Prolog

633 37 1
                                    

Freya Afeerzha

Sore ini, gadis cantik yang biasa disapa 'Feer' oleh orang terdekatnya atau 'Freya' oleh orang yang baru kenal, sedang berjalan menyusuri hamparan rumput di pinggir danau.
Ia berhenti di sebuah tumpukan batu yang ukurannya lumayan besar.
Memandang sekitar lalu duduk diatas batu tersebut.
Pemandangan sore ini sangat indah, air danau yang tenang, cahaya senja yang indah, suara burung berkicau merdu.

Freya mengeluarkan sebuah pulpen berwarna pink dan buku note yang sering ia bawa kemana-kemana dari tas selempang kecilnya.
Suasana sore ini sangat sejuk dan sepi. Danau ini memang tak terkenal, hanya danau buatan yang lumayan luas yang terletak di komplek rumahnya sengaja dibuat untuk penghuni komplek.

Pada minggu pagi, danau ini ramai oleh penghuni komplek, namun disaat sore seperti ini malah sepi, mungkin mereka lebih memilih menghabiskan waktu sore nya di rumah masing-masing sambil bercengkerama, berbeda sekali dengan Freya.

Pulpen pink milik Freya menari-nari di atas kertas putih.
Freya berhenti sesaat, memandang ke air, lalu menulis lagi.

Seandainya hidupku bisa setenang air danau, mungkin aku akan bahagia.
Seandainya hidupku dikelilingi kupu-kupu yang cantik, mungkin aku akan bahagia. Seandainya.
-F.A

Freya melipat kertas tersebut lalu berdiri.

Mesti aku apakan kertas ini? Batin Freya.

Freya memutar badannya lalu mengedarkan pandangannya, mencari tempat yang cocok. Pandangannya terhenti pada celah dari tumpukan batu yang ia duduki tadi. Tanpa berfikir panjang, Freya memasukan lipatan kertas tadi kedalam celah batu yang ukuran nya kecil dibanding batu lainnya. Ia pun tersenyum lalu meninggalkan tempat tersebut.

---

Alveen Arasya

"Selamat sore, Ibu kas kesayangan" sapa Alveen kepada mama nya yang sedang mengupas kulit apel.

"Kamu ini kok dikamar terus. Ini kan hari libur, Veen. Harusnya kamu keluar dong" ucap Ely, mama Alveen.

"Ini Alveen mau keluar, Ma, Alveen salah mulu dah, giliran dirumah malah disuruh keluar, giliran main keluar malah disuruh pulang" cibir Alveen.

Ely langsung menatap tajam anak semata wayang nya itu.

"Udah deh sana keluar, mama capek ada kamu dirumah" ujar Ely.

"Yaudah Alveen mau jadi bang Toyib aja, gak pulang-pulang" balas Alveen sambil berjalan kearah pintu.

"ALVEEN ARASYA! MAMA NGAMBEK NIH" teriak Ely.

Alveen hanya tersenyum mendengar ucapan mama nya itu, wanita yang amat sangat ia sayangi.

Tin tin

"Sore, Mamang Wawan, tambah ganteng aja nih, bukain gerbangnya dong!" sapa Alveen kepada satpam rumahnya itu.

"Aduh, saya jadi malu, siap atuh mas Alveen!" balas mang wawan.

Setelah mobil Alveen melewati gerbang, Mang Wawan baru sadar.

"MAS ALVEEN, SAYA LUPA GAK BOLEH IZININ MAS ALVEEN KELUAR BAWA MOBIL!" Teriak mang Wawan.

Alveen tertawa terbahak-bahak didalam mobil.
Satpam nya memang seperti itu, katanya sih jiwa muda yang kalau dipuji pipinya merah.

"Padahal, kan, gue gak bawa mobil, berat. Gue mah mengendarai mobil" ucap Alveen.

Mobil Alveen berhenti disebuah komplek, ia turun dari mobil lalu berlari kecil menuju danau.
Ia menyusuri danau lalu duduk di atas tumpukan batu.

Alveen mengambil rokok dan korek dari saku jaket nya, lalu menyalakannya.
Ia menghisap rokok tersebut lalu mengeluarkan kepulan asap dari mulut dan hidungnya.

Sudah setengah jam ia duduk disini, tempat ini sangat nyaman untuk menyendiri, lebih tepatnya untuk mencari ketenangan.

Saat ia ingin berdiri, korek api nya jatuh ke celah batu.
Ia menghela nafas pelan lalu mengangkat batu supaya ia bisa mengambil koreknya itu, saat batu nya sudah ia singkirkan, ia mengeryit bingung terdapat sebuah kertas, Alveen mengambil kertas itu dan koreknya lalu beranjak pergi, tak lupa mengembalikan letak batu tersebut.

Holla!!! Akhirnya diberikan kesempatan untuk menulis cerita ini. Cerita abal abal gini sih, tapi biarkan gue berimajinasi yah hahahaha. Berharap kalian suka guys^^

Sebuah HarapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang