11

2.8K 197 0
                                    

Ririn

Perasaan yang semakin menjadi-jadi sejak aku dan Mad kembali dekat. Kadang aku berpikir kenapa hatiku terlalu mudah terbawa perasaan? Aku terlalu mudah memberikan hatiku padahal bekas luka yang dia berikan saja belum sepenuhnya pulih.

Sampai aku baru sadar. Apakah Mad punya rasa sama aku atau tidak? Teringat kembali ketika di SMA, waktu itu Widia menanyakan ke Mad apakah dia punya rasa ke aku atau tidak dan kalian tahu apa jawaban Mad? Aku ingat sekali jawabannya waktu itu. "Gue nggak punya rasa ke Ririnlah. Dia mah sahabat terbaik gue." Ah, mendengar itu rasanya aku kasihan sekali. Terlalu berharap.

Banyak yang bilang bukan jatuh cinta namanya jika belum mengenal yang namanya sakit hati. Kalau aku pribadi membenarkan perkataan orang-orang itu. Rasa sakit itu muncul dari orang yang kalian cintai. Jika kalian tidak cinta maka tidak akan ada rasa sakit. Sejujurnya aku tidak mau merasakan rasa sakit itu tapi sepertinya rasa sakit itu akan kembali hadir.

Hari ini aku akan kembali bertemu dengan Mad. Bedanya hari ini aku dan dia seolah-olah bertindak sebagai pasangan di acara pernikahan sahabatku. Yah pernikahan Renata dan Arda. Untung saja pernikahan Renata tepat di hari weekend jadi tidak terlalu mengganggu pekerjaan Mad sebagai aparat negara.

Akad nikah sudah dilakukan tadi pagi. Sekarang kami para bridesmaid dan pasangan akan bersiap-siap untuk acara resepsi. Tak tanggung-tanggung, Renata menyiapkan kamar hotel untuk kami. Aku dan Caca satu kamar, Maudy dan suaminya, sedangkan Mad sama Barry. Bersyukur Mad orangnya cukup friendly. Barry juga tipikal manusia yang gampang akrab sama orang. Jadi sepertinya tak akan ada masalah.

Ini yang sulit berpura-pura sebagai pasangan. Kami barisan bridesmaid sudah siap di belakang sang mempelai. Mudah sekali melihat Maudy dan Caca menggandeng pasangannya karena memang faktanya mereka adalah pasangan. Sedangkan aku?

"Rin kok gue nggak di gandeng sih?" Aku kaget dan bingung. Yah Ririn yang salah tingkah bangetlah. Tanpa permisi Mad langsung mengambil tanganku. "Gini kek." Katanya lagi. Tanganku sudah terlihat cantik menggandengnya dan mungkin sekarang wajahku sudah memerah, untungnya sedikit tertolong karena memang aku memakai blush on. Jatungku? tak usah ditanyakan lagi. Naik turun tak teratur. Waktunya kami tampil. Dengan anggun sang mempelai jalan menuju pelaminan. Aku cukup terharu melihat Renata, akhirnya sahabatku itu menikah dengan laki-laki yang dia idam-idamkan sejak dulu. Selamat berbahagia Renata dan Arda.

"Eh tau nggak kalian berdua tuh jadi pembicaraan para undangan loh, apalagi tamu-tamu yang cewek." Kata Caca. Aku tertawa. "Yah palingan Mad yang jadi pemeran utamanya Ca. Aku mah nggak." Aku menyela perkataan Caca yang mengatakan 'kalian berdua'. Sudah jelas-jelas sejak dulu semua heboh karena Mad.

"Tapi Rin, tadi banyak juga cowok-cowok ganteng sepertinya sih itu kumpulan pengacara dan notaris yang kagum banget sama elo.  Lo sih cantik banget malam ini gue ajah pangling lihatnya." Barry menambahkan.
"Oh jadi sampai pangling liat Ririn." Kata Caca yang sok sok cemburu. Barry tertawa. "Kamu mau gimana pun tetap cantik Ca, luar dan dalam hatimu semuanya terpancar." Bahagia sekali melihat pasangan gokil ini. Semoga kalian berdua cepat menyusul ya. Aamiin.
"Uh so sweet." Gumamku.

Kulihat dari ujung mataku, Mad terus tersenyum. Pantas sekali kalau tamu-tamu wanita klepek-klepek melihat Mad. Malam ini dia mempesona sekali. Dia terlihat gagah dengan seragam batik yang diberikan Renata, mempelihatkan jelas bentuk badannya yang terawat itu. Model rambutnya juga malam ini terlihat berbeda dan lebih rapi.

Kemudian kami foto-foto bersama mempelai. Lalu foto-foto para bridesmaid dan foto berdua dengan Mad. Ada foto yang nembuatku tertegun dan sedikit gugup karena Mad merangkulku dan menatapku kemudian di situ aku tersenyum melihat kamera.

Siap 86!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang