Indhira mengusap-usap sayang perutnya yang sudah sedikit membuncit. Sebuah senyum tergores dibibirnya karena membayangkan janin yang kini hidup di rahimnya. Kebahagiaan terbesar dalam hidupnya sedang tumbuh berkembang dalam perutnya. Kebahagiaan yang diberikan dari lelaki yang dicintainya.
Enam belas minggu. Itu yang sudah diinformasikan oleh dokter kandungan beberapa waktu yang lalu saat sedang memeriksa dirinya dengan USG.
Ini memang baru kali pertama dia memeriksakan kandungannya ke dokter. Karena sejujurnya dia bingung dan butuh bimbingan untuk apa yang perlu dilakukannya. Indhira sebatang kara dan tidak pernah punya orang tua yang bisa membimbingnya. Bahkan saat pertama kali menstruasi, Indhira hanya bisa menangis ketakutan sendirian di kamar mandi panti asuhan, dan baru paham kenapa ada produk bernama 'softex' dan sejenisnya yang dijual khusus untuk perempuan.
Dan tentu saja bukan Reza yang menemaninya ke dokter saat ini karena jelas saja lelaki itu tidak berminat. Membiarkannya hamil dan membelanya di depan Aline yang hendak memaksanya aborsi saja sudah sangat disyukuri oleh Indhira.
"Seneng banget ya kamu itu hamil anaknya Pak Reza?" kata Adisty membangkitkan Indhira dari lamunannya.
Indhira menengok ke arah Adisty yang duduk di meja depannya. Mereka sudah memesan makanan dan sedang menunggu pesanan mereka tiba.
Adisty jelas sedang menyindirnya. Dia tidak pernah habis pikir kenapa perempuan polos satu ini tidak pernah bisa lepas dari Reza atasan mereka.
Indhira mengangguk. Antusias.
Adisty menghela napas panjang. Jalan pikiran Indhira selalu membuatnya merasa pasrah.
"Jadi, apa ada yang beda kalau jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan, Dhi?" tanya Adisty lagi.
Indhira sedikit kehilangan senyumnya. Setelah dokter kandungan yang memeriksanya menanyakan apakah dia ingin mengetahui jenis kelaminnya dan Indhira mengiyakan, sang dokter mengatakan bayi di dalam kandungannya adalah lelaki.
Sebenarnya Indhira tidak peduli bayi di dalam perutnya laki-laki atau perempuan. Indhira akan tetap menyayanginya tanpa membedakan, apapun jenis kelamin bayinya. Reza yang menitipkannya pertanyaan tersebut.
Hanya saja, ada pergolakan batin dalam dirinya setelah mengetahui bayinya adalah laki-laki, calon penerus keluarga Budiman. Indhira tidak tahu dia harus senang atau sedih atas fakta tersebut.
Reza memang tidak pernah mengatakan maupun menyiratkan pilihannya perihal jenis kelamin bayi di dalam kandungannya. Reza bahkan tidak pernah kelihatan tertarik untuk memiliki keturunan sama sekali. Dia selalu mengatakan bahwa anak hanyalah keinginan kedua orang tuanya dalam usaha meneruskan garis keturunan keluarga mereka. Tidak pernah lebih.
Namun Reza pernah mengatakan padanya, apa yang akan dan harus terjadi kalau bayi mereka laki-laki dan kalau bayi mereka perempuan.
Reza tidak perlu berhubungan badan dengan Aline, istrinya, kalau Indhira sudah berhasil memberikannya seorang putra. Walau terdengar kurang masuk akal karena entah apa yang akan dikatakan lelaki itu kepada keluarganya, namun demikian yang dikatakan oleh Reza dan tidak pernah ada hal yang dikatakan oleh Reza dan tidak terjadi. Walau kemungkinan terburuknya, Indhira harus merelakan bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan akan menjadi milik Aline secara hukum.
Kalau bayi dalam kandungannya adalah perempuan, Indhira masih memiliki kesempatan yang lebih besar agar bayi itu tetap bisa diakui sebagai anaknya secara hukum. Walau sebagai gantinya, Indhira harus rela berbesar hati membiarkan Reza menghamili Aline.
Indhira tidak tahu mana yang lebih baik di antara kedua opsi tersebut dan dia tidak mau terlalu banyak berpikir. Toh, kini dia sudah tahu bahwa bayinya adalah laki-laki. Dan dia harus mulai belajar untuk menerima konsekuensinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIRS
RomanceSEBAGIAN PART AKAN DIUNPUBLISH PER 3 JUNI 2020 KARENA KEPERLUAN PENERBITAN =========================================== Indhira terjebak dengan perasaan dan kebutuhannya atas lelaki bernama Reza. Dia tahu dia berada di tempat yang salah, walau tida...