“Kita bisa laporkan ini pada guru kesiswaan, Averna.” Ujar Sisilia Legnard berkali-kali. Kali ini dia terus menggandeng tanganku hingga tiba di depan pintu kamar.
“Aku baik-baik saja kok. Ini sudah sore, aku masuk duluan ya?” pamitku. Sisilia Legnard hanya mengangguk tanpa berkutik lagi.
Kututup pintu. Tanpa berniat mandi atau ganti baju dulu, aku langsung mendudukan diri di pinggiran ranjang. Kalau biasanya kuhidupkan perapian, kini kubiarkan dingin menemani. Salah satu dan hanya satu fokusku saat ini adalah binder Sheila.
Tidak ada yang aneh. Aku hanya mendapat jawaban kalau Sheila itu suka memasak. Banyak sekali resep-resep makanan di sini. Mungkin ada beberapa juga yang ia bikin sendiri. Kreatif. Pantas saja Pak Cody mengaku dekat dengannya. Mereka berdua sama-sama suka masak.
Tapi—oh, tunggu lihat yang ini. Di bagian pertengahan buku ini. Ini tidak terlihat seperti resep makanan atau tips-tips lainnya. Tulisan ini ... aku tidak mengerti maksudnya. Ditulis dengan huruf yang aneh tapi masih bisa di baca. Bukan, ini bukan tulisan Sheila.
Kucoba meraba kertas tulisan tadi. Teksturnya berbeda dengan kertas di dalam binder Sheila. Lebih kasar dan timbul. Ketemu! Kucoba melepaskan tempelan kertas itu. Perlahan agar tidak sobek. Dan ... ada catatan lain di baliknya.
Tadi malam aku bermimpi, bertemu ibu. Aku sebenarnya tidak yakin karena nenek juga tak pernah menunjukkan bagaimana sosok ibuku. Yang kutahu hanya, aku ingin bertemu dengannya, dan ketika aku bertemu sosok itu dalam mimpi, aku yakin itu ibu.
Dia menyuruhku melakukan ini. Dia tahu kelamnya kehidupanku selama ini. Dia juga yang memberiku setitik cahaya kebahagiaan. Aku sungguh ingin menghilang saja lalu bertemu dengannya.
Aku terdiam beberapa lama. Masih bingung dengan maksud dari tulisan Sheila yang satu ini. Setelah aku menduga-duga, kepalaku mendadak sakit. Pening sekali. Rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum. Belum lagi pandanganku, dunia seakan berputar hebat.
Hentikan! Ini sungguh membuatku mual. Semakin lama semakin buram. Gelap.
***
“Cewek macam apa sih dia ini!” keluh suara yang tak jelas, tapi aku yakin mengenalinya.
“Berisik! Sana keluar dan temui penggemar bodohmu itu. Mengganggu saja!” balas suara yang tak jelas juga.
Aku membuka mata perlahan. Punggungku seakan tak bertulang hingga bergerak saja sulit. Kutelusuri suara-suara tadi.
“Hey! Kalian bisa membuat Averna jadi tidak sadar-sadar tahu!” kalau yang ini suara Sisilia Legnard. “Ahh! Averna sudah bangun?” ucapnya terkejut saat mendekat dan membawa secangkir teh berasap.
Nicobar Windsor ada di sampingku, duduk di ranjang dan kini malah memelukku erat. Hampir saja nafasku habis kalau Elbrus William tidak segera menyelamatkanku. Mereka lagi-lagi bertengkar dengan saling menjepitkan kepala di ketiak. Seperti anak kecil saja.
“Minum teh dulu, Averna.” Sodor Sisilia Legnard dengan senyum yang kurindukan. Ya ampun, aku belum bisa cerita apa pun padanya setelah banyak kejadian kulewati. Sahabat macam apa aku ini?
“Kenapa kalian berkumpul di sini? Tidak belajar?” aku baru sadar beberapa detik setelah meminum teh darinya. Duh, lelet sekali otakku.
Sisilia Legnard menggeleng pelan. “Sehari izin tidak apa-apa, kan? lagi pula ada teman kami yang sakit di sini.” Ucapnya membuat hatiku terenyuh. Berlebihan memang, tapi buatku tidak. Perhatian seperti itu rasanya jarang kudapat.
Sisilia lalu beranjak ke dapur, ada satu panci yang beruap di sana. Sepertinya melanjutkan masak. Sementara Nicobar dan Elbrus menghentikan pertengkaran mereka, aku coba bangkit dari kasur.
![](https://img.wattpad.com/cover/17921496-288-k306341.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kingdom Legend
FantasyKalau tidak ada lagi yang bisa dipercayai di dunia ini, maka masih ada satu yang harus kau yakini. Dirimu sendiri. Perkenalkan, namaku Alline Hemsworth. Kuharap kau tidak kesal padaku, iri pada Sisilia, ingin menjitak Nicobar, atau jatuh cinta pada...