Decision 6-Tentang Pagi

84 7 0
                                    

Bunyi klakson kini terdengar hingga ke lantai dua kamarnya.

Adila yang merasa heran dengan aktivitas pagi ini tidak seperti biasanya lantas kebingungan.

Ia melihat ke arah jendela untuk memastikan bahwa itu adalah perbuatan tetangga di depan rumahnya. Namun, spontan Adila tersentak kaget saat mendapati seorang laki-laki yang ia kenali sedang duduk di atas sepeda motornya dan melambaikan tangannya seraya tersenyum ke arah dirinya.

Adila yang sudah selesai dengan segala sesuatunya segera bergegas turun ke bawah. Ia tidak ingin Kakek dan Nenek merasa terganggu akibat perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan kepribadian yang baik itu.

"Kenapa buru-buru?" tanya Kakek saat melihat pergerakan Adila yang sedikit berlari menuju pintu depan.

Spontan Adila menghentikan langkahnya terlihat sedikit gugup ke arah Kakek.

"A-Adila Mau temuin temen di depan."

"Ya sudah, sekalian ajak masuk temannya." balas Kakek.

Adila lantas tersenyum simpul seraya menganggukkan kepalanya singkat.

Ia berjalan sedikit ragu saat sedang menghampiri keberadaannya. "Natta?"

Natta balas tersenyum ceria ke arahnya. "Selamat pagi, Adila Tsabina."

"Kamu mau ngapain?"

Natta menunjuk ke arah jok belakang sepeda motornya. "Pergi Sekolah bareng." jawabnya dengan percaya diri.

"Hah?" heran Adila.

"Pagi ini gue udah mutusin untuk nggak menerima alasan dan penolakan apapun." jelas Natta.

"Gue-"

"Dil," peringatnya.

"Gue pamit dulu." putus Adila tanpa berfikir lebih lama.

Natta lantas tertawa mendengarnya. "Ya udah, ayo." ajak Natta yang langsung turun dari sepeda motornya dan membuka helm-nya.

"Mau kemana?" tanya Adila.

"Mau pamit 'kan?"

***

Beberapa pasang mata kini menatap tidak percaya ke arah Natta dan Adila yang tengah berjalan berdampingan melewati koridor untuk segera menuju Kelas mereka masing-masing.

Namun mereka tidak terlalu menanggapinya dan lebih memilih bersikap biasa saja. Karena kenyataannya memang tidak ada apa-apa di antara mereka.

Adila menghentikan langkahnya tepat di depan Kelasnya seraya tersenyum singkat ke arah Natta sekilas.

"Sampai ketemu nanti, Adila." balasnya dan langsung berjalan pergi menuju Kelasnya.

Sepersekian detik kalinya tangan Adila ditarik hingga sampai masuk ke dalam kelas.

Tubuhnya spontan terduduk di kursi akibat arahan dari Teman-temannya. Ia hanya bisa mengerutkan keningnya seolah bingung dengan raut wajah Kinan, Tara dan Mecca yang sama sekali tidak bisa ia artikan.

"Sekarang lo harus jelasin semaunya." ucap Mecca yang sedang berdiri di hadapan Adila bersama dengan Kinan dan Tara di sampingnya.

Baru saja Kinan ingin mengatakan sesuatu, namun dicegah langsung oleh Mecca.

"Maksud gue semuanya."

Kinan dan Tara terlihat sedang menahan tawanya. Sementara Adila masih dengan raut wajah bingungnya.

"Jelasin apa?" tanya Adila yang masih tidak mengerti arah pembicaraan mereka.

Kinan dan Mecca menatap ke arah Tara agar memberi petunjuk kepada Adila. "Sampai ketemu nanti, Adila." ucap Tara menirukan suara Natta.

"Natta?" tebaknya.

Kinan, Tara dan Mecca serempak menganggukkan kepalanya.

"Kenapa?" tanya Adila.

Mecca menghela nafas berat. Merasa jengah dengan sikap yang ditunjukkan Adila. "Sejak kapan lo kenal Natta?"

"Kemarin."

"Apa kalian udah pernah kenal sebelumnya?" sambung Kinan.

"Belum."

"Terus? Kok bisa keliatan akrab banget?" tanya Kinan lagi.

Tara yang sedari tadi diam saja dan terlihat berfikir spontan menjentikkan jarinya ke arah mereka.

"Tara inget sesuatu." ucap Tara.

"Lo inget apa?" tanya Mecca sedikit penasaran.

"Tara masih inget banget kejadian waktu kita jalan-jalan kemarin." jawab Tara seraya tersenyum bangga.

"Emang ada kejadian apa? Kok kita nggak tau?" heran Kinan.

Tara menyengir sekilas.

"Ngomong buruan." ucap Mecca.

Tanpa menunggu lama Tara menceritakan kejadian waktu mereka berada di pusat perbelanjaan kemarin.

"Trus kalian pacaran?" tanya Mecca.

"Enggak." jawab Adila apa adanya.

"Loh kenapa enggak?" tanya Tara. "Padahal udah couple goals banget loh sampai diliatin satu Sekolah."

Kinan lantas menampar pelan pipi Tara.

"Ini Teman siapa, sih?"

***

Terima kasih buat kalian yang sudah baca part ini. Jangan lupa untuk vote dan beri masukan kalian di kolom komentar ya!

Salam hangat dari Penulis.

DECISION [Segera terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang