Warning!!!
Bacanya harus fokus soalnya pake sudut pandang kedua.
Kalian tau? Ini pertama kalinya saya bikin cerita pake sudut pandang kedua, wkwkwkOk enjoy your time
Minggu, 12 April 2037
Los Angeles, California
Kali ini satu-satunya impianku adalah kematianTaburan awan di atas langit terlihat jauh lebih indah dari pada menatap terus-menerus kehidupan manusia yang kian di ambang batas. Terutama warna kejinggaan akibat pembiasan cahaya dari matahari yang sedikit demi sedikit mulai menurun, membuat suasana sore ini jauh lebih tenang.
Kau duduk di atas meja tepat di pinggir jendela yang menghadap langsung ke taman kota. Melipat kedua kakimu dan melingkarkan tanganmu di sana. Menyimpan dagumu di atas kedua lututmu.
Pandanganmu kosong. Menatap kehidupan di luar sana. Terlihat begitu mewah dan membahagiakan. Mereka hidup dengan sangat nyaman di dalam kota yang sudah terlindungi oleh tembok setinggi 50 meter ini. Tertawa begitu lepas seakan tidak terjadi apapun di luar sana.
Kau terkekeh geli. Tentu saja orang-orang itu dapat hidup dengan nyaman di sini. Mengingat seberapa banyak uang yang mereka miliki mampu membangun tempat seaman ini. Walau kau tahu dari mana mereka mendapatkan uang-uang itu. Dari mana lagi jika bukan dari hasil korupsi? Suap? Memeras? Dan ada lagi yang lebih parah dari itu? Ada. Memanfaatkan orang-orang yang tidak tahu apapun untuk dijadikan sebagai bahan percobaan. Berhasil lalu mereka jual dengan harga di atas milyaran dollar. Pantas Tuhan memberi hukuman seberat ini. Tapi mengapa yang terkena hukuman harus orang-orang yang tidak tahu apapun? Sedangkan mereka 'yang membuat ulah' hidup dengan sangat nyaman di sini. Perlukah kau menjadi ateis saja?
Lagi, kau terkekeh geli. Menyadari kekonyolan hidup ini yang tidak ada habisnya.
"Sara." Seseorang memanggilmu. Kau mengabaikannya. Matamu tetap tertuju ke luar sana seolah tengah menunggu sesuatu. Berharap semoga ada satu saja makhluk-makhluk itu berhasil masuk ke sini mungkin? Agar makhluk itu dapat menginfeksi orang-orang yang ada di sini. Orang-orang yang dengan bodohnya berpesta di saat di luar sana begitu banyak orang yang tengah berusaha mempertahankan hidupnya. Miris.
"Kupikir kau kabur." Mendengar ucapan dari orang itu, seketika kedua sudut bibirmu terangkat. Tersenyum dengan sinis dan miris.
"Kabur? Ke mana?" tanyamu terdengar pilu.
Orang itu menghela napas lelah. Ia melangkah mendekati dirimu yang masih betah menatap ke luar sana. Duduk di hadapanmu lalu terdiam sebentar sebelum berujar, "Kau tidak mau menikmati pesta atas kelahiran bayi dari wali kota?" tanyanya tiba-tiba.
Lihat, kelahiran satu bayi, mereka berpesta begitu meriah mengabaikan berjuta-juta nyawa yang melayang di jam, menit, dan detik yang sama.
"Aku tidak mau terlihat menjijikan," sarkasmu.
Lagi-lagi orang itu menghela napas lelah. "Baiklah, aku akan menemanimu di sini," katanya. Kau hanya diam, tidak mengangguk maupun menggeleng. Toh juga bagimu itu tidak penting. Terserah orang itu mau di mana saja, bukankah tempat ini miliknya, 'kan?
Terjadi keheningan beberapa saat. Tidak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun antara kalian berdua. Hingga sederet ingatan melintas dalam pikiranmu. Tersusun menjadi sebuah pertanyaan yang ingin kau ajukan.
"Alex, bagaimana aku bisa sampai di sini?" Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari bibir ranummu.
Seseorang yang dipanggil Alex olehmu tadi terdiam, tampak menimang-nimang sesuatu.
"Pasukan Neurox menemukanmu di dekat perbatasan kota Los Angeles. Mengambang di atas sungai," jawab Alex.
Kau terdiam sebentar, lalu kembali bertanya. "Bagaimana dengan teman-temanku? Kau menemukannya?" tanyamu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pursuers
Science FictionHighest rank : #68 Science Fiction 30 Maret 2018 #53 Science Fiction 1 April 2018 #47 Science Fiction 2 April 2018 Aku rasa Tuhan sudah lelah. Mengurusi kehidupan kami, mungkin benar, Dia sudah lelah. Dan ini hukuman untuk kami. Mati dicabik-cabik...