Tujuh

420 27 8
                                    

Jason memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah Tn. Dawton yang sudah dipenuhi kendaraan lain. Pestanya benar-benar meriah, pikirnya. Setelah mematikan mesin mobilnya, Jason meraih seikat bunga mawar hitam di kursi penumpang, lalu ia menyimpannya di atas pangkuannya. Lalu, ia meraih ponselnya yang ia simpan di dasbor mobilnya. Ia mengetikkan angka-angka di sana, lalu menekan tombol bergambar telepon berwarna hijau sambil mendekatkan ponselnya ke telinga kirinya.

"Sheri, aku sudah sampai." Jason mendengar suara musik yang sangat kencang di sebrang telepon sana. Karena mendengar dentuman-dentuman musik EDM itu, ia berpikir bahwa Sheri tak mungkin mendengarkan suaranya. Ia pun mematikan teleponnya, lalu mengirmkan Sheri sebuah pesan singkat agat ia segera menjemputnya di luar.

Sambil menunggu Sheri, ia keluar dari mobilnya, lalu berdiri memandangi rumah mewah milik kekasihnya itu. Ia melihat cahaya berkelap-kelip di setiap jendela, menandakan bahwa pesta yang sedang diadakan benar-benar pesta besar. Tak lupa, beberapa rangkaian bunga bertuliskan 'Selamat & Sukses' memenuhi halaman depannya. Ia mengambil kesimpulan bahwa semakin ke dalam, akan semakin terasa kesan pesta yang sangat mewah.

"Terkesan dengan hiasannya, huh?" Jason tertampar kembali ke dunia nyata saat suara kekasihnya itu memecahkan pikirannya.

Jason pun mengalihkan pandangannya dari hiasan-hiasan rumah itu menuju wujud kekasihnya yang sedang berdiri di depannya. Lagi-lagi, saat ia menelusuri tubuh Sheri dengan pandangan matanya, otaknya tak bisa berpikir jernih. Gaun hitam tanpa lengan itu membuat lekukan tubuh sexy Sheri semakin jelas, ditambah lagi sepatu yang memiliki ketinggian sekitar 10 centimeter itu membuat kakinya semakin terlihat jenjang dan ramping. Sheri mengibaskan rambutnya ke samping, lalu tersenyum tersipu malu saat Jason memerhatikannya, lalu ia pun kembali memecahkan apa pun yang ada di pikiran Jason.

"Sudah puas, huh? Mari masuk, kau akan menyesal bila melewatkan bagian terbaiknya!" Jason menaikkan sebelah alisnya terhadap perkataan yang baru saja Sheri ucapkan. Ia bertanya-tanya, apakah Sheri sedang menggodanya? Atau ia tidak bermaksud sepertu itu?

"Aku tak mengerti?" Jason lebih terdengar seperti bertanya dibandingkan menyatakan pikiran.

"Oh, ayolah Jason! Ini pesta! Apa kau tak mau berdansa denganku?" Jason terlihat sedikit kecewa dengan jawaban itu, ia mencoba menenangkan pikirannya untuk tidak berpikir macam-macam saat kedatangannya ke sini hanyalah untuk ...

"Jason, apa lagi yang kau pikirkan? Ayo masuk!" Dengan itu, ia tersenyum kepada Sheri lalu menggandeng tangan Sheri dengan tangan kanannya. Saat mereka mulai berjalan masuk, Jason meraba atasan celana bagian belakangnya untuk memastikan bahwa benda itu masih ada di sana. Dan ya, pistolnya masih bertengger di celananya.

Jason mengelilingkan pandangannya saat ia sudah masuk ke dalam rumah Sheri. Ia memerhatikan setiap detail rumah Sheri yang sudah dihiasi berbagai macam benda kelap-kelip yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Tak ada satu pun lampu rumah yang dinyalakan, satu-satunya penerang di dalam rumah itu hanyalah beberapa lampu disko yang digantungkan secara tersebar di seluruh ruangan, membuatnya sedikit sulit untuk menemukan sesuatu yang ia cari.

Sheri mengajak Jason untuk menghampiri meja bundar bertutupkan alas berwarna putih untuk mengambil segelas minuman.

"Ini untukmu, ayahku sudah membeli bir istimewa hanya untuk pesta ini." Sheri mengangkat sebuah gelas kaca berisi cairan berwarna kuning ke hadapan Jason. Seketika tercium aroma khas minuman beralkohol di hidung Jason.

"Aku tidak minum." Ia menjawabnya dengan segera. Bila malam ini ia mabuk, rencananya akan gagal total.

"Ah, ya aku baru ingat bahwa kau mengemudi. Dengar-dengar, alkohol di dalam minuman ini sangatlah tinggi. Baguslah bila kau tak akan meminumnya, tapi aku tak akan meninggalkan kesempatan ini." Sheri mengedipkan sebelah matanya, lalu meneguk minuman itu perlahan-lahan, ia merasakan sensasi panas di tenggorokannya saat menelan bir mahal itu.

Good job, Sheri.

"Sheri, mengapa aku belum melihat kedua orang tuamu?" Jason menggeserkan pandangannya ke sana ke mari untuk melihat Tuan dan Nyonya Dawton.

"Ayah dan ibuku ada di lantai dansa. Terdengar keren memang orang setua mereka masih lincah menari-nari." Sheri mulai membicarakan yang tidak-tidak, ia mulai berani membicarakan kedua orangtuanya sendiri. Ia tertawa tidak jelas di akhir kalimatnya.

"Sheri ... apa kau mabuk?" Jason mengangkat dagu gadisnya itu agar ia melihat ke arahnya.

"Oh tidak, sayang. Aku baru minum satu gelas saja." Lagi-lagi, Sheri bertingkah aneh dengan menderlingkan matanya, menunjukkan bahwa ia sudah mabuk.

"Sheri, aku meninggalkan sesuatu di mobil. Aku akan mengambilkannya untuk ayahmu. Aku minta kau duduk di sini untuk menungguku." Jason menuntun kekasihnya itu untuk duduk di atas kursi yang sudah disediakan di dekat meja.

"Oh, baguslah, sekarang kau menyuruhku untuk melakukan apa saja yang kau mau, huh?"

"Sheri, kau sedang tidak sehat, kumohon tunggulah aku di sini sebentar saja." Tanpa menunggu persetujuan kekasihnya, Jason kembali menuju mobilnya untuk mengambil seikat bunga mawar hitam yang sudah ia bawa.

Namun, sebelum ia kembali ke dalam, ia menelepon seseorang yang nomornya tak ia simpan. Jason menggenggam bunga itu di tangan kirinya dan telepon genggam di tangan kanannya. Setelah telepon itu terangkat, ia mendekatkan teleponnya ke telinga kanannya.

"Apa semuanya sudah siap? Pastikan jangan sampai ada yang tertinggal." Walaupun tak akan ada yang mendengarnya karena ia berada di dalam mobil, namun Jason masih mengecilkan suaranya, sepertinya ia tak ingin didengarkan bahkan oleh nyamuk sekalipun.

"Semuanya sudah siap, bos. Tempatnya sudah diatur sedemikian rupa. Dua kursi saling berhadapan satu sama lain, betul?" Jason menganggukkan kepalanya walaupun lawan bicaranya tak bisa melihat ia melakukan hal itu.

"Aku berharap banyak padamu. Kami akan segera datang ke sana. Pastikan bahwa tempat itu tidak bisa diraih oleh siapapun kecuali kami. Hari ini adalah hari spesial untukku, kuharap kau mengerti privasiku."

Bersambung

DENDAM (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang