Chapter 6

62 10 5
                                    

Selasa, 31 Maret 2037
Pasadena, California.
Tebak, berapa lama kami mampu bertahan hidup?

"Gerry, kau bisa mengambil amunisiku."

"Aku ingin satu pistol, maksudku senapan." Aku meminta kepada Nathan.

"Tentu, kau bisa--"

"Berikan saja pistol mainan milik Eric. Jika dia diberi yang asli, mungkin saja akan digunakan untuk bunuh diri." X terkekeh menghina padaku. Sialan! Perkataanya mengingatkanku pada kejadian konyol kemarin. Aku sangat ingin membunuh pria arogan itu.

"Berikan saja revolver milikmu, Nat. Senapan terlalu berat untuknya." Gerry tiba-tiba menyauti.

Nathan mengangguk lalu merogoh tas ranselnya. Memberiku pistol berwarna silver dengan moncong yang terlihat sedikit lebih panjang dari yang ku tahu.

"Jangan lupa mengokangnya nanti, dan arahkan pada musuh." Nathan tersenyum geli padaku. Tidak bisakah mereka berhenti mengingatkanku pada kejadian memalukan kemarin? Rasa-rasanya aku ingin tenggelam saja.

"Dan satu senjata lagi untuk teman gadis bodoh itu." X menunjuk ke arah Bryan.

Seketika ubun-ubunku terasa panas. Aku benci pria arogan itu. "Kau!" Aku mengarahkan telunjukku ke wajahnya. "Bryan terluka, apa kau buta?! Kita harus membantunya untuk berja--"

"Aku bisa berjalan sendiri, Sara," potong Bryan. Aku membalikkan tubuhku. Melihat Bryan yang mulai bisa berjalan dengan leluasa. Bahkan Bryan tengah menggendong Eric di punggungnya. Aku terpaku.

"Cih, virusnya sudah bekerja rupanya." X menatap sinis ke arah Bryan. Aku terdiam,  mendengar perkataan X tadi, seketika rasa bersalah kembali menyergap diriku.

"Bryan, ma--maafkan aku." Aku tertunduk. Seharusnya kata maaf sudah aku ucapkan sejak kemarin malam. Tanpa sadar aku menangis. Tidak! Aku tidak boleh menangis. Aku tidak boleh lemah. Aku harus mampu bertahan demi diriku dan mereka. Sudah cukup Bryan yang terluka karena ulah bodohku. Tidak dengan yang lainnya.

Aku mengusap air mataku kasar lalu menghambur ke pelukan Bryan. Meredam isakanku dengan dada bidangnya.

"B--Bryan, terima kasih." Suaraku terendam oleh kekehan Bryan.

"Tidak apa, bisa kau lepas pelukanmu? Aku tahu tubuhku terasa nyaman untuk dipeluk, tapi kau bisa lihat aku tengah menggendong Eric bukan?"

Aku mendongak menatap wajah Bryan. Benar, ia tengah kesulitan menahan keseimbangan tubuhnya. Aku melepaskan pelukanku seraya terkekeh geli. "Maafkan aku." Bryan menjawabnya dengan anggukan.

"Jadi, apa rencananya sekarang?" Bryan menatap Gerry, X, dan Nathan secara bergantian.

"Seperti yang sudah kita bicarakan tadi malam. Kita akan mengendap-endap menuju rumah Sara kembali, untuk mengambil mobil miliknya agar bisa kita gunakan untuk pergi dari sini," jelas Nathan.

"Makhluk-makhluk itu tidak dapat mendengar, dalam artian indra pendengaran mereka sangat buruk. Namun penglihatan mereka sangat tajam untuk melihat makhluk-makhluk berukuran kecil sekalipun. Itu sebabnya kita harus berhati-hati, mereka sangat sensitif terhadap pergerakan yang asing bagi mereka." Kali ini Gerry melanjutkan penjelasan Nathan. Kurasa ini perkataan terpanjang yang pernah kudengar dari mulut pria dingin itu.

"Baik, ayo kita mulai." X membuka pintu tangga, menjulurkannya ke bawah hingga sekarang dapat kulihat suasana ruangan di bawah sana. Zombie-zombie itu benar-benar bekerja keras mencari kami hingga tempat ini seperti kapal pecah.

X turun terlebih dahulu, menatap sekitar untuk memastikan semuanya aman setelah itu memberi kami aba-aba agar turun satu persatu.

Kami turun, lalu bersembunyi di bawah jendela di samping kanan dan kiri pintu. Nathan dan aku berada di sisi kanan pintu. X, Gerry dan Bryan berada di sisi kiri pintu dengan Eric yang berada di gendongan Bryan.

PursuersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang