Part 19

1.8K 111 2
                                    

Kos Oktaviandri Rotterdam

Hendra Hargiana

Sudah kuduga jika Andri mendapatkan kado dari Ferdi, pasti wajahnya dia tekuk. Karena sejak dahulu Andri tidak suka diberi barang-barang mewah. Oleh karena itu, untuk tahun ini Ferdi menitipkan kado ulang tahun Andri kepadaku.

“Aa, itu mukanya.”

“Kenapa sama muka gue!”

Atuh, A, itu kan yang kasih jam tangan bukan aku.”

”Iya... iya. Gue tahu. Harus berapa kali sih gue kasih tahu Ferdi supaya nggak borosin uangnya.”

”Itu teh artinya kalau Ferdi sayang banget sama si Aa."

”Tapi kan rasa sayang itu nggak harus diwujudkan dalam bentuk barang-barang mewah, Hen!!”

”Ya udah, ntar kalau aku ketemu Ferdi, aku kepret aja ya, A.”

”Emang lo berani?”

”Nggak berani, A. Soalnya badannya Ferdi kan muscle gitu.”

”Hadeeh... ya udah sekarang kita balik ke Amsterdam yuk."

”Siap A.”

Kami pun bergegas menuju Halte Tram Erasmus MC. Hanya beberapa saat kami menunggu, tram jalur 8 jurusan spangen pun tiba, kami menaiki tram tersebut.

”Aa, kenapa di sini mah jam 4 sore teh udah agak gelap.”

”Kan sekarang musim dingin, Hen. Jadi waktu siangnya lebih cepet. Eh, lo mau makan di sini atau mau di Amsterdam?”

”Di sini aja, A. Aku udah lapar pisan siah.”

”Oke. Hen, lo liat kebelakang deh. Itu jembatannya kayak Jembatan Pasupati di Bandung.”

”Eh iya ya A. Mirip pisan. Belanda mah suka ngikut-ngikutin trend Indonesia aja euy.”

”Kebalik Hendra.”

”Eh salah ya. Nama jembatannya apa, A?”

“Namanya Erasmus Burg, kalau malam lebih bagus lagi Hen. Ada lampu-lampunya.”

“Aa, kita ngelewatin museum maritim lagi. Aku mah masih belum puas liat-liat kapal.”

”Lain kali kalau ada waktu, lo mampir lagi aja ke sini ya.”

”Siap A.”

Setelah melewati halte beurs, tidak jauh dari situ kami pun turun di halte Lijnbaan. Toko-toko berjejeran di kiri dan kanan jalan, seperti berjalan-jalan di CiWalk Bandung. Aku mengikuti kemana Andri melangkah. Dari sekian banyak toko-toko yang berjejeran, kami memasuki salah satu restoran yang menyediakan makanan Indonesia.

”Aa, di sini ada nasi goreng ya?”

”Ada, Hen. Sambelnya warna kuning, tapi pedes banget.”

”Aku mau itu aja, A.”

Kulihat Andri memesan dua porsi nasi goreng. Walaupun citra rasanya tidak terlalu mirip dengan nasi goreng buatan Indonesia, namun kelezatannya bisa ditandingi dengan masakan Indonesia.

Sambil menyantap nasi goreng, terdengar lantunan lagu Indonesia dari sebuah speaker, yang dinyanyikan oleh salah satu band ternama di Indonesia.

Juminten kuliah di Washington
Kalau malem main ke Las Vegas
Juminten ayu mempesona
Sampai ngelewatin Christina Aguilera

Juminten hurry up and come back
Jangan lama-lama ya di Amerika
Ku tunggu kau sekian lama
Sampai ku tanya sama kepala desa

Coklat Cap Ayam JagoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang