8

1.7K 99 4
                                    

Aku lelah, penat menjalani hidup seperti ini. Merasa terjebak dan salah karena ada di raga ini. Semua hal jahat, kebaikan itu omong kosong, hanya berujung pada kasihan. Ingin jadi putri, tapi hanya bisa jadi duri.

Kemana aku harus lari lagi?

Jam 4 pagi. Aku mengatur nafas yang keluar berombongan. Membuat dadaku naik turun pun keringat di dahi yang mengucur deras. Setelah agak tenang, kutangkup wajah dengan kedua tangan. Kepalaku pening sekali. Akhir-akhir ini, pikiran-pikiran dan suara dalam kepalaku muncul begitu saja. Suara yang lembut tapi menakutkan. Aku tidak tahan lagi.

Karena sudah terbangun seperti ini, aku tidak bisa tidur lagi. Bangun, kuambil air lalu meneguknya beberapa kali. Kulihat keranjang kue keberuntungan di atas meja. Kosong. Lalu perapian bekas tadi malam juga sudah padam. Aku mestinya ketiduran. Baik sekali Nicobar Windsor merapikan semuanya.

Semoga saja dia tidak berbuat mesum selagi aku tidak sadar.

            ***

Aku berjalan santai menuju gedung sekolah. Tadi cewek-cewek di asrama sempat loncat-loncat lalu menjerit kesenangan. Katanya selama sebulan ini, sekolah membebaskan pertemuan antara cowok dan cewek. Alasannya karena mengurus festifal sekolah sebentar lagi. OSIS cewek dan cowok akan bergabung.

Kulihat di bangku-bangku mulai terisi pasangan. Di dekat lampu taman juga ada yang bermain. Belum lagi mereka yang sengaja berkumpul lalu berpoto bersama. Asyik sekali. Andai hari yang indah ini ada Sisilia Legnard di sampingku, pasti tidak akan membosankan. Sayang, gadis itu sibuk dengan OSIS-nya. Elbrus William juga. Satu-satunya orang yang bisa kutemui pasti Nicobar Windsor. Tapi dia juga sibuk menjalankan rencananya ke luar sekolah untuk mencari tahu tentang Sheila. Pasti.

Kuputuskan untuk berkunjung saja ke perpustakaan sekolah. Membujuk Pak Bastian lagi mungkin pilihan terbaik.

“Mau apa lagi?” ucapnya ketika aku baru menjejakkan kaki di sana.

Aku tertawa kecil, lalu mengambil sapu dan lap kain. Bersih-bersih di mulai. Tapi, sekeras apapun aku berusaha untuk mencari perhatiannya, Pak Bastian tidak peduli. Sepertinya membersihkan perpustakaan saja tak cukup.

Aku keluar. Pak Bastian kali ini lebih minat melirikku. Mungkin senang karena berpikir aku sudah menyerah.

Tidak, tidak secepat itu. Aku berlari ke koperasi sekolah lalu membeli beberapa karton dan spidol warna. Tak lupa kertas warna-warni dan bubuk sinar. Lem, gunting, pita, tak ada yang ketinggalan. Setelah selesai aku kembali lagi ke perpustakaan.

Pak Bastian melotot dan sempat berdiri melihatku membawa banyak barang. “Kali ini mau apa? Astaga!” Pak Bastian menggaruk bagian belakang kepalanya.

“Pasti menyenangkan kalau perpustakaannya ramai, Pak.” Ucapku sekenanya.

Aku mulai menggunting karton dengan berbagai bentuk. Bentuk hati, kupu-kupu, kotak-kotak, dan banyak lagi. Kuambil yang bentuk hati lalu menuliskan kata-kata di sana.

Pinjam buku minimal 3 boleh dikembalikan kapan saja, tanpa biaya denda!!!

Kutaburkan bubuk sinar di atasnya. Lalu tak lupa menempelkan pita-pita di ujung karton. Kuambil lagi karton yang lain dan menuliskan beberapa promo.

Peraturan dilarang membawa makanan ke dalam DIHAPUS!!!

“AVERNA!!!” teriak Pak Bastian tak terima dengan apa yang baru saja kutulis. Dadanya naik turun. Aku tertawa-tawa, membuatnya makin kesal.

“Bapak tidak boleh protes! Kan aku boleh melakukan apa saja, ingat?” bicara begitu membuat Pak Bastian menghela nafas berat, menyesali kata-katanya. Alhasil dia berwajah pasrah, duduk di meja kerjanya lagi.

Kingdom LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang