4

4.5K 298 7
                                    


Mad

Hal yang paling gue syukuri dalam hidup ini adalah diberikannya gue kesehatan, keluarga yang menyayangi gue, sahabat-sahabat dan diterimanya gue masuk di Akademi Kepolisian. Akademi yang hanya menerima tiga ratusan orang dari seluruh Indonesia tiap tahunnya. Dan yang paling gue syukuri hari ini adalah gue bisa bertemu dengan dia lagi. Dia, perempuan yang mengisi hari gue selama 3 tahun di SMA. Perempuan yang suka omelin gue kalau tidak mengerjakan tugas. Perempuan yang sering mengganggu gue karena suaranya yang berisik. Tingkahnya yang konyol. Dan merepotkan gue kalau mau kemana-mana. Perempuan yang selalu minta diantar dan dijemput. Pokoknya gue sudah seperti tukang ojek pribadinya.

Khairina Rarasati. Perempuan yang satu-satunya memanggil gue Mad. Gue pernah bertanya kenapa dia memanggil gue kayak gitu padahal Mama dan Papa gue memotong dua kambing untuk memberikan nama gue Aldric. Jawabannya biar dia beda dari yang lain. Tanpa kamu memanggil gitu juga Rin, kamu tuh sudah beda dari yang lain.

Dan tujuh tahun lalu gara-gara pernyataan bego itu, gue kehilangan dia. Sampai ada perempuan ngeselin yang terlambat naik ke pesawat, duduk di sebelah gue, dan tidak sengaja menyenggol lengan gue hingga gadget gue jatuh. Dengan kecepatan kata mengalahkan kecepatan motor yang dibawa Rossi dia meminta maaf, dan di situlah gue baru sadar kalau perempuan berhijab itu adalah dia. Perempuan yang selama ini gue cari.

Mungkin kalian bertanya-tanya, hal apa saja yang sudah gue lakukan untuk mencarinya. Oke mulai dari datang ke rumahnya waktu itu. Kemudian mencari tahu ke sahabat-sahabatnya, memaksa kedua sepupunya yang satu sekolah dengan kami untuk bicara, dan tetap saja hasilnya nihil. Tidak ada yang mau memberitahukan dimana dan bagaimana keadaannya saat itu. Hingga gue harus menempuh pendidikan selama 4 tahun di Akademi Kepolisian, Semarang. Gue pikir gue bakal lupa sama dia seiring waktu tapi nyatanya pikiran gue salah.

Gue mendengar kembali tawanya setelah sekian lama. Tawa yang dulu selalu buat gue kesal karena tidak ada kalem-kalemnya sama sekali jadi cewek. Hingga gue tidak sadar saat kalimat itu keluar dari mulut gue. "Apa kabar Rin? Gue kangen." Mungkin kalian pikir gue gombal, tapi sumpah itu keluar refleks dari mulut gue.

Setelah pesawat yang membuat kami bertemu itu landing di Jakarta, kami menyusuri lorong keluar dari pesawat dan menuju conveyor belt  untuk mengambil bagasi. Diliat dari ekspresinya sih sepertinya dia kaget karena gue terus menempel seperti perangko dan menyerangnya dengan sejumlah pertanyaan, tapi ini cara gue Rin biar kamu nggak pergi dan biar gue nggak kehilangan kamu lagi. Sampai gue tahu ternyata kantor dia tidak begitu jauh dari kantor gue. Jackpot!

Sebenarnya gue sudah punya firasat kalau dia sedang berada di Makassar. Gue dapat kabar dari teman gue kalau sepupunya yang juga teman akrab gue waktu SMA mengadakan acara tunangan. Tetapi sayang sekali gue ke Makassar karena ada pekerjaan, jadi tidak sempat datang. Tetapi gue tidak menyangka sama sekali akan bertemu dengan Ririn di pesawat.

"Rin yang jemput siapa? Bareng gue ajah ya." Kataku menawarkan diri. Dia tersenyum. Aduh banyak senyum mulu nih dia.

"Nggak usah Mad aku udah dijemput sama supir Ayah kok." Tetapi gue nggak kehabisan akal tentunya.

"Oh oke. Rin kapan-kapan kita hang out yah."

Dan dia tersenyum lagi. "Kapan-kapan yah Mad. Kalau gue nggak sibuk soalnya lagi ngerjain deadline nih."

Oke mungkin kalian penasaran kok cara kami ngomong aku-kamu-gue-elo sih? Yah memang gitu kebiasaan kami dari SMA. Ada saatnya kami ngomong gue-elo dan ada waktunya juga kami ngomong aku-kamu. Sampai sekarang gue juga masih bingung kok bisa. Tapi dia pernah bilang gini ke gue. "Lo ngomong pake aku-kamu ke gue itu Mad kalau ada maunya kan? Yah I mean, kalau lo lagi butuh sesuatu kayak bantuin ngerjain tugas gitu."

Gue tertawa. Memang bener sih. Tapi dia kayak gitu juga kok. Ririn malah lebih parah kalau ada maunya manggil gue 'bebeb' atau panggilan yag baik-baiklah. Kelakuan ABG labil sih emang.

"Duluan yah Mad." Gue baru sadar. Ririn sudah jauh berbeda. Suara Ririn tuh sekarang lembut banget. Sekarang juga dia tambah cantik. Cantik banget. Bukan maksud gue bilang waktu SMA dia tidak cantik, tetapi auranya sekarang berbeda dibanding kami SMA.

But apapun itu dia tetap Khairina Rarasati yang gue kenal dan gue sayang. Gue terus memperhatikan dia. Mulai masuk ke dalam mobil sampai mobil yang membawanya pergi jauh. Dan senyumnya yang tidak pernah pudar di pikiran gue hingga detik ini.


Ririn

Sudah seminggu sejak pertemuanku dengan Mad. Tidak banyak yang berubah sejak pertemuan tak terduga itu. Tidak ada pertemuan lagi setelah pertemuan itu. Kesannya pengen ketemu banget yah Rin?

Aku juga tidak berharap apa-apa dengan pertemuan itu. Kalau di drama korea sih anggap saja itu cameo untuk mempermanis jalannya sebuah cerita. Namun tak bisa kupungkiri aku juga rindu dia. Rindu sorot matanya saat dia kaget melihatku di pesawat waktu itu. Tapi apa daya aku cuma sahabat kamu kan Mad?

Siap 86!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang