1

7.5K 375 6
                                    



Ririn

Bekerja di salah satu stasiun TV swasta khususnya di program acara yang kami dedikasikan untuk negeri ini ternyata bisa membuat hidupku 50% bahagia. Sisanya masih ada 50% lagi yang mebuatku harus mengejar kebahagiaan itu. Bersama tim yang sudah menemaniku 2 tahun terakhir kami berusaha membuat Indonesia menjadi lebih baik. Membangun sebuah sekolah sederhana lengkap dengan papan tulis, meja, kursi, dan fasilitas seperti perpustakaan mini membuat hidupku setidaknya berguna.

Modal yang kami dapatkan dari perusahaan, pemerintah dan orang-orang yang peduli dengan nasib bangsanya adalah hal yang patut aku syukuri. Setidaknya mereka ikut membantu walaupun tidak ikut bersamaku. Terbang ke daerah-daerah juga setidaknya membuat aku lupa akan kepenatan Jakarta. Ditugaskan seperti ini juga lebih aku suka dibanding di kantor yang pergi dan pulangnya harus bertemu dengan kemacetan ibu kota. Walaupun banyak yang bilang enakan juga ditugaskan di kantor dengan fasilitas lengkap, full AC, dan lain-lain.

Come on, kalian belum pernah merasakan jalan kaki lebih dari 7 km kan? Belum pernah menyebrangi sungai dengan jembatan yang akan roboh jika dilewati 10 orang sekaligus? Dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak kalian dapatkan jika bekerja di ruangan berkubikel dengan fasilitas super lengkap. Jangan pikir susahnya karena ada enaknya juga kok. Bisa keliling Indonesia, makan makanan khas Indonesia yang super enak dan cuma bisa didapatkan di daerah itu dan yang paling penting dapat melihat senyum gembira anak-anak karena sudah bisa membaca dan berhitung. Menang mana sejuknya AC dengan sejuknya suasana asli pegunungan? Yap, 70% jam kerjaku dihabiskan di daerah-daerah dan 30%-nya di kantor.

Karena keasyikan menikmati pekerjaan yang lebih suka aku sebut petualangan itu, sampai-sampai orang terdekatku selalu  bilang, "Rin  mengembara mulu lo jangan lupa sama yang namanya jodoh. Iya sih jodoh memang bakalan datang, tapi kalau nggak usaha juga bagaimana mau datang?"

Jujur sih setidaknya kalau dapat tugas seperti ini mataku tidak gatal melihat sepasang kekasih yang mesra-mesraan di tempat umum dan telingaku tidak budek mendengar pertanyaan, "Belum berencana untuk menikah Rin?"

Seperti hari ini  Ibu memaksaku menemaninya ke acara arisan bareng teman-temannya. Dan seperti dugaanku, pertanyaan yang tak mau aku dengar itu terus keluar dari mulut teman-teman Ibu. Bahkan tawaran dari mereka tak membuatku tergoda sekali pun.

"Rin mau nggak sama keponakan tante? Ganteng lo mapan pula." Aku pun hanya tersenyum, tidak berniat bilang iya ataupun bilang tidak. Kalau tahu gini kan mendingan juga leye-leye di rumah nonton film atau drama korea tapi kalau yang namanya Ibu memaksa aku bisa apa.

"Rin temenin Ibu dong ke arisan di rumahnya Tante Rita." Dengan wajah memelasnya. Yah, siapa yang tahan sih liat wajah wanita yang sudah mengandung dan membesarkan kita dengan susah payah memelas seperti itu?

"Rin besok kita berangkat ke Makassar. Ibu sudah pesan tiket. Kamu juga lagi cuti kan?" Kata Ibu ketika sesendok nasi kebuli buatannya baru saja masuk ke dalam mulutku yang mungil ini, tapi tidak bisa disebutkan mungil sama sekali kalau soal makan memakan.

"Emang ada apaan Bu? Tumben ke Makassar mendadak." Tanyaku dengan nasi yang masih penuh di mulut.

"Jorok ih telan dulu baru ngomong. Sebenarnya sih sudah dari seminggu lalu Tante Ria telepon Ibu katanya si Naila mau mappetuada." Jawab Ibu santai.

"What? Naila udah mau tunangan? Mappetuada itu tunangan kan Bu? Kok nggak ngomong sama aku sih." Ujarku kesal.

"Harus banget yah ngomong sama kamu? Bersyukur dong Naila udah mau dipinang orang dari pada...." Belum sempat Ibu melanjutkan perkataanya aku langsung berdiri karena makananku juga sudah habis.

"Iya deh iya Bu, yaudah aku mau ke atas dulu masukin pakaianku ke koper buat besok."

Oke Rin, selamat mendapat pertanyaan horor lagi di Makassar.

Siap 86!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang