15 - Maisha dan Joy : Pura-pura bego!

73 9 3
                                    

Maisha dan Joy duduk di sofa dengan raut wajah cemas. Hingga pukul sepuluh malam Bara belum juga tiba di rumah. Mereka tahu apa yang terjadi. Secara kebetulan mereka bertemu dengan Vino ketika sedang makan malam di restoran.

Flashback on

Maisha dan Joy sedang asyik menyantap makanan sambil berbincang-bincang. Tak mereka sadari seorang pria sudah memperhatikan sejak tadi.
"Selamat malam nona-nona."
Kompak Maisha dan Joy kaget.
"Lu Vino kan?" tanya Joy garang.
Vino hanya menyunggingkan sebuah senyuman.
"Iya. Dia Vino manusia terkutuk itu." tambah Maisha dengan nada ketus.
Walau sedikit merasa tersinggung, Vino masih bertahan berdiri di antara mereka.

"Lu boleh ngata-ngatain gue. Tapi lu berdua udah tahu belum, nasib temen lu si Bara itu gimana sekarang?" tanya Vino santai sambil melipat kedua tangan di dada.

Maisha dan Joy saling bertatapan. Mereka tak paham dengan ucapan Vino.
"Maksud lu apa?" tanya Joy sambil menatapnya tajam. Aura di sekitar mereka bertiga terasa mencekam.
Vino menyeringai. "Nasib temen lu itu mungkin bakal berakhir sekarang." ujarnya.
Melihat gelagat Vino yang sangat menyebalkan, hampir saja Joy menampar wajahnya. Tangan kirinya sudah mengepal sempura siap menjotos wajah Vino.
"Jijik banget deh gue liat muka lu. Tiap liat wajah lu bawaannya pengen buang air aja. Lu itu salah satu cowok paling berengsek di muka bumi ini." ujar Joy garang.
Joy sudah bangkit berdiri dan berhadapan dengan Vino. Setiap kata yang diucapkan penuh amarah dan bau kebencian.
"Heh!" Vino masih setia dengan senyum smirknya.
"Terserah lu mau bilang apa." ujarnya seraya mendorong pelan bahu Joy. "Buktinya sekarang udah keliatan siapa yang pecundang. Bilangin sama temen lu itu supaya jangan sok hebat. Masih bau kencur aja udah sok jago."

Kini Maisha juga bangkit berdiri. "Jadi lu udah nyadar kalau lu itu pecundang. Lu itu banci yang cuma bisa mainin hati cewek. Kesian gue liat lu. Jadi cowok kok pengecut." kata Joy menekankan kata 'pengecut'.

Kali ini Vino lah yang terpancing emosi. "Dasar cewek-cewek gila!"
"Tapi lu terpesona sama kegilaan kami." sergah Maisha cepat.

Vino berlalu pergi meninggalkan mereka. Merasa tertohok karena kalimat terakhir Maisha tepat mengenai lubuk hatinya.

Flashback off

"Joy, maksud Vino itu apa sih?"
Maisha terlihat jengkel dan kesal. Wajahnya tampak serius.
"Gue juga gak ngerti,Ra." kata Joy. "Ra, lu dengerin gue ya."
Joy menghadap Maisha. Wajahnya juga tak kalah serius.
"Kita jangan ungkit apapun ke Bara. Jangan sampe kita keceplosan. Kita tunggu sampe Bara yang cerita sendiri. Pura-pura bego aja! Bahkan soal Vino yang udah balik ke Indonesia juga jangan dibahas. Kalau kita sebut-sebut nama Vino, pasti dia bakal curiga." jelas Joy.
"Lu serius,Joy? Gimana kalau Bara gak cerita?"
"Berarti dia belum siap. Kita gak boleh paksa dia untuk ceritain semuanya. Kita cuma perlu mendukung dia setiap saat." tambahnya.
Maisha mengangguk mengiyakan perkataan Joy.

Pukul 10: 40 wib.
"Hai guys. Gue pulang."
Muncullah wanita yang sedang ditunggu-tunggu. Sebisa mungkin dia tak menunjukkan kondisi hatinya. Wajahnya tampak seperti biasa. Hanya ada perbedaan kecil yang tak begitu kentara. Hidungnya sedikit merah, begitupun matanya.
"Lu lama banget pulangnya?" tanya Joy senatural mungkin.
"Lu darimana aja,Ra? Ngedate bareng Putra?" tanya Maisha dari dapur. Dia tertawa kecil sembari duduk di samping Joy.
"Gue ada urusan sama Putra tadi. Biasalah...Urusan novel-novel yang harus diedit. Kalian kan tahu sendiri, Putra itu diktator berbulu domba."
Bara mendudukkan diri disamping kiri Joy, mengapit wanita berzodiak gemini itu di tengah.

Bara merebahkan kepalanya pada sandaran sofa. Sedangkan Joy dan Maisha saling menatap tak tahu harus melakukan apa.
"Lu udah makan?" tanya Maisha membuka topik kembali.
"Udah. Lu berdua?"
"Udah." jawab mereka serempak.
"Gak ada masalah apa-apa kan,Ra?"
Joy meremas pelan tangan Maisha dan melotot mengisyaratkan untuk tak membahas hal itu.
"Gak ada. Guys gue mandi dulu, ya."
Bara bangkit berdiri meninggalkan mereka. Walau berusaha menyembunyikan masalahnya, namun raut wajahnya tak bisa berbohong. Dia tampak lelah dan tak bersemangat. Joy dan Maisha menatap iba pada Bara.

"Sha, jangan sampai keceplosan." bisik Joy pelan. Dia tak ingin Bara mendengar percakapan mereka.
"Iya iya. Sorry sorry. Itu tadi udah diujung bibir gue banget. Kalau lu gak remas tangan gue, udah keceplosan deh." ujar Maisha merasa bersalah.
Suasana kembali senyap. Mereka berpikir bagaimana cara agar Bara mau bercerita.
Maisha tampak berpikir serius. " Joy, menurut lu..." kalimatnya menggantung. "Apa kita gak sebaiknya ceritain ke Ian aja? Siapa tahu Ian punya ide."
Joy mencebikkan bibir. Tak habis pikir dengan ide Maisha. Pasalnya Ian adalah tipe manusia yang nggak bisa jaga rahasia. Setiap kejutan ulang tahun yang sudah direncanakan dengan sempurna selalu hancur karena mulutnya yang suka banyak bicara. Bukan unsur sengaja, tapi saking banyaknya ngomong Ian jadi suka keceplosan.
"Lu udah kehabisan ide ya, Sha? Bisa-bisanya lu berpikiran untuk cerita ke Ian. Bisa tambah rumit entar masalahnya."

"Ya udah. Gue kan cuma kasih ide. Siapa tahu Ian bisa bantu." katanya sedikit kesal karena idenya ditolak mentah-mentah.

Sementara itu di kamar mandi...

Bara kembali menangis. Dadanya terasa sesak. Relung hatinya terasa pedih. Dia merasa sedih dan kecewa karena bahkan kerja kerasnya selama ini tak membuahkan hasil. Dia merasa menjadi seseorang yang gagal. Menjadi seorang pecundang. Terlebih di hadapan Vino. Seseorang yang paling menantikan kegagalannya. Dan hari ini permohonan Vino telah terkabul.

Bara menangis dalam diam. Tangisnya terdengar pilu. Dia terjongkok menahan kepiluan hatinya. Air matanya berlinang dan berjatuhan di atas lantai kamar mandi. Sebisa mungkin dia meredam suara tangisan. Namun seberapa berusaha pun dia, tetap saja suara sesenggukan masih terdengar oleh Joy dan Maisha.

"Joy." panggil Maisha. "Lu denger juga kan?" tanyanya pelan.
"Iya."
Mereka kembali bungkam. Walau tak tahu kejadian yang sebenarnya, mereka yakin pastilah itu hal yang cukup berat. Biasanya jika Bara ditimpa masalah, dia tak akan menangis. Justru melampiaskan kemarahan dan kekesalannya pada Joy dan Maisha. Kali ini sepertinya lain. Bara lebih banyak diam.

Lebih setengah jam Bara mendekam di kamar mandi. Dan ketika dia keluar, matanya tampak sembam dan merah.
Joy dan Maisha tak tega melihatnya.
"Eh kalian belum tidur?" tanya Bara seolah tak terjadi apapun.
"Belum. Bentar lagi." jawab Maisha tertawa hambar.

"Kalau gitu gue duluan ya guys. Capek banget soalnya." ucapnya. Dia tersenyum sebelum menghilang di balik pintu kamar.

"Sebenarnya ada apa sih? Kok Bara sampe segitu sedihnya?" tanya Joy pelan namun terdengar galak.
Tampaknya Joy juga mulai geram. "Si Vino terkutuk itu juga gak cerita."
"Elah Joy. Kayak baru kenal aja sama dia. Kalau kelakuannya gak kurang ajar, bukan Vino namanya."

Malam itu Bara terlihat berbeda dari biasanya. Dia menerawang langit-langit kamar. Tak siap jika orang tuanya akan bertanya tentang pekerjaannya. Dia berpikir keras.
'Mungkin ini jadi titik terakhir lu nulis, Ra. Lu harus mulai cari kerja. Pendapatan lu sebagai editor gak akan cukup.' katanya dalam hati. Belum lagi keinginan untuk segera mengambil gelar master. Semua berkecambuk di kepalanya. Seluruh rencananya berantakan. Tak satupun sesuai harapan.
"Lu hebat, Ra. Lu luar biasa. Gue bangga sama lu." katanya pelan sambil menepuk pundaknya. Berusaha menyemangati diri sendiri. Matanya kembali berkaca-kaca. Mengingat segala kerja kerasnya. Hingga rela tak tidur semalaman demi menyelesaikan novelnya. Walau letih dia tetap bersemangat. Dia semangat memikirkan wajah para pembaca yang ikut senang membaca hasil tulisannya.
"Jangan sedih, Ra. Lu bukan loser. Lu winner bisa selesaiin novel itu." tambahnya dengan suara berat. Kata-katanya tertahan di tenggorokan.

Saat itu Bara memutuskan untuk tak lagi menulis. Dia akan tetap menjadi editor selama belum mendapat pekerjaan sebagai akuntan. Itulah tekadnya.
"Saatnya fokus, Ra."

Ada kalanya ketika kita jatuh. Kita lebih memilih untuk berbaring sejenak dibanding bangkit berdiri. Menutup mata mengingat kembali semua hal yang sudah terlewat.

b a r a ~

To be continued

Thanks for reading

Jangan lupa klik bintang ☺☺☺

lots of luv

M o o I ♥♥


BertigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang