Decision 32-Cerita Tetangga

19 3 0
                                    

Hari ini Adila tidak pergi ke Sekolah karena tidak diberi izin oleh Sang Kakek. Saat Nenek menceritakan kepada Kakek dan mengetahui keadaan Adila tidak baik-baik saja di Sekolah waktu kemarin membuat ia kembali khawatir.

Hal itu lantas membuat Adila kecewa dengan dirinya sendiri. Bagaimana tidak, entah sudah keberapa kalinya ia membuat dua orang manusia berhati baik itu kecewa karena sikapnya.

Adila hanya memilih diam di saat Kakek memutuskan untuk tidak mengizinkannya pergi ke Sekolah. Karena ia tau, itu adalah salah satu tanda bukti kasih sayang dan perhatiannya kepada dirinya.

Adila menggeser sedikit tubuhnya agar bisa mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Ia merasa bersyukur kepalanya tidak terlalu pusing lagi.

Perlahan Adila membuka room chat grup yang didalamnya ada Kinan, Tara dan Mecca. Ia ingin memberitahu mereka bahwa dirinya tidak bisa hadir ke Sekolah hari ini dan mengatakan kepada mereka tidak perlu khawatir dengan keadaannya.

Adila menaruh kembali ponselnya ke atas nakas. Ia menarik selimutnya dan perlahan membangunkan tubuhnya yang terasa lemas. Dengan gerakan pelan ia melangkahkan kakinya ke arah toilet untuk segera mandi agar terlihat lebih segar.

Beberapa saat Adila menatap wajahnya dari pantulan cermin yang ada di toilet setelah selesai mengenakan baju dan celananya. Ia ingin memastikan bahwa wajahnya tidak terlihat pucat. Setelah itu ia ingin turun kebawah untuk sarapan.

"Apa kepalanya masih sakit?" tanya Nenek saat melihat Adila berjalan menuruni anak tangga.

Adila menggelengkan kepalanya. "Adila sudah merasa baikan." jawabnya jujur.

Nenek tersenyum senang. "Syukurlah." balas Nenek seraya menarik sebuah kursi untuk Adila.

"Nenek buatin roti?"

Adila menganggukkan kepalanya mengiyakan.

"Kakek mana?" tanya Adila seraya meneliti ruangan rumah.

"Kakek sedang memeriksa pemasukan di Kantor Almarhum Papamu." jawab Nenek yang terlihat sedang mengoleskan selai coklat di atas roti tawar.

Adila kembali menganggukkan kepalanya.

"Ayo, habiskan." perintah Nenek.

"Adila izin makan di teras ya, Nek?" pinta Adila.

"Ya sudah, sini Nenek bantu bawa rotinya."

"Adila bisa kok, Nek." tolaknya yang langsung mengambil sepiring roti yang sudah dibuatkan Nenek untuknya.

Nenek hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum melihat Adila berjalan pergi meninggalkan keberadaannya. Ia juga merasa bersyukur bahwa Adila sudah terlihat baik-baik saja.

***

"Semoga Adila baik-baik aja, ya?" ucap Tara yang kini duduk di Kantin bersama Kinan dan Mecca.

Mecca menganggukkan kepalanya. "Kita juga berharapnya gitu." balas Mecca kembali melahap bakso yang sedari tadi ia pesan.

"Adila nggak mungkin bohongin kita. Dia pasti baik-baik aja." ucap Kinan pula.

Mecca seketika menghentikan aktivitas makannya yang membuat Kinan dan Tara menatapnya bingung. Ia jadi teringat sesuatu saat ini.

"Kinan." panggil Mecca.

Kinan yang masih menatapnya hanya terlihat menggerakkan alisnya sebelah seolah menanyakan ada apa.

"Kenapa kita sampai nggak tau soal penjelasan kemarin?" tanya Mecca dengan rasa penasarannya yang datang secara tiba-tiba saat mengingat pembicaraan mereka kemarin bersama Nenek.

DECISION [Segera terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang