Baru saja aku merasa ingatanku akan kembali. Aku terkejut ketika tiba-tiba cowok beralis tebal itu mengguncang tubuhku. Elbrus William. Aku tak dulu menanggapi kehadirannya. Kutekan dada yang belum berhenti berguncang. Mengatur nafas, lalu sesekali membiarkan angin dingin menerpa.
“Tidak baik sendirian kalau kamu punya penyakit seperti ini.” Komentarnya. Elbrus meletakkan kedua tangannya pada pembatas balkon. Menatap pohon-pohon pinus itu tajam, padahal raut dikening jelas menggambarkan ia mengkhawatirkanku.
“Penyakit?” aku nyaris tertawa. Baru kenal dan dia sudah sok tahu. “Aku sehat dan merasa super baik sekarang. Hanya ingatanku yang belum kembali.” Dan itu semua gara-gara kau, Elbrus William.
Dia hanya diam. Aku jadi bingung kenapa terkadang dia usil lalu berkata tak penting hanya untuk membuatku kesal, kadang juga hanya diam dan dingin seperti sifat aslinya. Inikah yang digilai para gadis di sekolah? Cowok aneh ini.
Kucoba tersenyum sambil menepuk pundaknya. “Hey, kenapa tiba-tiba di sini? Bukannya tadi sedang dikerubungi penggemarmu, eh?”
Jangan heran dengan perubahan sikapku padanya. Aku hanya tak ingin memiliki musuh, dan mengalah menjadi temannya adalah hal terbaik. Mengalah ya bukan kalah.
“Aku tidak punya penggemar.”
Huh, sok merendah. “Oh, begitukah? Jadi cewek-cewek yang bersorak tadi siapamu?”
Elbrus menggeleng. Yap, hanya menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri, selebihnya ia hanya diam.
“Ada yang bilang kamu itu sosok pangeran di sekolah. Berlebihan banget ya mereka. Masa cowok galak begini dibilang pangeran.” Celetukku bercanda dan reaksi Elbrus William tetap diam. Padahal kuharap ia kesal lalu membalas ejekanku barusan.
Aku jadi bingung menghadapinya.
“Pasti yang bilang Sisilia Legnard.” Balasnya setelah sekian detik kami sama-sama terdiam. Detik-detik yang canggung.
“I-iya. Mau aku beri tahu satu rahasia?” dengan misterius begini, kuharap bisa memancing rasa penasarannya lalu bertanya. Tapi Elbrus lagi-lagi membuatku kesal karena ia tertawa sendiri. “Kenapa?”
“Tanpa kamu bilang juga aku sudah tahu.” Dia melanjutkan tawanya setelah memandang rendah padaku.
Me-nye-bal-kan. Kukepal kedua tangan, menahan amarah untuk tidak mengacak-acak rambutnya yang tersisir rapi.
“Sok tahu! Sok tahu!” sorakku membuatnya menggeleng-gelengkan kepala.
“Tentu aku tahu, kamu mau bilang kalau sebenarnya Sisilia Legnard menyukaiku, kan?” ia mengangkat sebelah alisnya, menambah kesan angkuh. “Terbaca dari ekspresimu. Dasar—“
“Dramatis!” sambarku cepat. “Aku curiga kalau kamu dan Nicobar Windsor itu sebenarnya saudara. Kata-kata dan pemikiran kalian tentangku mirip.” Walau kuakui kata-kata itu sebagai pengalihan pembicaraan, tapi dalam hati aku mengutuk diri bertindak sedramatis ini. Ekspresiku padahal kan biasa saja. Mungkin.
“Apa kamu bilang? Nico—Windsor?” lagi-lagi Elbrus William tertawa sekilas, ia membuang muka dengan ekspresi kesal. “Jangan pernah sama-samakan William dan Windsor karena keluargaku tak pantas disamakan dengan Windsor. Kamu perlu banyak tahu sebelum berbicara, Averna.” Tegurnya dengan penekanan di akhir.
“Kenapa?”
“Karena itu bukan urusanmu.” Jawabnya sangat cepat. Ia memecahkan rekor tercepat karena sebelum ini balasan darinya selalu membutuhkan waktu lama. “Kenapa para cewek selalu cerewet sih!”
Aku mendesis kesal. “Tidak juga, buktinya Sisilia Legnard, pacarmu itu orangnya kelihatan penurut.”
“Ck! Sisilia Legnard bukan tipe seperti itu, dia hanya patuh dan memenuhi aturan. Dan hal penting lain yang perlu kau ketahui, dia bukan dan tidak akan jadi pacarku!” Elbrus menatapku tajam dari ujung matanya yang menyipit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kingdom Legend
FantasyKalau tidak ada lagi yang bisa dipercayai di dunia ini, maka masih ada satu yang harus kau yakini. Dirimu sendiri. Perkenalkan, namaku Alline Hemsworth. Kuharap kau tidak kesal padaku, iri pada Sisilia, ingin menjitak Nicobar, atau jatuh cinta pada...