v for velocity

2K 551 69
                                    

"Capek!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Capek!"

Chaeyoung mengeluh untuk yang kesekian kalinya. Ia dan Changbin sudah berjalan tanpa arah—sebenarnya hanya mengikuti jalanan lurus yang seolah tak ada ujungnya itu—selama berjam-jam. Dan laki-laki itu kelihatan santai saja, mengunyah sepotong roti sambil terus melangkah.

Menghela napas, Chaeyoung memaksakan kakinya untuk mengikuti kecepatan langkah Changbin, menghapus jarak di antara mereka. Gadis itu lagi-lagi menarik ujung lengan jaket Changbin, memintanya untuk berjalan sedikit lebih pelan.

"Pengen ganti baju. Gue merasa dekil," kata Chaeyoung, entah bicara sendiri atau bermaksud memancing konversasi dengan lelaki di sebelahnya.

"Mau pake punya gue?" Changbin menunjuk tas travel-nya.

"Gak mau. I want proper clothes."

"I don't have money for that," balas Changbin, tak ada kebohongan setitik pun di dalam nada bicaranya. Ia memang tidak punya cukup uang untuk hal seperti itu saat ini.

"Iya tau. Di mana juga lagian belinya. Gue aja gak tau ini di mana. Stasiunnya masih sejauh apa sih?"

Masalah itu, Changbin tidak bisa memberi jawaban pasti. Ia sendiri juga tidak tahu tepatnya lokasi stasiun kereta yang terdekat. Sebenarnya ide itu juga asal saja keluar dari mulutnya.

Jika ia berkata begitu pada Chaeyoung, gadis mungil ini pasti akan langsung mencaci maki dirinya. Hey, siapa suruh juga Chaeyoung percaya dan mau mengikuti ide gilanya.

"Terus nanti kita tidur di mana?" Chaeyoung bertanya lagi setelah pertanyaan sebelumnya tidak mendapat respon.

"Di kereta lah. Kita harus sampe stasiun sebelum gelap."

Idealnya begitu. Tapi yang namanya dunia, tidak selalu yang ideal yang terwujud. Kau bisa mengharapkan yang terbaik dan tanpa ampun alam semesta malah memberimu yang terburuk.

Kenyataannya teori tersebut berlaku bagi Chaeyoung dan Changbin, yang hingga matahari turun berjam-jam berikutnya, masih terjebak di pinggir jalan. Bertahan hanya dengan roti dan air minum, sembari berjalan dengan kedua kaki yang sudah pegal-pegal. Chaeyoung mulai menyerah, ia mendaratkan bokongnya di sisian jalan dan mengerucutkan bibirnya.

Changbin pun menghentikan langkahnya, ikut duduk di sebelah si gadis Son. Ia sama sekali tidak menduga Chaeyoung akan menyandarkan kepala di bahunya, bertingkah seolah mereka sudah seakrab teman lama.

"Gak mau jalan lagi," rengek Chaeyoung.

"Terus maunya gimana? Ada solusi lain?"

"Cari mobil lagi." Chaeyoung tidak bisa menyebut itu sebagai solusi, melainkan ide iseng yang muncul di otaknya bagai fungi, dipicu perut yang lapar dan rasa lelah baik secara fisik maupun mental.

Ide itu juga tidak diterima dengan baik oleh Changbin yang merasa dirinya masih cukup waras untuk tidak melakukan tindakan kriminal seperti mencuri mobil orang, jika itu yang dimaksud Chaeyoung dengan "cari mobil".

DRIVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang