14. Psycho Thought

150K 5.3K 234
                                    

"Aline gimana kabarnya, Za?"

"Baik kok, Ma. Kok Mama nanya begitu?" tanya Reza.

"Ya Mama tahu dia baik-baik aja. Maksud Mama Aline udah hamil atau belum?" tanya Mamanya lagi.

Reza tersenyum, "Ya belumlah Ma, Aku sama Aline kan baru nikah sebulan."

"Siapa tahu aja, Za. Habis Mama lihat kalian setiap hari mesra aja sih" Mamanya tertawa renyah, "Tapi kalian nggak nunda kan?"

"Nggak kok Ma. Reza sama Aline nggak nunda."

"Bagus deh, kamu kan tahu kamu anak laki-laki Mama sama Papa satu-satunya, penerus keluarga kita. Jadi Papa sama Mama berharap banyak dari kamu buat kasih kita keturunan laki-laki."

"Iya Ma. Mama tenang aja deh. Reza pasti akan kasih cucu laki-laki buat Mama dan Papa."

"Mama terserah aja kamu mau punya berapa anak perempuan nanti, selama kamu bisa kasih Papa dan Mama anak laki-laki buat keluarga kita."

Reza terdiam sebentar sebelum menjawab, "Iya Ma."

"Oh iya, sama besok malam kamu sama Aline ke rumah ya, Za. Kita makan malam sama-sama. Kamu bisa kan?"

"Bisa kok. Oke Ma, besok aku sama Aline ke rumah ya."

"Mama besok masakin masakan kesukaan kamu, Za."

Reza tertawa, "Aku musti kosongin perut dulu dong sebelum pulang."

"Eh, Mama tutup dulu ya. Papa udah pulang, Mama ketemuin Papa dulu. Salam buat Aline, ya."

"Yes, Ma. See you tomorrow." Reza menutup teleponnya.

Dia kemudian mengetikkan pesan di ponselnya kepada Aline, mengatakan Mamanya telepon barusan untuk mengajak mereka berdua makan malam besok. Segera setelah mengirimkan pesannya, Reza melemparkan ponselnya sembarangan ke nakas.

Dia membalikkan tubuhnya untuk berbaring kembali ke atas ranjang dan memeluk punggung gadis yang tertidur memunggunginya. Tangannya masuk ke balik selimut untuk menyentuh tubuh gadis yang polos itu.

"Indhira," bisiknya kepada gadis itu.

"Hm?" jawab gadis itu setengah sadar.

"Besok aku pulang telat ya. Mama suruh aku pulang ke rumah sama Aline. Mau makan malam di sana."

"He-eh," jawab Indhira lagi mengiyakan.

"Kamu kok nggak sedih aku pergi?" tanya Reza terdengar kecewa dan manja bersamaan, "Kamu memang senang nggak ketemu aku ya?"

Indhira membalik tubuhnya sehingga kini mereka berhadapan, "Kok Mas Reza gitu ngomongnya?"

"Minimal seharusnya kamu kecewa dengar aku nggak bisa di sini sama kamu besok malam."

"Kan cuma makan malam, Mas. Habis itu kan Mas Reza langsung balik."

Reza menciuminya, kemudian memeluknya erat dan melekatkan bibirnya di pundak gadis itu, "Tapi aku nggak mau pisah sama kamu, Indhira, sesebentar apapun itu."

Indhira membalas pelukannya, melekatkan tubuh mereka di balik selimut.

"Indhira, aku kepikiran sesuatu." kata Reza teringat sesuatu yang tadi terbesit dalam pikirannya, hasil dari pembicaraan dengan Mamanya.

"Apa Mas?"

"Nanti kalau Aline hamil dan dicek bayinya perempuan, kayaknya aku mau langsung suruh dia gugurin aja."

Indhira menjauhkan tubuhnya terkejut mendengar kata-kata yang diucapkan lelaki itu tanpa beban.

"Kenapa begitu?"

"Mama bilang dia nggak peduli aku punya berapa anak perempuan, yang mereka mau cuma anak laki-laki dari aku."

"Tapi bukan berarti mereka nggak mau cucu perempuan, kan Mas?" kata Indhira.

"Aku yang nggak mau, Dhi. Buat apa aku punya anak dari Aline kalau ternyata nggak dibutuhkan. Merepotkan buat aku." jelasnya, "Tadinya aku pikir ya udahlah nggak apa-apa punya anak dua atau tiga sama dia kalau belum dapat laki-laki. Tapi setelah dengar kata-kata Mamaku, lebih baik aku cukup punya satu anak laki-laki aja dari dia."

"Tapi itu kan darah daging kamu, Mas. Mas Reza tegakah?" tanya Indhira takut-takut.

"Kenapa harus nggak tega? Malahan karena darah dagingku, maka aku berhak kan?" katanya santai.

Indhira terdiam. Dia merasa gelisah.

Sikap Reza belakangan kepadanya semakin melembut. Emosinya yang dulu begitu meledak-ledak kini semakin lebih terkendali. Lelaki itu memang masih suka kasar saat mereka berhubungan seksual, namun masih dalam batas yang wajar dan bisa dikendalikan. Indhira sempat mengira dia masih memiliki harapan kepada lelaki itu. Indhira pikir karena Reza menginginkannya, mungkin saja dia juga bersedia menerima anak dalam kandungannya. Namun sepertinya dia salah.

Lelaki itu tidak akan mempertimbangkannya hanya karena bayi itu darah dagingnya, apalagi anak itu bukan dari wanita berstatus istrinya. Semakin tidak ada alasan bagi Reza untuk menginginkannya.

"Indhira," panggil Reza lagi kepada gadis itu, "Besok aku nggak bisa main sama kamu. Malam ini aku nggak mau kamu tidur, babe."

Indhira menunggu, saat lelaki itu naik ke atasnya dan menciuminya seperti orang kelaparan.

"Aku mau kamu, Dhi," kata Reza disela-sela ciumannya dengan tidak sabar. Tangannya menarik kedua tungkai kaki gadis itu melebar sebelum dia berlutut di antaranya.

Indhira merangkup rahangnya yang mengeras dan mengusap-usapnya. Alisnya menyernyit saat lelaki itu memasukinya perlahan. Napasnya tertahan di tengah ciuman mereka.

Reza melepaskan ciuman mereka dan menyembunyikan wajahnya di leher gadis itu.

Indhira melenguh saat lelaki itu memasukinya semakin dalam. Tangannya melingkar erat di punggung Reza.

"Kamu sempit, Dhi. Kamu pelacur aku," bisiknya menikmati pergumulan mereka. Reza menggerakkan tubuhnya di dalam Indhira.

Indhira memejamkan matanya. Menikmati Reza di dalamnya sambil mengikuti gerakan lelaki di atasnya yang semakin lama semakin menuntut.

Reza menggigit pundak gadis itu kuat membuat Indhira menjerit sakit. Pekikan gadis itu membuatnya semakin bergairah dan bersemangat pada saat yang bersamaan.

Dia sangat menginginkan Indhira. Reza ketagihan gadis itu.

Dua tahun lalu, niat awal lelaki itu memang hanya ingin menyimpannya sebagai mainan di kala bosan. Apalagi gadis itu sendiri yang menawarkan diri kepadanya, dan Indhira memang tipe favoritnya.

Namun Indhira kini menjadi kebutuhannya. Setiap hari dia membayangkan dan ketagihan tubuh gadis itu. Dia bahkan sudah tidak pernah tertarik dengan perempuan lain lagi. Dia hanya mau Indhira yang dimasukinya.

Seketika dia menjadi kesal mengingat bahwa minggu ini dia harus berhubungan dengan Aline, istrinya. Reza hanya butuh rahim wanita itu untuk memberikan penerus sesuai keinginan kedua orang tuanya.

Aline adalah salah satu wanita pilihan Mamanya dengan kriteria garis keturunan yang sudah diselidiki keluarganya, baik dari sisi bibit bebet maupun bobot. Walau wanita itu bukan pacar pertama yang dipilihkan oleh Mamanya, namun Aline yang berakhir di depan penghulu bersamanya dan kini berstatus hukum istrinya. Dan Reza hanya perlu membuat Aline hamil satu kali sebelum tugasnya sebagai putra tunggal keluarganya untuk memberikan penerus akan selesai.

Memberikan penerus bagi keluarganya seharusnya akan lebih mudah kalau dia sudah melakukannya beberapa tahun yang lalu, atau bahkan mungkin beberapa bulan yang lalu, sebelum tubuhnya terlalu tergantung dengan Indhira. Karena kini dia membutuhkan bantuan Indhira untuk membuat wanita lain hamil. Mungkin dia harus mematri malam ini dalam ingatannya dan mengimajinasikan Indhira yang ada seperti saat ini ketika Aline yang nanti ada di bawahnya.

Reza punya tugas yang berat di hari minggu ini. Dan sebelum itu, dia akan sebanyak-banyaknya memuaskan diri dengan Indhira.

***

AFFAIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang