Malam ini aku kembali dipusingkan dengan jati diri. Sejauh ini tidak ada tanda-tanda tentangku maupun Sheila—perempuan yang hilang itu. Hanya bongkahan mimpi atau ingatan yang samar. Itu pun hanya sekilas lalu membuat kepalaku pusing saja.
Kubuka jendela yang langsung disambut angin malam yang dingin. Pohon persik juga belum berbuah. Daun-daunnya terlihat kering. Jangankan berharap akan ada buah yang tumbuh besok, kuncup-kuncup daun muda di ujung saja tidak terlihat. Pohon yang malang. Dia sama sepertiku.
Mendadak aku memikirkan Nicobar Windsor. Cowok gila yang memanjat pohon ini malam-malam. Di waktu ini juga ...
“Pssst!”
Kali ini kututup mata, membiarkan angin-angin itu menerpa wajah. Kulitku menggigil pelan. Suara-suara malam mulai kurasakan.
“Averna! Hey, ini aku!”
Kututup mata semakin erat, sambil mencengkram pinggiran jendela. Ingatan itu muncul kembali. Aku tidak akan membiarkannya menjadi samar. Aku harus tetap terjaga dan melihat semuanya. Walaupun kini, panggilan-panggilan dari suara Nicobar Windsor semakin terdengar. Mungkinkah dia ada hubungannya dengan aku yang sebenarnya?
“Hey bodoh!” kepalaku diketuk. Aku segera membuka mata dan mendapati Nicobar sudah ada di hadapanku—memanjat lagi.
J-jadi, tadi itu bukan ingatanku?
“Nico—uh, cepat masuk!” buru-buru kubuka jendela lebih lebar lalu mundur untuk memberinya ruang. Aku hanya terkekeh sementara Nicobar Windsor menatapku kesal.
Nicobar Windsor lalu menghidupkan perapian sedang kami duduk di depannya, bersandar pada ranjang. Ia mulai rewel dengan minta dibuatkan susu coklat. Lalu tak ketinggalan untuk meributkan masalah tadi.
“Salah sendiri muncul tiba-tiba! Lagi pula aku sedang mengingat sesuatu tentang diriku. Selama ini belum juga ketemu.” Balasku murung.
Nicobar hanya menghembuskan nafas beratnya. “Aku juga, masalah Sheila belum ketemu titik terangnya ...”
Nah, kali ini aku merasa bersalah karena belum sama sekali membantu Nicobar Windsor untuk meneliti cewek hilang itu. Sedikit kaku kutatap Nicobar Windsor yang kini mengerutkan kening. Ia menatap perapian dengan tajam, seolah memikirkan sesuatu.
“Nico, aku—“
“Aku sudah mendengar dari beberapa orang kalau Sheila orang yang tertutup. Ia bahkan jarang muncul saat jam bebas, makanya aku sulit menemuinya. Kata beberapa cewek yang kutanya, Sheila itu banyak yang benci. Mungkin ia dijauhi gara-gara lotre itu.”
Aku menunduk, mencoba mengerti bagaimana beratnya nasib gadis itu. “Maaf, aku mengecewakanmu.”
“Untuk apa?”
“Karena belum bisa membantu banyak menemukan Sheila.”
Nicobar Windsor terkekeh pelan sambil meremas rambutnya. “Aku juga belum melakukan apapun. Terima kasih untuk niat membantuku, Averna.”
Kusenggol lengannya pelan. “Apapun demi sahabat, kan?”
“Whoa, jadi aku ini sahabatmu?” celetuk Nicobar Windsor, membuatku kikuk sejenak.
Ini tidak berlebihan untuk menganggapnya sahabat, kan? “I-iya, kenapa?” tanyaku ragu, ia tertawa semakin keras.
“Benar juga, tapi kita memang sedekat itu untuk dibilang sahabat. Terima kasih lagi ya!” ia menjitak kepalaku. Dasar!
Kami mulai membicarakan rencana-rencana baru tentang penyelidikan Sheila. Nicobar Windsor mulai akan menyelidiki keluarga Sheila ketika libur ujian tiba, dimana siswa-siswi boleh keluar dari sekolah dan asrama. Lalu aku akan rajin bertanya tentang Sheila kepada cewek-cewek bahkan guru dibeberapa kesempatan. Semoga ini juga berdampak baik pada ingatanku. Kalau pun tidak, aku senang bisa membantu sahabatku.
![](https://img.wattpad.com/cover/17921496-288-k306341.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingdom Legend
FantasyKalau tidak ada lagi yang bisa dipercayai di dunia ini, maka masih ada satu yang harus kau yakini. Dirimu sendiri. Perkenalkan, namaku Alline Hemsworth. Kuharap kau tidak kesal padaku, iri pada Sisilia, ingin menjitak Nicobar, atau jatuh cinta pada...