Have Fun

14 2 0
                                    

"Kamu keliatan cantik, Tar." Tara mengerutkan wajahnya. Ia menatap Damar heran.
"Maksudku, kamu terlihat beda. Setiap hari kamu punya kejutan. Mungkin ini hari yang paling mengejutkan."
"Kata-katamu bagus."
"Jadi kapan kita pergi?"
"Sekarang juga bisa." Tara tersenyum menanggapi. Tara segera naik ke motor Damar dengan senyum bahagia.

"Kamu bahagia, Tar?" Tara mengangguk cepat. Damar mengalihkan wajahnya ke arah spion untuk melihat reaksi Tara.
"Bahagia," jawabnya singkat.
"Gitu doang?"
"Aku bingung, Damar. Gimana caranya mendeskripsikan perasaanku sekarang. Aku nggak berpengalaman soal ini."
"Kamu kadang lucu." Damar tertawa pelan.
"Kok lucu?"
"Marah ya? Tambah lucu."
"Udah ah, Mar."

Mereka telah menginjakkan kaki pada sebuah gedung bioskop. Tara masih terdiam pada beberapa poster yang dipajang di depan gedung tersebut. Damar berdiri di sebelahnya sambil menatap penuh kebingungan.

"Kita beli tiket nonton film ini aja, kamu nggak usah bingung-bingung lagi." Damar merangkul Tara seolah mengajaknya segera membeli tiket.
"Kok mainstream banget?"
"Mainstream gimana? Biasanya cewek seneng nonton film romantis gitu. Apalagi sama pacarnya."
"Aku mau nonton film horror." Tara langsung menuju tempat pembelian tiket dan meninggalkan Damar yang masih terpaku mendengar keputusan Tara.

"Tar, kamu yakin?" Damar memastikan kembali keinginan Tara ketika memasuki bioskop.
"Iya, yakin."
"Kalau kamu masih agak nggak yakin gitu. Kita ikhlasin aja tiketnya, kita makan aja."
"Kamu kenapa? Takut?" Tara terkekeh pelan.
"Nggak. Aku berani." Damar langsung berlagak sok tegap. Padahal dalam hati, ia merasa tekanan jantungnya berderap lebih cepat daripada sebelumnya.

Damar berulang kali menutup wajahnya karena ketakutan melihat setiap adegan dalam film horror tersebut. Tara melirik ke arah Damar sambil tersenyum jahil.

"Kamu takut? Ahahaha!" tawa Tara meledak setelah film tersebut selesai.
"Nggak."
"Kok kamu ngelak terus sih, Mar?" Tara tak bisa berhenti tertawa.
"Ya gitu."
"Yaudah, lain kali kita nggak nonton horror lagi. Soalnya pacarnya Tara takut. Ahaha!"
"Udahlah, Tar. Kita sekarang mau kemana lagi?"
"Main yuk!"

Mereka tiba pada sebuah tempat permainan. Tara berjalan ke arah tempat pembelian karcis untuk mencoba permainan yang sebagian besar digital itu. Damar sepertinya sudah melupakan ketakutannya setelah menonton film horro yang baru saja mereka lihat di bioskop tersebut.

"Tar, kamu mau aku ambilin boneka?"
"Emang bisa?" Tara mengerutkan wajahnya meragukan kemampuan Damar.
"Tuh kan. Kamu nggak percayaan sama aku, Tar. Kamu mau lihat kemampuanku?"
"Banyak gaya!"

Damar mulai menguji kemampuannya. Berulang kali Damar dibuat kesal karena tak kunjung berhasil mendapatkan boneka yang nanti akan ia persembahkan pada Tara. Tara hanya tersenyum simpul melihat kelakuan konyol Damar yang selalu gagal.

"Sabar, Tar. Sebentar lagi kita berhasil."
"Lebay deh! Itu bisa nggak? Capitnya agak ke kiri!"
"Kamu semangatin aku dong! Biar kartunya nggak habis buat ngambil boneka." Tara tertawa pelan.
"Yaudah, semangat ya, Damar!" Tara merangkul Damar. Damar kemudian langsung menekan tombol untuk mengambil boneka tersebut. Dan akhirnya, ia berhasil!
"Tuh kan, ini kayanya berkat rangkulan kamu, Tar."
"Apa sih kamu! Bisa aja."

Kemudian mereka mencoba permainan-permainan lainnya. Telah banyak tawa dan canda yang mereka lontarkan. Untuk sekejap saja, mereka mampu mengerti apa yang dinamakan cinta. Damar mencoba untuk lupa dengan niat awalnya untuk meninggalkan Tara dalam keterpurukan. Ia berbahagia, karena Tara berada di sampingnya, membuat ia tersenyum, dan tak ada lagi alasan untuk membandingkannya dengan mantan terindahnya, Rasti.

"Tar, sebentar." Damar mengambil tisue dan membersihkan ujung bibir Tara yang belepotan, mungkin karena terlalu antusias dan saking laparnya.
"Jadi keinget tentang sesuatu, Mar."
"Apa?"
"Rasti." Hening. Damar tak menjawab. Ia terpaku dan terdiam mendengar nama itu disebutkan kembali.

"Kamu masih nggak bisa melupakan dia, ya?"
"Kenapa kamu sebut nama itu lagi?"
"Iya kan, Mar. Kamu masih susah melupakan Rasti."
"Bukan gitu, Tar. Aku nggak mau lagi ada nama dia. Kamu juga tahu kan, selama ini aku coba membuat hubungan kita bersih lagi dari nama Rasti."
"Aku memang nggak bisa menggantikan Rasti dalam hidup kamu, Mar. Tapi kamu masih punya keyakinan kan, kalau aku bisa jadi kebih baik dari dia?"
"Pasti, Tar. Kamu lebih baik dari dia dan aku yakin itu. Dan yang kamu harus tahu, kamu bukan Rasti, dan Rasti bukan kamu. Rasti memang nggak terlupakan, tapi kamu tetap akan jadi yang utama, Tar. Biarin Rasti jadi kenangan."
"Kamu udah berhasil?"
"Berhasil untuk apa?"
"Pertama kali jadian, kamu bilang kamu akan belajar mencintai aku."
"Ya, aku berhasil dengan sepenuhnya. Aku cinta kamu, Tar."

"Pulang, yuk," ajak Damar ketika mereka selesai makan. Tara hanya cemberut ketika melihat tatapan Damar.
"Kenapa? Masih kangen sama aku?"
"Kamu makin lama jadi kepedean gini. Kenapa?"
"Kamu tanya kenapa? Aku mulai kecanduan senyummu, Tar."
"Tambah lagi ngaconya."
"Jadi bener kan? Kamu masih kangen pengen menghabiskan waktu sama aku? Haha iya kan?" Tara hanya tersenyum penuh makna.
"Masih inget kalau besok masuk?"
"Iya, aku harap kamu juga inget kalau besok ada PR biologi."
"Kalau itu aku nggak inget." Tara langsung tertawa.

"Jadi kamu masih nggak mau pulang?"
"Yaudah ayo pulang." Tara terpaksa mengiyakan karena waktu dan kondisi yang belum memungkinkan bagi mereka untuk berlama-lama menghabiskan waktu berdua.
"Damar, kalau kapan-kapan aku mau kamu ke rumah aku, terus bicara sama orang tuaku gimana?"
"Ha? Maksudnya, aku lamar kamu?" Tara terkekeh pelan.
"Cuma dikenalin doang. Aku sering cerita tentang kamu ke Mama."
"Yaudah deh, nanti kamu atur aja waktunya."

Mereka sampai di rumah Tara. Ternyata Olive belum kembali juga dari rumah Tara. Olive sudah menunggu di depan rumah, karena sebelumnya Tara sudah menghubungi Olive untuk membukakan pintu gerbang.

"Aku duluan, ya," pamit Damar.
"Eh tunggu dulu!" cegah Olive.
"Ha?"
"Udah bahagiain Tara?"
"Receh lu, Live! Tanya sendiri sama Tara. Bahagia nggak sama gue?" Tara tersenyum manis.
"Bahkan semesta juga tahu jawabannya iya." Damar langsung mengendalikan laju motornya meninggalkan Tara dan Olive yang masih terpaku di depan rumah.

"Jadi tadi gimana? Seru nggak? Jadi pengen deh!" Olive langsung menjuruskan pertanyaan-pertanyaan seputar kencan mereka tadi.
"Kok lo masih nginep sih, Live?"
"Duh, pertanyaan gue dijawab dulu! Baru lo tanya!"
"Seru."
"Udah gitu aja? Lo nggak ngapain gitu sama dia?"
"Hush! Emang gue ngapain?"
"Etdah, mulai ambigu nih!" Olive tertawa jahil sedangkan Tara hanya membalas dengan muka datar.
"Btw, tadi Mama gue nganterin baju sekolah gue sekalian sama tas sekolah. Jadi gue sekalian tidur disini aja sampe besok."

***
Gimana gais? Vomment kesan kalian stlh baca! Keep reading yaaa!! Vote, comment, dan antusias kalian berharga banget!!!

Reaching Cloud Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang