Lima

484 39 5
                                    

Setelah semua jam kuliah Jason berakhir lebih cepat daripada biasanya, ia pergi menuju ruang kelas Sheri. Ia menyandarkan tubuhnya pada tembok di luar ruangan itu, sebisa mungkin menghindari jendela, agar tak ada seorang pun yang menyadari keberadaannya.

Setelah sekian 10 menit ia menunggu, akhirnya pintu ruangan itu pun terbuka, lalu menampilkan figur kekasihnya. Ia pun tersenyum, lalu merangkul pinggang gadisnya itu.

"Apa kau lapar? Aku bisa mengajakmu ke sebuah tempat makan bila kau mau." Tak seperti biasanya, hari ini Jason menunjukkan kepeduliannya. Sambil terus berjalan menuju tempat parkir, Sheri masih belum memberikannya jawaban. Bahkan sampai mereka sudah masuk mobil pun, Sheri masih bungkam.

Jason melirik ke arah Sheri, lalu menyimpan salah satu tangannya di lutut Sheri. Bahkan setelah itu, Sheri masih tidak menanggapinya, ia malah melihat ke luar mobil. Karena itulah, Jason menyadari bahwa Sheri sedang marah padanya.

"Sheri, kumohon lihat aku. Aku minta maaf bila pagi tadi tidak berjalan seperti yang kau harapkan. Dan ya, aku tidak menjawab beberapa pertanyaan ayahmu, seperti saat ia menanyakan tentang kedua orang tuaku. Tapi, itulah aku. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri di depan kedua orang tuamu. Aku tak ingin membahas tentang kedua orang tuaku, sama sekali. Aku tahu, orang tuamu perlahan-lahan akan menjauhkanku darimu," dan itu sangat membantuku.

"Kumohon, berbicaralah padaku."

" ... "

"Baiklah." Tanpa menunggu persetujuan dari Sheri, ia pun menjalankan mobilnya menuju ke sebuah tempat makan favorit mereka berdua. Ia harus memancing Sheri untuk buka mulut. Dan ia tahu bahwa Sheri menyukai makanan, itu bisa membantunya untuk membuat Sheri bicara.

Jason tersenyum lebar saat Sheri memberikan tatapan 'terimakasih, kau tahu apa yang kumau' padanya. Kini, mereka berdua sudah memesan beberapa menu untuk mereka makan. Perlahan-lahan, Jason membuka pembicaraan.

"Sekali lagi, aku minta maaf bila ..." tak sempat menyelesaikan kata-katanya, Jason tersenyum karena Sheri sudah mulai berbicara.

"Aku memaafkanmu." Keduanya pun tersenyum kaku, seperti sudah lama tak saling mengenal.

"Apa aku diberi kesempatan lagi untuk bertemu kedua orang tuamu? Kau tahu, untuk memperbaiki semuanya? Kupikir ..."

"Astaga, Jason. Apa kau bercanda? Tentu saja kau akan bertemu kedua orang tuaku lagi. Siapa aku yang bisa melarangmu?" Sedikit demi sedikit, wajah Sheri kembali riang. Hanya dengan satu langkah kecil, Jason berhasil mengembalikan mood kekasihnya itu.

"Jadi, kapan aku akan bertemu kedua orang tuamu lagi?" Jason menaikkan sebelah alisnya sambil menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. Ia terlihat lebih nyaman seperti itu.

"Mmmh, beberapa hari ke depan ayahku akan mengadakan pesta di rumah. Beruntungnya, sebulan terakhir ini ayahku lolos dari tes kinerja para karyawan di kantornya. Atasannya menaikkan posisi ayahku, karena itulah ia ingin mengadakan sebuah pesta untuk merayakannya. Yap, walaupun sebenarnya hanya teman kerja saja yang diundang, aku berharap kau akan datang di sana. Karena ada satu lelaki yang ... " Sheri tak mampu melanjutkan kalimatnya, ia menundukkan kepalanya sambil menutup kedua matanya. Ia tak sanggup mengingat kejadian saat seorang anak dari kawan ayahnya mencoba untuk menyakitinya.

"Sheri ... " Jason mengayunkan tubuhnya ke depan untuk menyatukan tangan Sheri dengan miliknya, ia mengusap punggung tangan kekasihnya itu, "apa kau baik-baik saja?"

"Lupakanlah ... aku tak mau mengingat kejadian itu. Aku membutuhkanmu untuk selalu bersamaku selama pesta berlangsung. Kumohon ... " Sheri menunjukkan wajah memelasnya pada Jason.

"Tentu saja aku akan datang." Itu kesempatan yang bagus untukku, sayang.

"Terimakasih."

Jason pun menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Namun, entah senyum bahagia atau senyuman licik, ekspresinya saat ini sulit untuk ditebak.

Bersambung

DENDAM (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang