Diana berdiri di depan cermin sekali lagi, jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit. Ia menyisir rambutnya dan memastikan tampilannya cocok untuk pergi menjenguk seseorang.
Iya, hari ini Hari Sabtu, sekolah libur dan ia berencana menjenguk adik Andean bersama Risa dan Dimas. Sejujurnya Diana masih tidak tau harus memasang wajah seperti apa di depan Andean, hanya dengan mengingat namanya saja kepalanya akan mereka ulang kejadian kemarin siang. Ia akan mengingat lagi atmosfer ruang UKS yang hening itu. Ah, Diana masih malu, ia benar-benar ingin meninju wajah cowok itu sampai berkeping-keping.
Sekitar sepuluh menit kemudian Diana turun dengan blus longgar berwarna pink pucat, celana putih panjang, dan sepatu converse merah. Tas kecil sudah menggantung di bahu kanannya, satu tangannya memegang ponsel yang menyala dan menampilkan notifikasi.
Risa
Gue sama Dimas udah di depan.Setelah pamit pada mamanya, Diana keluar dan mendapati mobil Ford hitam terparkir di depan rumahnya.
Kaca jendela penumpang terbuka, "Ayo, Dii, keburu siang," Risa berseru dari dalam.
Diana buru-buru masuk mobil, ia duduk di belakang. Menyapa dua orang yang lebih dulu ada disana. "Maaf bikin repot harus jemput segala," katanya.
Risa menoleh dari kursinya, "sans, mobil Dimas bensinnya kaya film marvel."
"Hah," Diana mengerutkan dahi, "maksudnya?"
"Infinity, hahahah!"
"Haha,"
Sejak kapan Risa jadi receh?
Mobil mulai meninggalkan komplek rumah Diana. Musik mengalun keras, Risa sibuk menyanyi seenaknya sampai membuat Dimas mematikan tape tapi setelah usahanya yang kelima cowok itu menyerah.
"Ade Andean di rumah sakit sejak kapan?" Diana memulai percakapan saat lagu ballad terputar.
Matanya menatap ke depan, menunggu jawaban. Ia memajukan tubuhnya ke celah antara kursi supir dan kursi penumpang.
"Gak tau sih kapan pastinya, Dean gak suka cerita. Dia kadang baru bilang pas adenya keluar rumah sakit." Jawab Dimas.
Kepala Diana mengangguk, "kita gak bakal beli sesuatu gitu?"
"Udah kok, itu kantong yang di sebelah lo isinya buah melon sama pepaya buat Dinda."
Diana mendekatkan kepalanya ke sebelah kiri. "Nama adenya Andean, Dinda?"
Risa mengangguk kecil, "namanya Adinda, dipanggil Dinda," jelas gadis cantik yang rambut panjangnya dikucir tinggi itu.
Setengah jam, mobil Dimas baru sampai di temat parkir runah sakit. Diana turun dengan kantong plastik berisi buah di tangannya.
Dimas berjalan di depan Risa dan Diana, sampai di lobi rumah sakit terlihat Andean bersandar di dinding sedang memperhatikan arloji di tangan kirinya.
"Dean!" Seru Dimas menghampiri temannya.
Senyum Andean terlukis ketika matanya bertemu dengan milik Diana. Cowok itu menghampirinya.
"Hai Dii,"
"H-hai," Diana menurunkan pandangannya, ia gugup. Jantungnya tiba-tiba berdetak keras, otaknya memutar memori kemarin. Kini matang sudah kedua pipi Diana.
Andean mundur, membuat jarak renggang diantara mereka. Sementara Diana sibuk menenangkan diri.
"Ayo, Dinda udah nungguin di atas."
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY
Teen FictionMau tak mau Diana harus menerima kenyataan kalau Andean berhasil memikatnya dalam sekali pandang. Selanjutnya, gadis itu diberi kemampuan untuk melacak tempat tergelap dalam hati cowok itu. Diana tak peduli apapun lagi ketika Andean pertama kali me...