Dua

47 4 1
                                    

Matahari menampakkan diri sekitar pukul sepuluh, bertepatan dengan jam istirahat yang selalu dinanti. Selama dua puluh menit seisi kelas dapat lepas dari ketegangan dan rasa membosankan.

Andean adalah salah satu penikmat jam istirahat. Ia akan menampakan diri di kantin atau ikut bermain basket di lapangan, apapun asal bisa membuatnya lupa atmosfer membosankan selama jam pelajaran.

Namun kali ini, ia duduk terpekur di bangkunya. Keningnya mengerut, kedua tangannya terlipad di dada, punggungnya bersandar di kursi. Beberapa anak kelasnya yang lewat, memandanginya, tak sedikit dari mereka berkomentar.

"Tumben lo di kelas."

Andean membalasnya dengan cengiran dan kalimat, "Iya, lagi males gue." Setelahnya ia akan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Beruntung hari ini temannya yang paling berisik tidak masuk sekolah, Risa juga sedang ke kantin dengan anak perempuan yang lain. Kalau saja 2 orang itu ada di dekatnya saat ini, mereka tidak akan membiarkannya diam.

Gue juga gak pernah lihat lo.

Kalimat gadis yang ditemuinya tadi pagi entah kenapa sedikit mengganggu Andean. Ia tidak bisa tidak percaya pada kata-katanya, gadis itu jujur. Tapi tetap saja, ada sesuatu yang salah. Entah dari dirinya, atau mungkin dari gadis itu sendiri.

"Dean, itu ayam geprek bisa terbang lagi kalau dikacangin. Woy!"

Andean mengerjap, terkejut melihat Risa yang tiba-tiba sudah berdiri di dekat mejanya. "Sejak kapan lo berdiri di situ? Bikin kaget aja."

Risa melotot padanya, "Gue udah manggil lo dari tadi. Mikirin apa sih?"

Cowok itu memperlihatkan gigi-giginya. Ia melirik ayam geprek di atas meja.

"Wah, baik emang lo. Makasih ya," ucapnya sok imut. Risa memutar bola matanya, bergegas kembali ke mejanya. Es pisang ijonya sudah menunggu.

Andean mengangkat sendok secara perlahan, ia kembali teringat kalimat yang diucapkan gadis tadi pagi. Siapa namanya? Diana? Oh, ya benar, Diana.

Masa dia gak inget pernah ketemu cowok mempesona kaya gue?

Dengan perasaan mengganjal ia mulai melahap ayam geprek yang sambalnya merah mencolok itu. Ternyata perutnya lapar.

***

Jam terakhir adalah jam paling menyiksa. Menurut Andean, pelajaran terakhir hari ini membuatnya sakit perut dan ingin ke pergi ke rumahnya secepat mungkin. Modus sih itu. Tapi memang, siapa yang tidak jengkel ketika sedang sakit perut dan diomeli karena memakai baju olahraga. Meski sudah ada surat izin dengan alasan yang jelas, Pak Bagus tetap menyuruhnya untuk menjelaskan ancaman ideologi terhadap kesatuan NKRI. Alhasil Andean maju ke depan kelas dengan wajah pucat menahan sakit di perutnya.

"Nah, makanya lain kali sedia payung sebelum hujan."

Alis Andean bertaut, "kan saya pakai motor Pak, masa harus bawa payung?"

Seisi kelas riuh rendah. Andean yang memasang wajah pura-pura bingung itu masih berdiri di depan.

"Bukan bawa payung, tapi antisipasi." Pak Bagus merapikan buku-bukunya, nada bicara dan wajahnya tampak jengkel dan lelah. Memang siapa yang tidak lelah di jam terakhir?

"Sudah, kamu boleh duduk."

"Makasih Pak," ujar cowok itu dengan satu anggukan sopan. Andean kembali ke bangkunya.

GRAVITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang