Decision 29-Curahan Hati

27 3 0
                                    

Ruangan persegi yang bernuansa putih itu kini menjadi saksi tempat ia terbaring lemah saat ini.

Kinan, Tara, Mecca, Natta dan Rian baru saja mengantarnya ke ruang UKS. Sebelumnya Natta menggendong tubuh Adila hingga berjalan setengah berlari untuk segera sampai ke ruangan yang spontan diikuti siswa dan siswi lainnya saat melihat kejadian itu.

Namun, keramaian itu tidak berlangsung lama karena bel masuk terdengar berbunyi pertanda jam istirahat telah selesai.

Sebenarnya Kinan, Tara dan Mecca menawarkan diri dan berusaha meminta izin pada seorang perempuan anggota PMR yang sedang bertugas diruangan UKS itu hari ini. Namun, ia meyakinkan mereka bahwa Adila akan baik-baik saja bersamanya. Hal itu lantas membuat mereka berpamitan sekaligus menitipkan pesan bahwa mereka akan kembali setelah bel pulang sekolah nanti dan tidak mengizinkan Adila untuk meninggalkan ruangan UKS sebelum mereka datang.

"Kita titip Adila, ya?" pinta Kinan sembari menatap wajah Adila yang masih tidak sadarkan diri.

Petugas PMR itu lantas menganggukkan kepalanya mengiyakan. "Kalian tenang aja, Adila pasti baik-baik aja kok." balasnya dengan senyumannya yang memberikan ketenangan pada mereka. Mengingat mereka se-angkatan, maka dari itu tidak ada rasa canggung diantara mereka.

"Kita ke kelas dulu." pamit Mecca pula.

Tara memandang lesu ke arah Adila.

"Jagain sahabat kita, ya?"

***

"Bisa tinggalin kita sebentar?"

"Hah? Lo yakin, Adila bahkan belum sadar." ucapnya saat melihat seorang laki-laki yang sangat ia kenali baru saja memasuki ruangan UKS.

"Justru itu."

"Trus, lo mau ngapain? Lo masih ingetkan janji kita waktu itu?

"Gue nggak mungkin ngelakuin hal bodoh."

"Ya, trus lo mau ngapain Natta?"

"Ada hal yang ingin gue sampaikan sama dia."

"Lo nggak liat dia belum sadar?"

"Gue mohon, cuma sebentar."

"Oke, gue keluar. Tapi awas jangan macem-macem." ancamnya.

Ia mengganggukkan kepalanya sekilas. "Terima kasih, Adinda Nameera." ucapnya.

Natta berjalan pelan menghampiri keberadaan Adila yang masih belum sadarkan diri setelah kepergian Adinda dari dalam ruangan.

Ia memandang sendu wajah Adila yang masih memejamkan matanya. Perlahan ia mengusap pelan puncak kepalanya seolah prihatin dengan keadaannya saat ini. Belum lagi dengan keadaannya waktu itu. Mengingatnya saja Natta merasa semakin bersalah dengan dirinya sendiri.

"Maafin gue ya, Dil." lirih Natta yang masih saja menatap tulus wajah Adila.

"Maaf kalau kehadiran gue hanya membawa masalah dalam hidup lo." ucapnya lagi.

"Maaf selama ini gue nggak bisa menjadi sisi terbaik bahkan untuk diri gue sendiri."

"Maaf kalau gue sepengecut itu."

Natta memandang ke atas sekilas berusaha untuk menahan air matanya yang ingin tumpah saat ini.

"Dil..." panggilnya dengan nada pelan.

DECISION [Segera terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang