Reza sudah tampak segar dengan polo shirt dan celana pendeknya. Dia menyisirkan rambut yang masih separuh basah dengan jarinya sendiri. Sambil menunggu lift yang masih bergerak turun ke lantai dasar.
Aline berdiri disudut yang berlawanan dengan sisi dimana lelaki itu bersandar santai. Ini adalah pertama kalinya dia hanya berdua saja dengan lelaki itu setelah dia mengetahui seberapa tidak warasnya Reza, dan dia merasa takut.
Dia mengawasi lelaki yang nampak begitu normal itu. Aline akan masih menganggapnya demikian kalau belum melewati malam bersama dengan lelaki itu semalam. Bersama dengan pelacur kecilnya tentu saja. Karena Aline hanya pendengar saat suaminya berhubungan dengan perempuan lain di kamar pengantin mereka.
Reza menengok ke arahnya. Lelaki itu memberikan senyuman kecil.
"Aku senang nggak perlu pura-pura lagi di depan kamu, Aline. Bagaimanapun kita suami istri kan?" kata Reza dengan santai.
Aline memeluk lengannya sendiri, masih terdiam di sudut dinding tempatnya berdiri.
"Seenggaknya kamu harus belajar mengontrol ekspresi kamu, Lin. Kamu nggak mau Papa dan Mama kita mengira ada yang salah di antara kita kan?"
Aline tidak sadar saat dia sedang berusaha mengontrol wajahnya sesuai yang dikatakan lelaki itu.
"Orang tua kamu nggak tahu kamu begini?"
"Begini gimana maksud kamu?" tanya Reza sambil menaikkan alisnya.
"Sakit."
Reza tertawa, seolah kata-kata Aline kepadanya bukanlah hinaan tapi hanya sekedar candaan.
"Sakit apa, Lin? Apa di mata kamu sekarang aku kelihatan seperti orang sakit?" tanyanya, "Dan aku kan cuma berusaha nurutin keinginan orang tua aku. Aku rasa nggak ada yang salah dari menikah sama calon yang mereka pilih dan kasih mereka cucu sesuai keinginan mereka kan?"
Pintu lift terbuka dan Reza berjalan mendahuluinya.
"Halo, Pa, Ma," panggil Reza saat mereka tiba di restoran hotel dan melihat kedua pasangan paruh baya itu duduk di sana.
Aline juga harus memasang senyum palsunya begitu melihat wajah orang tua dan mertuanya yang sumringah saat mereka tiba.
"Ya ampun pengantin baru. Sampai diajak sarapan aja susah banget bangunnya." goda Mama Reza sambil melihat menantu cantiknya, sebelum kembali memandang ke putranya, "Mama denger dari Mamanya Aline, kamu nggak kasih Aline turun sarapan ya? Kamu tuh ya, Reza, kemarin kan acara sampai malam, memangnya kalian nggak capek ya?"
Aline berusaha tersenyum mendengar kata-kata mertuanya yang hanya berisi kebohongan darinya.
"Kan namanya malam pengantin, Ma." jawab Reza masih tersenyum sambil duduk di sisi Mamanya, sementara Aline duduk di sisi lain lelaki itu, "Mama juga sih hari pertama malah ajak sarapan pagi-pagi."
"Iya, iya, Mama yang salah," kata Mamanya masih tersenyum sumringah, "Udah yuk kita makan. Kasihan tuh Aline kelaparan pasti gara-gara kamu."
Aline merasa mual saat menahan dirinya dari kepura-puraan ini, namun dia harus bertahan.
***
"Kamu nggak apa-apa, Dhi?" Adisty menepuk-nepuk pundaknya sambil sesekali memijat tengkuk gadis muda itu dengan minyak kayu putih.
"Mual, Mbak. Nggak enak perutnya." Kata Indhira masih meringkuk di atas wastafel toilet kantornya. Untungnya hanya dia dan Adisty yang biasanya menggunakan toilet perempuan di lantai direksi ini.
"Tadi pagi makan apa kamu?" Tanya Adisty lagi, "kamu keracunan makanan kali."
"Belum makan apa-apa kok, Mbak. Tadi baru mau makan biskuit pas sampe kantor malah mual."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIRS
RomanceSEBAGIAN PART AKAN DIUNPUBLISH PER 3 JUNI 2020 KARENA KEPERLUAN PENERBITAN =========================================== Indhira terjebak dengan perasaan dan kebutuhannya atas lelaki bernama Reza. Dia tahu dia berada di tempat yang salah, walau tida...