Decision 36-Cerita Malam

17 3 0
                                    

Adila baru saja menidurkan tubuhnya di kasur saat setelah selesai makan malam bersama Kakek dan Neneknya beberapa menit yang lalu.

Adila menarik selimutnya hingga ke lehernya. Ia merasa tubuhnya sangat lelah seharian ini. Padahal ia hanya berada di rumah saja. Mungkin ini adalah efek dari berbagai emosi yang ia keluarkan sepanjang hari ini.

Adila menghela nafas berat. Pemikirannya masih saja tentang kejadian pertemuan antara dirinya dengan Natta dan terakhir soal pembicaraannya dengan Kinan, Tara dan Mecca.

"Nenek boleh masuk?" izin Nenek yang terlihat berdiri di ambang pintu kamarnya.

Lamunan Adila spontan buyar. Ia perlahan membangunkan tubuhnya untuk duduk bersandar.

"Silahkan masuk, Nek." jawab Adila.

Nenek lantas berjalan menghampiri keberadaan Adila. Ia ikut mendudukkan tubuhnya di kasur tepat di samping Adila.

"Nenek ganggu istirahat Adila, ya?" tanya Nenek tidak enak hati.

Adila menggelengkan kepalanya. "Enggak, Nek."

Nenek masih terlihat tersenyum menatap cucunya. "Ada yang ingin Nenek bicarakan sama Adila." ucap Nenek memberitahu tujuannya masuk ke kamar Adila.

Adila hanya menatapnya seolah menunggu penjelasannya.

Nenek tersenyum hangat menatap Adila seraya mengusap lembut puncak kepalanya. "Nenek bersyukur Adila sudah sedewasa ini." ucap Nenek. "Sudah bisa menentukan jalan hidup untuk ke depannya akan seperti apa." lanjutnya.

Adila hanya diam mendengarkan.

"Mama dan Papa Adila pasti bangga memiliki anak seperti Adila yang sudah bisa memutuskan segala hal dalam hidupnya." jelas Nenek.

"Nek, Adila hanya mengambil keputusan disaat situasi sudah tidak bisa untuk dikondisikan." balasnya.

Nenek menganggukkan kepalanya seolah paham dengan ucapan Adila. "Keputusan itu dibuat untuk meringankan masalah." jelas Nenek. "Bukan untuk lari dan melupakan masalah itu hingga sampai memberatkan sebelah pihak."

Adila hanya mampu menatap manik mata ketulusan Nenek. Ia sampai tidak berani untuk membalas perkataannya.

"Apa Adila yakin, bahwa keputusan yang sudah diputuskan oleh Adila tidak termasuk dalam penjelasan Nenek tadi?"

Adila lantas tertunduk lesu. Entah mengapa ia merasa bersalah dengan dirinya sendiri.

Sepersekian detik kalinya ia memberanikan diri untuk kembali menatap wajah tenang Nenek.

"Maafin Adila ya, Nek?" ucapnya dengan wajah sendu.

Nenek merangkul tubuh Adila ke dalam pelukannya. Mengusap punggungnya seolah memberi ketenangan padanya.

"Adila nggak pernah berbuat salah sama Nenek." jawabnya. "Seharusnya Adila minta maaf dengan diri Adila sendiri."

Nenek dapat mendengar jelas isakan tangis Adila yang masih berada dalam pelukannya.

"Minta maaf sama orang-orang yang terlibat dalam keputusan itu."

***

"Natta-nya ada, Tan?"

Seorang Ibu yang masih terlihat muda itu lantas menganggukkan kepalanya mengiyakan.

"Saya Rian, teman sekelas Natta."

"Ayo, masuk." silahnya.

"Rian tunggu di luar aja, Tan." elak Rian. "Maaf  kalau Rian ganggu istirahat Tante karena malam-malam datang ke sini." ucapnya tidak enak hati.

"Tidak apa-apa, sebentar Tante panggilkan Natta dulu." balasnya.

Rian hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan. Ia berjalan ke arah kursi yang berada di teras rumah itu untuk mendudukkan tubuhnya menunggu kedatangan Natta.

Hampir lima belas menit ia duduk sendirian menunggu Natta agar segera menemui dirinya.

Baru saja Rian hendak bangkit dari duduknya dan berniat ingin pulang. Namun urung, saat melihat seorang laki-laki yang baru saja keluar dari pintu masuk rumah itu.

Rian lantas berjalan mendekati tubuh Rio.

"Seenggak mau itu lo ketemu sama gue?" tanya Rian kepada Natta yang sama sekali tidak membalas tatapannya.

Rian terdengar menghela nafas berat. "Gue nggak akan mungkin datang malam-malam begini kalau aja lo nggak tiba-tiba pergi dan ninggalin gue di warung kopi itu bahkan di saat pembahasan kita belum selesai." omel Rian mengingatkan Natta akan hal itu.

Natta menatap ke arah Rian sekilas. "Lo nggak perlu menguras waktu dan tenaga cuma buat memikirkan hal itu, Yan." balas Natta.

Rian mendengar hal itu dengan tatapan tidak percaya.

"Gue nggak salah denger kan, Nat?" tanya Rian ingin memastikan ucapan Natta barusan.

Natta hanya menatap datar ke arahnya.

"Lo nggak sadar sama apa yang lo lakukan selama ini ke Adila?" tanya Rian lagi yang juga ingin memastikan bahwa ingatan Natta masih baik-baik saja.

Kali ini Natta menatap intens ke arah Rian. "Gue tau gue salah, Yan. Gue yang nggak berani jujur sama dia kalau sebenarnya gue peduli, gue adalah orang yang menyebabkan Adila kecelakaan, gue yang udah melanggar keputusan yang dia buat, dan gue juga yang memutuskan untuk mengakhiri semua itu." ucap Natta dengan nada yang terdengar kuat.

Rian mengacak-acak rambutnya secara kasar. "Trus apa dengan mengakhiri semua itu lo bisa mendadak lupa dan bisa melanjutkan jalan kehidupan lo seperti sedia kala?" tanya Rian sedikit histeris.

"Setidaknya gue akan mencoba." jawab Natta dengan nada datar.

"Nat?" panggil Rian.

Natta hanya diam tak berniat membalas panggilan Rian.

"Lari bukan cara penyelesaian masalah." ucap Rian memberitahu.

"Bukannya lo udah liat dan dengar langsung dengan mata kepala lo sendiri kalau gue udah menyelesaikan dan mengakhiri masalah itu?" skakmat Natta seolah menyindir Rian yang diam-diam mengikuti keberadaannya.

"Justru itu gue paham apa yang terjadi waktu itu, Nat." jawab Rian.

"Terus masalahnya apalagi?" heran Natta.

"Masalahnya lo membuat keputusan sepihak tanpa meminta atau mau mendengar ucapan Adila." jawab Rian.

"Lo juga taukan, Yan? Adila sudah memutuskan keputusan itu jauh sebelum gue mengatakannya." jelas Natta mengingatkan Rian akan hal yang pernah diberitahunya waktu itu.

"Nat, gue tau, kalian cuma butuh waktu untuk memahami kesalahpahaman itu." ucap Rian.

"Kesalahpahaman apa?"

"Kesalahpahaman antara lo dan Adila." tekan Rian.

"Kenapa lo sampai bersikap seperti ini hanya untuk membahas masalah yang sama sekali nggak berpengaruh dalam hidup lo?" tanya Natta yang tidak mengerti dengan maksud dan tujuan Rian kepadanya.

Rian menepuk pelan bahu Natta.

"Gue hanya membantu apa yang bisa gue bantu."

***

Terima kasih buat kalian yang sudah baca part ini. Jangan lupa untuk vote dan beri masukan kalian di kolom komentar ya!

Salam hangat dari Penulis.

DECISION [Segera terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang