Biar Nggak Ketilang

14 5 0
                                    

"Kalian ini murid baru, kenapa berantem mulu, sih?" Bu Aline, selaku guru BK langsung melihat sinis ke arah Tara dan Rasti.

"Maaf, Bu. Kita cuma salah paham. Lain kali nggak akan terulang lagi," jawab Tara sambil tertunduk. Sementara Rasti tak jauh beda dari Tara, tertunduk dan sesekali melihat ke arah tatapan sinis Bu Aline.

"Sekarang kalian boleh kembali ke kelas."

"Makasih, Bu." Tara dan Rasti langsung keluar dari ruangan yang lebih angker dari sekedar rumah hantu itu.

"Ras, aku sekali lagi minta maaf."

"Kamu kira minta maaf cukup?" Rasti menatap wajah Tara dengan mata yang terpicing.

"Aku nggak tahu cara membayar yang lebih dari ini."

"Udah, Tar. Nggak usah dibahas. Gue nggak mau mikirin ini terus."

"Tapi, maafin aku, Ras. Aku nggak bakal tenang." Tara memegang salah satu tangan Rasti.

"Ya," jawab Rasti singkat dan langsung memunggungi Tara.

"Tara, kamu nggak papa kan?" Kebetulan sedang istirahat. Damar langsung menuju ke arah Tara setelah Rasti sudah benar-benar jauh dari pandangannya.

"Nggak."

"Pulang sekolah nanti kita ke mall gitu, yuk. Mamaku ultah," ajak Damar dengan senyum yang mengembang.

"Ya."

"Kamu beneran nggak papa?"

"Iya, Mar." Setelahnya hanya senyum tipis yang tersungging di bibir Tara.

❤️

"Mama kamu suka apa?"

"Suka kamu," jawab Damar asal-asalan.

"Seriusan. Kalau kamu nggak tahu dia suka apa, gimana mau kasih kado?" Tara bersungut-sungut.

"Rasti biasanya tahu." Damar sejenak memutar kejadian di masa lalu. Saat hari ibu kemarin, mereka belum berpacaran. Namun, Rasti selalu ada sebagai teman dekat yang menampung semua cerita Damar. Termasuk saat ingin membelikan hadiah untuk Sang Ibu.

"Rasti?"

"Iya." Tara terdiam sejenak. Kenapa Damar mengungkit soal Rasti? Apa dia masih belum bisa melupakan Rasti? Ya, tentu saja. Mereka putus belum lama. Ini hal yang wajar bagi Tara untuk mendengar segala ocehan Damar tentang Rasti yang dulu pernah mengisi jariny.

"Oh, Tar. Maaf aku jadi ngingetin kamu sama Rasti. Aku nggak maksud.."

"Nggak papa, kamu belum sepenuhnya pulih dari rasa cinta kamu ke dia. Aku bisa maklumi. Seminggu yang lalu kamu baru aja putus. Aku sadar diri juga, kok." Damar hanya tersenyum tipis.

"Kamu emang paling baik dan ngerti aku, Tar."

"Eh jadi gimana? Mau beli yang mana?"

"Kita beli yang ini aja, ya." Damar mengambil sebuah tas selempang kecil namun terkesan elegan dengan warna hitam yang sederhana.

"Mbak, saya ambil yang ini," panggil Damar pada seorang pelayan yang terdekat di posisinya saat itu.

"Iya, Mas. Silahkan tunggu di kasir."

Setelah mendapatkan barang yang mereka cari, Damar langsung membawa Tara pulang. Lagipun saat itu langit segera meredup karena sudah sore.

"Tar, aku pulang, ya."

"Iya, hati-hati. Lewat jalan belakang aja. Biar nggak ketilang," pesan Tara dengan suara lembutnya.

"Nggak, lah. Pasti nggak ada razia kalau udah sore gini." Damar terkekeh pelan. "Besok aku jemput jam 6.45 ya, Tar."

Reaching Cloud Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang