"udah untung saya mecat kamu, dan tidak menyeret kamu kedalam penjara wati!" adimas makin meninggikan suaranya ketika mendengar isakan demi isakan penyesalan yang dikeluarkan dari mulut wati.Ia terlalu muak dengan wati, yang terus mencampuri masalah keluarganya, selama ini ia masih diam saat wati mulai mercoki rumah tangganya. Namun sekarang ia tidak bisa tinggal diam lagi, disaat wati yang berniat mencelakai istrinya aira, yang sedang berdiri di tepi anak tanggak, lalu ia ingin meloak aira namun sayang, aksi yang ia lakukan gagal karena adimas cepat menyadari akan aksi gila yang bisa mencelakai istri dan calon anak nya.
Marah itu satu kata yang sedang menyelimuti hati adimas, bahkan aira sendiri pun sudah kewalahan untuk menangani kemarahan dari suaminya itu.
Ia juga sempat kaget dan marah kepada wati yang berniat ingin menolaknya dari anak tangga yang berada di cafe milik suami nya ini.
Namun kemarahan nya menguap setelah melihat wati meraung raung dengan penyesalan akan aksi nekat nya tadi. Ia tak sampai hati melihat wanita seperti wati yang menangis histeris karena dipecat secara permanen, yang artinya semua cafe dan perusahaan tidak akan bisa menerima ia untuk bekerja sama lagi.
Kejam, itulah satu kata yang terlintas dipikiran aira, namin ia tak bisa berbuat apa apa terhadap amarah dari suaminya, ia hanya bisa menatap sendu kepada suaminya dan bergantian menatap iba kepada wati.
"silahkan segera angkat kaki dari ruangan saya!" adimas membentak wati seraya mebnyuruh pegawainya yang lain untuk menyeret wati keluar.
***
Seminggu berlalu setelah adegan pemecatan yang dilakukan adimas kepada wati, kini adimas dan aira tsedang bersiap siap dikediaman meraka.
Merak sedang sibuk memperiapkan diri untuk menghadiri undangan pernikahan dari bara dan finia.
"mas usah belom? Lama banget deh" aira berteriak di ruang tamu rumahnya kepada suami nya yang berada di dalam kamar mereka.
"iya iya mas udah siap kok" adimas berkata seraya menghampiri aira dan menggandeng istrinya menuju mobil mereka.
Adimas menuntun aira berjalan dengan hati hati, samai mendudukkan aira pun dengan sangat hati hati, aira sudah biasa dengan prilaku seperti ini dari suaminya, ia hanya bisa tersenyum senyum akan sikap manis dari suaminya.
***
Setelah sampai diacara resepsi pernikahan bara dan finia, kini adimas dan iatrinya telah turun dari mobil, dan berjalan masuk bergabung diacara resepsi pernikahan bara."selamat ya bar, semoga langgeng" adimas berkata sambil berjabat tangan dengan bara dan finia, begitu juga yang di lakukan oleh aira .
Kini meraka berdua sudah duduk disalah satu kursi tamu undangan yang disedia kan oleh tua rumah," mas? Umai pengen sate itu" aira bersetu kepada adimas ketika ia melirik di stand sate yang berjarak 5 meja dari tenpat ia duduk saat ini, adimas hanya mengulum senyum dan menuruti semua kemauan dari istrinya itu.
"Ya udah, mas ambilin dulu, tapi janji ya umai gak boleh kemana mana" adimas berkata sambil mengecup puncak kepala istrinya dan pergi berlaku meninggalkan istrinya sendiri di meja undangan.
"Ra? Ya allah kuat benar hati nya, ada niat juga kamu datang hen? Sama siapa kamu datang nya? Kok gak ngabarin bunda sih" bun ida berkata sambil mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang ada di sekitar aira anak nya.
"Bunda berisik deh, emang nya salah umai datang? Lagian kan aira datang juga sama mas adimas kok" aira bersuara sambil menjulurkan jari telunjuknya menghadap tepat di stand sate yang disana sudah berdiri adimas suaminya.
Buk ida hanya berohria kepada anaknya, ia sangat suka menggoda putrinya itu.
***
"Mai? Pulang yuk" adimas berkata setelah melihat istrinya yang telah menyelesaikan acara makan sate yang sempat ia ambil tadi.
Aira hanya begunam dan mengangguk kan kepala menjawab perkataan suaminya, kini adimas dan aira berpamitan kepada kedua mempelai dan berlalu meninggalkan pesta tersebut.
****
Aira berjalan mondar mandir didepan ruang tv rumah nya, ia sedang menunggu kepulangan suaminya, dari siang tadi setelah terakhir kali adimas mengirimnya kabar melalui medsos, kini dia tidak mendapatkan kabar lagi dari adimas.Sekarang sudah pukul 20:30 malam, hampir 1 jam ia mondar mandir menunggu kepulangan suaminya, hatinya tak tenang, karena adimas tidak pernah pulang terlambat dan tidak mengabarinya, ia takut terjadi apapa kepada suaminya itu.
***
Setelah puas mencoba memejamkan matanya untuk mengistirahatkan matanya, aira kembali bangun dan duduk diatas ranjangnya, ia kembali melirik jam dinding yang berada di dinding kamarnya.'Sudah pukul 21:00 mas adimas gak pulang pulang' aira membatin, hatinya tak henti henti bergemuruh menrisaukan keadaan suaminya yang tak kunjung pulang.
Aira memejamkan matanya, air matanya jatuh tanpa ia perintah, ia kesal akan suaminya yang tak mengabarinya dan pulang terkambat seperti ini.
Aira membuka mata, ketika mendengar deringan telpon masuk dari hpnya, ia segera mengangkat telpon dari nomor yang tak dikenal.
"assalamualikum, ini siapa?" aira berkata setelah meletakkan hpnya dikuping kanannya.
"..........."
"ooo kamu bar, ada apa nelpon malam malam gini" aira menjawab setelah tau siapa penelpon yang menghubunginya malam malam begini.
".........."
Aira terdiam, tak dapat berkata kata, air matanya jatuh berderaian tanpa ia perintak untuk kesekian kalinya, ia mematikan sambungan telopon sepihak.
Ia menangis sejadi jadinya, ia masih terpaku mencerna semua kata kata yang keluar dari bara saat ia menelpon aira tadi.
Semua kata kata itu terus berputar putar ditekinganya, bayangan adimas pun kembali berkeliaran diingatannya, ia menumpahkan semua air matanya dan menangis sejadi jadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira Hamzelina [END]
RomanceJika kita menerima suatu keadaan dengan hati lapang dan ikhlas insyaallah semuanya akan baik-baik saja