2. Morning Meeting

281K 7.7K 169
                                    

"Lucu, Mbak, si kembar," kata Indhira sambil menonton video dari ponsel milik rekan kerjanya yang kini berada di tangannya.

"Iya memang gitu kelakuannya berdua. Kalo laper yang satu nangis yang lainnya ikut nangis, kalo yang satu digelitikin sampai ketawa, yang lain bisa ikutan ketawa, padahal nggak diapa-apanin loh," jelas Adisty, wanita berusia pertengahan tiga puluhan itu masih merapikan berkas-berkas di mejanya.

Adisty, ibu dari si kembar dalam video barusan, adalah sekretaris senior yang lebih banyak mengurus keperluan administrasi bos besar mereka sementara Indhira sekretaris junior yang lebih sering mengikuti jadwal bos besar sepanjang hari.

Bagi Indhira, yang sehari-harinya selama di kantor -kecuali dengan bos besarnya- banyak dihabiskan dengan Adisty, sosok wanita itu sudah seperti kakak kandungnya sendiri. Apalagi dia tidak memiliki keluarga sama sekali.

Perbincangan pagi mereka dihentikan dengan langkah seorang lelaki yang berjalan menuju ruang kerja di depan meja mereka.

"Selamat pagi, Pak," sapa keduanya bersamaan sebagai sesuatu yang rutin mereka ucapkan setiap bos besar mereka tiba di kantor.

"Indhira, ke ruangan saya sekarang," kata Reza tanpa membalas sapaan keduanya sambil berjalan masuk ke dalam ruangan dan menutup pintunya.

"Tuh, kamu masuk gih," kata Adisty kepada Indhira, "moodnya lagi nggak bagus kayaknya. Jangan lupa ingetin Bapak setengah jam lagi ada meeting sama BOC."

Indhira mengangguk setuju atas fakta bahwa mood lelaki itu sedang tidak baik. Dia berdiri dan berjalan memasuki ruang kerja Reza sambil sebelumnya memberikan ketukan pintu lebih dulu sebagai suatu formalitas.

"Kunci pintunya," perintah Reza masih sama dinginnya begitu mendengar Indhira membuka pintu dan masuk ruangannya.

Indhira menurut. Dia mengunci pintu dan menunggu sampai lelaki itu kembali memandangnya, karena sedari tadi Reza masih menunduk mengawasi dokumen di mejanya.

Reza melemparkan pandangannya, intens dan menelanjangi Indhira. Dia menggerakkan jari telunjuknya untuk memberikan kode agar wanita itu mendekatinya.

Indhira berjalan maju menghampiri Reza, melewati meja kerjanya dan berdiri di depannya.

Reza membalik tubuh kurus gadis itu dengan mudah dan menurunkan resleting rok sepan hitam yang digunakan Indhira.

Indhira menahan roknya sedikit panik, "Pak.."

Reza berdiri dari kursinya, tubuhnya hanya berjarak kurang dari lima senti dari punggung gadis itu.

"Kamu panggil aku apa?" Tanyanya lebih dengan nada ancaman.

Indhira melihat ke arah pintu yang sudah dikuncinya tadi, menenangkan dirinya sendiri bahwa tidak akan ada yang bisa masuk ke ruangan ini.

"Mas Reza," panggil Indhira pelan, mengoreksi panggilannya karena lelaki itu akan menghukumnya kalau dia masih memanggilnya formal saat mereka hanya berdua.

Reza tersenyum miring. Dia menarik turun rok dan apapun yang menutupi bagian bawah tubuh gadis itu, kemudian mendorong kasar tubuh kurus itu ke atas mejanya hingga meringkuk di sana.

Reza melepaskan sabuk dan kaitan celananya, menurunkan resletingnya dan mengeluarkan miliknya yang sudah tegang berdiri. Dia menggesekkan organ intinya ke pangkal paha gadis itu, menikmati pertemuan hangat keduanya sementara satu tangannya menahan punggung kecil gadis itu tetap tersungkur di meja.

AFFAIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang