Decision 34-Akhir Penyaksian

17 3 0
                                    

Rian yang sudah memutuskan untuk mengikuti kemana Natta pergi pun akhirnya menjadi tau alasan mengapa Natta menolak ajakannya untuk berbicara.

Kini Rian sudah sangat memahami temannya yang satu dan aneh itu.

"Bilang dong kalau mau ketemu Adila. Jadinya gue nggak perlu buntutin lo bahkan sampai nonton drama romance gratis seperti ini." ucap Rian pada dirinya sendiri yang sedang bersembunyi di balik sebuah pohon sambil melirik-lirik ke arah sekitarnya karena takut ada yang melihat.

Sama halnya dengan Kinan, Tara, dan Mecca yang kini memilih untuk tetap duduk diam di dalam mobil seraya melihat ke arah dua orang yang baru saja selesai berbicara. Mereka dapat melihat dengan jelas Natta sedang memakai helm dan mulai menghidupkan mesin sepeda motornya setelah itu berlalu pergi.

"Gue rasa Adila bisa mengatasi masalahnya sendiri." ucap Mecca yang kini melihat ke arah Adila yang mulai memasuki rumahnya.

"Ka, kita nggak boleh egois. Karena bagaimanapun, Adila pasti butuh kekuatan dari kita." balas Kinan mengingatkan Mecca akan hal itu.

"Tunggu apalagi, ayo kita samperin Adila." ucap Tara pula.

"Tu—tunggu." cegah Mecca saat melihat Tara yang hendak membuka pintu mobil.

"Kenapa?" heran Tara.

"Itu bukannya Nenek Adila?" tanya Mecca menunjuk ke arah seorang wanita tua yang baru saja turun dari Taksi.

Tara spontan menutup mulutnya karena tidak menyangka. "Berarti Nenek dari tadi ada di sana?" tanya Tara ingin memastikan.

"Sepertinya begitu." jawab Mecca.

"Kita tunggu sampai Nenek masuk ke dalam rumah. Setelah itu baru kita turun dari mobil dan menemui Adila." saran Kinan.

Tara dan Mecca menganggukkan kepalanya mengiyakan.

"Tara takut Nenek akan merasa khawatir lagi sama Adila."

***

"Nat, berhenti." teriak Rian yang sudah berhasil mengejar dan menyamai kecepatan sepeda motor milik Natta.

Natta seketika terkejut saat melihat Rian tiba-tiba ada di sebelahnya.

"Ada yang mau gue omongin." teriak Rian lagi yang berusaha untuk mengalahkan suara mesin sepeda motor mereka dan pengendara lainnya.

"Soal apa?" balas Natta dengan teriakannya.

"Penting." jawab Rian.

Natta terdiam sejenak seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu.

Sepersekian detik kalinya ia menunjuk ke arah sebuah warung kopi yang tak jauh dari keberadaan mereka dan sekilas menatap ke arah Rian seolah menginstruksinya.

Rian menganggukkan kepalanya menyetujui.

Kini mereka memarkirkan sepeda motornya di depan sebuah warung kopi yang disarankan oleh Natta.

Rian dan Natta memilih duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari keberadaan sepeda motor milik mereka.

"Mau pesan apa, Bang?" tanya seorang anak laki-laki kecil kepada mereka.

"Es cappucino-nya dua. Supaya temen Abang nggak tegang-tegang amat." jawab Rian yang langsung disikut oleh Natta.

"Cemilannya enggak, Bang?" tawarnya lagi.

DECISION [Segera terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang