Perkenalan (1)

361 32 30
                                    

"sumpah, Tante, Om. Ucup yang ganteng dan rajin menabung ini nggak bohong. Itu cuma rokok permen. Ucup beli tadi di abang kleneng!" Ucup menjelaskan apa yang terjadi. Mukanya daritadi udah tegang dan was-was. Gue ngakak sejadi-jadinya.

"Ipeh aja tuh yang fitnah!"

"dih, emang bener kan. Lo itu ngerokok, Cup."
"Nggak!"
"iya!"
"orang cuma permen!"
"sama aja!"

Prak!

Seketika gue dan Ucup terdiam. Papa mulai menggebrak meja, artinya kembaran Lee min ho itu sudah marah. Gue dan Ucup cuma bisa menunduk takut. Ternyata bener kata orang, bapak kalo udah marah dua kali lipat galaknya melebihi emak-emak komplek.

"jangan coba lagi deh. Aku tuh kan pusing."

Gue mengerjap beberapa kali. Mencoba mengerti omongan bapak gue. Begitu juga dengan Ucup.

"sumpah demi holoh, kita bukan musuh kamu" kata bapak gue. "tapi musuh kamu itulah dia akibat kamu."

"tapi bukan aku yang cinta sama elu, tapi gue yang cinta sama elu." Celetuk emak gue sambil berlaga imut.

Sekarang gue udah ngerti. Fix! Orang tua gue harus ke psikiater. Gini nih, kebanyakan ngemil mecin. Mau marah tapi takut dosa.

"masih diliatin" ucap gue menahan kesal.

"hahahaha, nggak usah serius-serius ngapa. Ntar baper lagi" ucap emak gue dengan tawa yang meledak-ledak.

"emang Tante mau dibercandain terus? nggak pernah di seriusin?" cibir Ucup yang kayaknya juga kesel.

"ya nggaklah. Itu mah namanya di gantungin. Cukup jemuran aja yang kayak gitu. Hati dede jangan." jawab emak gue.

"udah deh. Sekarang elu pegi dari rumah gue. Dan jangan coba balik lagi. Lu kan udah coba balik lagi ke rumah gue. Sekarang aku itu kemusuhan sama kamu." Ucap bapak gue lagi.

Omaygat! Cukup sudah! Hayati lelah!

"iya, Pah. Carla sama Ucup udah mau pergi. Makanan juga udah abis. Cuma..." ucap gue menggantungkan kata di akhirnya. Berharap bokap gue bisa peka.

Bapak gue pun mengeluarkan dompetnya, mengambil dua lembar uang seratus ribuan. "nih, dilarang balik kalo belom abis."

"siap!"

Dan akhirnya gue bisa terbebas dari kegilaan mereka. Sekarang gue percaya, jodoh itu emang cerminan diri. Dan nyokap bokap gue adalah jodoh. Sama-sama perlu psikiater. Dan sekarang gue perlu lebih sabar, karena sebentar lagi gue harus menghadapi kegilaan Ucup.

***

Sampai di bundaran komplek, tempatnya sudah ramai dengan emak-emak yang berkeringat dan abang penjual makanan yang sudah siap melayani pembeli dengan senyum pepsoden.

"bang, bang, bang" kata Ucup tiba-tiba menghentikan gerobak tukang bubur yang sedang lewat.

"iya mas?"

"apasih, bang. Orang saya lagi mainan tembak-tembakan. Kan kalo nembak itu suaranya bang, bang. Gitu." Jawab Ucup tanpa rasa bersalah.

"eh maap ya bang. Temen saya emang kalo lagi kumat gini. Maaf ya bang." Gue pun buru-buru minta maaf sama abangnya keburu kyuubi nya keluar.

"Peh, ada dedy combuzer disini!" teriak Ucup histeris dan langsung lari tau kemana.

Gue pun mengikuti langkah Ucup yang menuju ke arah salah satu tukang mainan anak-anak.

"bang, kunciran ini berapaan?" tanya Ucup sambil memegang salah satu kunciran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Me and 3 DoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang