembali dia menatap lurus ke depan. Dia menghela napas panjang.

'Tuh kan. Pasti dia jengkel sama pertanyaan gue. Tadi dia bilang sok gak apa-apa.'

"Flo itu..." kalimatnya menggantung. Pandangannya berpindah pada langit malam yang berhiaskan kelap-kelip bintang. Seolah pikirannya tengah merangkai kata tentang kisah mereka. Sebuah senyum tipis terulas di wajahnya. "Flo itu kehidupan. Gue ada disini karena dia. Flo itu jadi sahabat,kakak,adik,ibu yang gak pernah gue punya sebelumnya. Dia itu segalanya ,Sha." ungkapnya sembari mengalihkan pandangannya padaku.
"Flo itu cewek paling kuat dan tegar yang pernah gue liat. Lu gak bakal nyangka masa lalu gue kayak apa. Jangan liat gue cuma dari penampilan. Masih banyak kejutan yang belum lu tahu,Sha. Itu semua berkat Flo. Dia guru yang hebat." jelasnya. Senyumnya memang tak begitu kentara. Namun dapat kurasakan bahwa dia begitu bahagia ketika bercerita tentang Flo. Aku semakin paham mungkin mereka memang lebih dekat yang kupikirkan.

Kualihkan tatapan dari kedua manik bola matanya yang menatapku lekat. Ada sedikit rasa cemburu ketika dia berubah menjadi sosok yang teduh ketika bercerita tentang Flo. Mungkin Arlo tak menyadarinya ketika bibirnya beberapa kali mengulas senyuman.

"Gue emang gak tahu apa-apa tentang lu. Belakangan ini gue nemuin banyak kejutan dari lu." ujarku setelah beberapa saat diam.
Dia mengendikkan kedua bahu sambil sekilas tersenyum.
"Jujur aja, sampe sekarang gue takut banget sama lu. Sejak dulu gue selalu ngindar dari anak-anak geng. Dibenak gue udah terpatri kalau anak geng itu bukan manusia yang layak dideketin. Anak geng itu tipikal manusia yang paling brutal dan kejam. Tapi sejak kejadian waktu itu gue tahu dan yakin kalau seorang Arlo itu gak seperti anak geng yang selama ini gue pikir." ujarku.

BertigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang