I started lovin' you

13 3 0
                                    

"Lo beneran suka sama Tara?" Niko berulang kali menyentuh dahi Damar.

"Kenapa sih? Aneh lu." Damar menolak tangan Niko dengan tangannya.

Sepertinya kata-kata Niko memang benar. Ada perasaan yang kini tumbuh menjalar bebas di benaknya. Merengkuh niat awalnya, membuangnya jauh, tanpa ada rasa kecewa dan kekesalan sebelumnya.

"Gue pengen dia selalu ada disini. Gue mulai sayang sama Tara." Kembali kata-kata tersebut membuat Niko dan Randy terbelalak.

"Duh, baik-baik ya lo. Cepet sembuh." Randy memperlihatkan senyuman mirisnya.

"Gue yang sakit kalau gue manfaatin dia terus!"
"Gue nggak mau dia pergi."
"Gue nggak mau dia hilang."
"Gue nggak mau kehilangan perhatian dia."
"Dan gue nggak mau rasa percayanya hilang."

Kata-kata tersebut langsung keluar sejurus cepat dari mulut Damar. Kalimat-kalimat yang muncul dari hati tanpa dibuat-buat lagi hanya untuk membohongi Tara.

"Jangan pernah pergi, Tar." Damar menyentuh lembut tangan Tara.

"Kamu kenapa, Mar?"

"Nggak. Aku cuma mau kamu yakin dan percaya sama aku. Janji ya, jangan pernah tinggalin aku."

"Iya."

"Kamu beneran kan, Tar?"

"Iya."

"Pergi jalan-jalan yuk, Tar. Besok kan libur," ajak Damar semangat.

"Iya."

"Daritadi jawabnya iya terus?" Damar melepas pegangan tangannya pada Tara.

"Habisnya kamu aneh. Tiba-tiba jadi puitis banget gini." Tara mengerutkan alis tebalnya.

"Nggak juga. Aku cuma mau bilang aja sama kamu." Tara mengedikkan bahunya pelan menanggapi sikap Damar yang sedang aneh-anehnya. "Besok jadi kan?"

"Iya, Damar. Gimana aku mau berhenti bilang iya. Kamu tanyanya gitu mulu."

Sepulang sekolah, ternyata rumah Tara tak terkunci. Sepertinya sudah ada orang yang masuk. "Hai Tar!"

Siapa lagi kalau nggak Olive? Olive sudah dianggap sebagai saudara sendiri, mana mungkin dia tak dibukakan pintu oleh Bi Sumi, pembantu rumah tangga rumah Tara semenjak ayah Tara meninggal.

"Banyak yang mau gue ceritain ke elo, Tar. Besok gue pokoknya harus bikin video musik klasih. Iya, iya, kita coba lagunya Mozart atau Beethoven kaya yang waktu itu kita bicarain berdua. Lo udah bisa kan main lagunya?" Olive langsung tak bisa diam.

"Gue besok nggak bisa, Olive. Lain kali aja, ya."

"Kenapa? Pasti Damar lagi." Tara hanya mengangguk pelan.
"Kenapa selalu dia sih Tar? Lo sendiri kan yang bilang ke gue kalau dia udah nggak meyakinkan lagi? Gue heran sama lo."

"Lo tau betul, kan. Gue udah berjuang buat dia lebih dari..."

"Itu nggak bisa jadi alasan lah, Tar. Berjuang itu wajar, yang kamu lemahkan adalah kamu nggak peduli disakitin ribuan kali cuma demi impian kosongmu."

"Kok kamu ngomong gitu sih, Live?"

"Tar." Tara terdiam sebentar, membeku karena ucapan Olive yang sekejap langsung menusuk tajam ke alam pikiran dan hatinya.

"Maaf, Tar. Gue cuma mah lo sadar."

"Dia tadi beda, Live. Dia bilang kalau dia takut kehilangan aku." Tara mendongak diatas lamunannya. "Itu yang membuat keyakinanku kembali lagi utuh."
"Aku tahu, Live. Selama aku dekat dan pacaran sama Damar. Kamu kesepian, cuma teman-teman sekelasmu yang menemani kamu pergi kemanapun kamu mau. Aku nggak pernah lupa kamu, Live. Aku sahabatmu sejak lama, nggak mungkin aku lupa kamu hanya karena Damar. Nggak, Live." Olive memeluk Tara erat.

"Aku selalu doain kamu agar selalu bahagia, Tar. Kamu tahu kan, aku nggak bisa biarin kamu sedih. Apalagi saat ini kamu lagi ada di batas kebimbangan sama Damar. Aku nggak mau kamu terjebak sama cintamu sendiri, Tar. Kamu itu perempuan baik-baik."

"Ya, hari ini aku tidur di rumahmu, Tar," pinta Olive.

"Tapi besok aku kan mau pergi."

"Biar aku yang mendandani kamu. Supaya kamu terlihat lebih cantik di depan Damar."

"Ah kamu apa sih, Live." Tara tersipu malu.

Pukul 7 malam sudah ditunjukkan oleh jam dinding. Mereka tak bosan-bosannya tertawa dengan banyak hal yang tak mereka ketahui antar sesamanya.

"Aku pikir aku benar-benar melupakan kamu, Live. Banyak hal di kehidupanmu yang penting semenjak masuk SMA, dan aku nggak tahu. Bahkan termasuk seseorang yang sedang ada di hatimu."

"Kamu sadar juga, ya. Makanya aku ingin nginep di rumahmu. Supaya bisa cerita apapun tanpa batas sampai akhirnya tidur pulas denganmu."
"Aku kangen kita yang dulu."

"Iya, Live. Maaf ya. Aku mengabaikan kamu selama ini." Air mata menetes setitik di wajah Tara. Olive mengusapnya pelan.

"Oke, ini jadi drama korea gitu ya." Mereka kemudian melanjutkan tawanya bersama-sama.

***
"Olive, baju yang ini bagus nggak?" Tara mengambil baju berwarna pink.

"Yaampun, Tar. Itu ngejreng banget, nggak cocok ah. Ganti!"

"Yang merah atau yang biru?" Tara memberi pilihan pada Olive.

"Merah aja."
"Eh biru."
"Tapi kalau biru terlalu muda. Merah yang lebih bagus."
"Tapi merah juga ketuaan. Ganti warna lain selain itu?"

"Hitam ini, ya?" Kembali lagi Tara mengobrak-abrik isi lemarinya.

"Masa item sih?"

"Ya terus apa? Ini udah lebih dari 10x aku minta kamu pilihin baju. Tapi kamunya jawab nggak cocok terus. Apa aku nggak usah pake baju aja?" Tara bersungut-sungut sebal.

"Engh.. yaudah yang merah tadi aja."

"Nah gitu lah daritadi." Tara langsung mengganti baju mandinya dengan baju pilihan Olive.

"Waa, cantik deh."

***
Hai gaes! Keep vomment and read yaa❤️❤️💯

Reaching Cloud Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang