Suara Akia sudah seperti musik yang menggema di seluruh ruangan. Bayi yang sudah mulai mengoceh itu membuat Bundanya terkekeh disela-sela aktivitasnya membuat sarapan untuk sang suami. Omurice yang beberapa waktu lalu gagal dimasak kembali menjadi menu sarapan mereka. Runa sudah mulai mengaduk semua bahan di atas teflonnya. Ia menyiapkan satu teflon lagi untuk membuat telur dadarnya. Ia hampir menuang telur ke dalam teflon saat Irsyad meneriakkan namanya, otomatis ia menunda pekerjaannya dan segera mematikan kompor dan menghampiri sumber suara yang memanggilnya.
“Kenapa?” tanya Runa saat masuk ke dalam kamar.
“kamu simpan ikat pinggang aku dimana?” tanya Irsyad.
“ikat pinggang?” Alis Runa hampir bertautan. Sejak kemarin ia bahkan tak melihat ikat pinggang milik Irsyad. “yang mana?” tanyanya
“yang warna hitam,” jawab Irsyad. Lelaki itu membuka lemari dan laci-laci yang ada berharap menemukan barang yang ia cari.
“terakhir kamu taruh mana?” tanya Runa yang ikut mencari di gantungan pakaian yang ada di kamar mandi.
“enggak ingat, yang jelas aku pakai kemarin,” jawab Irsyad.
Seisi kamar sudah di bongkar namun mereka tidak juga menemukan ikat pinggang hitam yang dicari Irsyad.
“pakai yang ini dulu aja ya, nanti aku cariin lagi takutnya keselip,” saran Runa, tangannya menyerahkan ikat pinggang berwarna coklat ke arah Irsyad.
Lelaki itu menerimanya dengan terpaksa. “Aku tinggal dulu, telur dadarnya belum jadi,” ucap Runa yang langsung meninggalkan Irsyad.
Runa berjalan dengan terburu-buru, oa harus mempercepat pekerjaannya karena Irsyad harus segera sarapan dan berangkat bekerja, tapi langkahnya terhenti, ia berjalan mundur beberapa langkah, dilihatnya Akia yang sedang duduk di kursi bayi tengah menggigiti mainannya.
“Ka, jangan digigit, itu keras sayangku, nanti gusinya sakit,” ucap Runa yang sudah berada di depan Akia. Ia menjauhkan mainan dari tangan Akia, tapi anaknya itu tak terima saat mainannya diambil oleh sang Bunda, ia menangis dengan begitu lantang sambil memukul-mukul udara.
“hei,hei...kakak kenapa?”tanya Irsyad begitu keluar dari kamar dan mendapati anaknyabsedang menangis. Digendongnya Akia sambil menepuk-nepuk lembut punggung gadis kecilnya itu.
“Kakak gigitin ini Yah,” adu Runa sambil menunjukkan mainan ditangannya. Mainan berbentuk bulat dengan gagang yang jika digerakkan menimbulkan suara itu berbahan plastik yang cukup keras jika digigit.
Irsyad menatap anaknya seperti meminta penjelasan pada Akia apa benar yang dikatakan Bundanya itu. Akia malah menelusupkan wajahnya ke dada sang Ayah, ia seolah mencari perlindungan disana. “dasar anak ayah,” ledek Runa sambil mencubit pipi Akia. “aku titip Kakak sebentar ya, tanggung telur dadarnya belum jadi,” pinta Runa pada Irsyad.
Irsyad hanya tersenyum melihat istrinya. Runa segera melangkah ke dapur, ia bergerak kesana kemari untuk menyiapkan sarapan Irsyad, sedangkan Irsyad ia menjaga Akia sambil memperhatikan betapa sibuknya sang istri.
“sarapannya udah jadi,”teriak Runa sambil menuangkan air putih ke dalam gelas.
“ayah, ayo makan dulu,” ajak Runa yang menyusul Irsyad di ruang televisi karena lelaki itu tak juga muncul ke ruang makan.
“iya,iya,” sahut Irsyad sambil menggendong Akia, ia berjalan ke ruang makan.
Runa mengambil alih Akia dari tangan Irsyad. Ia lalu memangku Akia, memasangkan celemek di sekitar dada Akia, Runa mulai menyendok bubur kentang yang ada di mangkuk kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meragu (Tamat)
BeletrieSekuel Pulang Kembali. ~Runa dan Irsyad~ Masalah yang mereka hadapi telah berlalu. setelah airmata yang membanjiri dikehidupan keduanya, muncul pelangi yang begitu indah. Tapi kehadiran seseorang membuat badai baru di kehidupan mereka Bisakah Runa...