Decision 25-Kaget & Kesialan

24 3 0
                                    

Adila, Kakek dan Nenek kini baru saja turun dari sebuah taksi yang mereka tumpangi dari bandara. Supir taksi itu terlihat sedang mengambil dua buah koper dalam bagasi mobil untuk menurunkannya sesaat sebelum ia benar-benar pergi setelah Kakek memberikan beberapa lembar uang kepadanya.

Senyum Adila perlahan mengembang saat menatap rumah mereka. Mengingat banyak hal yang terjadi di sana. Ia spontan memegangi kepalanya yang terasa nyeri.

"Sayang, apa ada yang sakit?" tanya Nenek yang langsung menghampiri keberadaannya.

Adila menggelengkan kepalanya pelan. "Mungkin Adila cuma butuh istirahat." jawabnya.

"Ya sudah, antar Adila ke kamar. Biar Kakek yang membawa barang-barang ini ke dalam." ucap Kakek.

"Baiklah. Ayo, kita ke kamar." ajak Nenek seraya merangkul tubuh Adila untuk membantunya berjalan menuju kamarnya.

Sementara Kakek membawa koper yang mereka bawa selama di Singapore untuk segera di masukkan ke dalam rumah.

Pintu kamar Adila terbuka. Tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia meninggalkan kamarnya.

"Adila harus banyak istirahat ya. Kalau Adila butuh sesuatu, panggil saja Nenek." pesannya setelah membantu Adila membaringkan dan menyelimuti tubuhnya di atas tempat tidurnya.

Adila lantas tersenyum mendengarnya. "Terima kasih, Nek."

Nenek juga ikut tersenyum membalasnya.
"Tidurlah." ucap Nenek lalu berjalan keluar kamar.

Adila menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong.

"Gue kangen Kinan, Tara, dan Mecca."

Tanpa menunggu lama lagi Adila mengambil ponselnya yang berada di atas nakas untuk segera melaksanakan niatnya itu.

***

Di hari minggu ini Kinan memang sudah berniat untuk membereskan rumahnya. Kebetulan kedua orangtuanya sedang pergi ke luar kota karena mengurus bisnis keluarga.

Kinan yang berlatar belakang anak tunggal mau tak mau harus membereskan rumahnya sendirian seperti saat ini. Hal ini justru sudah biasa ia lakukan.

Kini ia terlihat sedang menyapu bagian ruang tamu rumahnya. Membersihkan debu yang menempel di meja, sofa dan perabot-perabot lainnya.

Kinan seketika terlonjak kaget saat mendengar dering ponselnya yang berada di atas rak lemari perabot rumahnya. Ia lantas sedikit berlari untuk segera mengangkat telepon dengan sapu yang masih ada di tangan kirinya.

Kinan dapat melihat dengan jelas nama kontak yang tertera di layar ponselnya.

Adila Tsabina.

Mulut Kinan seketika ternganga saking tidak percayanya dengan hal ini. Dengan gerakan cepat Kinan memencet tombol berwarna hijau itu untuk segera menjawab panggilannya.

"Halo," panggil Kinan.

"Halo, Kinan?" balas seseorang dari seberang sana.

"Ini beneran Adila kan?" tanya Kinan ingin memastikan.

"Iya, ini Adila. Emang ada Adila lain selain gue di hidup lo?" celoteh Adila seraya tertawa sekilas.

"Gue serius. Ini beneran Adila kan?" tanyanya yang masih ragu dengan seseorang dalam panggilan itu.

Adila tertawa kembali. "Iya, ini beneran gue, Kinan." jawabnya.

Kinan menutup mulutnya karena merasa takjub. "Keadaan lo gimana, Dil? Kenapa baru ngabarin gue sekarang?" tanya Kinan lagi.

DECISION [Segera terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang