Berlari-lari, aku keluar kelas mendahului yang lain untuk ke perpustakaan. Ajaibnya, walau aku sudah merasa orang pertama yang datang ke sana, ternyata sudah ada sepuluh pasang sepatu di rak sepatu depan perpustakaan. Wajar, berkat usahaku waktu itu sekarang malah ramai sekali yang datang.
“Pak Bastian!” seruku saat membuka sepatu lalu masuk begitu saja.
“Hey! Kenapa lama sekali tidak kemari?” satu kalimat yang tadinya kukira tidak mungkin Pak Bastian ucapkan.
Aku tertawa saja. dia lalu meninggalkan dua orang murid yang tadi meminta bantuannya. Kami duduk di salah satu meja panjang di paling pojok.
“Mau menagih janji, huh?” tebak Pak Bastian. Aku langsung mengangguk semangat.
“Tapi kali ini pertanyaannya berganda! Soalnya kan sudah lewat dari waktu yang seharusnya!” Pak Bastian tertawa renyah sambil mengacak-acak rambutku.
“Baiklah, aku akan jawab setahuku saja ya? Silahkan.”
Mulailah pikiranku beradu di dalam otak. Kira-kira mana dulu yang mau kutanyakan? Semuanya penting. Tentang Sheila, Big L, Legenda dan penjara Abyss, lalu ... aku.
“Yang pertama, tentang Sheila dulu. Apa yang Pak Bastian ketahui tentang gdis yang hilang itu?”
Pak Bastian mengguman sebentar. Raut wajahnya kembali seperti saat pertama bertemu dengannya. Datar.
“Sheila itu sama sepertimu.” Buka Pak Bastian. Kalimat tak asing yang selalu dibilang orang-orang terhadap Sheila untukku. “Dia dulu juga satu-satunya siswa yang datang ke perpustakaan. Bedanya, dia sedikit lebih pendiam. Aku suka membantunya mengambil buku-buku yang tinggi. Atau mencarikan buku yang ia mau.”
“Dia selalu datang ke sini?”
Pak Bastian mengangguk. “Ya. Tepatnya setiap jam bebas. Buku-buku yang ia pinjam tak lain adalah buku memasak, tentang buah dan sayur, juga sejarah.”
“Sejarah?” aku jadi ingat kata-kata Nicobar tadi malam. Tentang Big L yang dapat mengubah sejarah hingga ia dipenjara di Abyss.
“Iya, sejarah tentang negeri ini. Biasanya dia juga suka membaca buku-buku tentang legenda. Aku suka melihatnya tengah serius menatap buku-buku itu. Ia seperti hanyut saja di dalamnya.” Kenang Pak Bastian.
“Legenda apa? Negeri ini punya legenda?” aku semakin penasaran.
Pak Bastian mengerutkan keningnya. “Kukira kau hanya ingin tahu tentang Sheila?”
“Ya, siapa tahu ada hubungan dengan hilangnya dia, kan?” kukulum bibir secepat mungkin. Apa Pak Bastian terganggu karena pertanyaanku banyak sekali ya?
Ia malah menghela nafas panjang. “Aku juga sempat berpikiran yang sama. Legenda jika dikaitkan dengan hilangnya Sheila harusnya ada hubungan. Ada kemungkinan juga di sana. Tapi legenda itu hanya dongeng lama, kan? itulah yang polisi bilang padaku dulu. Hilangnya Sheila adalah semata-mata karena dia memang menghilang.”
Aku sempat terkejut mendengar ini. Pak Bastian, dia sudah berusaha keras juga mencari Sheila. Aku tidak tahu kalau guru yang kukira tak mengenal emosi ini juga pernah merasa kehilangan. Sheila itu pasti istimewa, kan? gadis yang misterius. Aku jadi ingin mengenalkan lebih dekat.
“Sayang sekali. Jadi, bisa aku tahu legendanya bagaimana?”
Pak Bastian berdiri. Tanpa dikomando kuikuti jalannya. Ia menuntunku ke rak buku yang paling ujung pula. Di atasnya tertulis dengan tulisanku sendiri waktu itu. Kewarganegaraan.
Tangan Pak Bastian meraba tiap deretan bukunya. Ia berulang kali membaca dan pindah ke deret lain. Sesekali ia letakkan tangan itu di dagu, matanya masih mencari. Hingga akhirnya buku tebal bersampul coklat tua diambil. Ia menepuk buku itu sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kingdom Legend
FantasiaKalau tidak ada lagi yang bisa dipercayai di dunia ini, maka masih ada satu yang harus kau yakini. Dirimu sendiri. Perkenalkan, namaku Alline Hemsworth. Kuharap kau tidak kesal padaku, iri pada Sisilia, ingin menjitak Nicobar, atau jatuh cinta pada...