mobil hitam yang dikendarai oleh chanyeol dengan leluasa membelah padatnya jalanan malam ini. tangan kirinya yang bebas dari kemudi menggenggam erat tangan istrinya.
baekhyun mengusap tangan chanyeol lembut. ia mendongak menatap suaminya itu lalu mengangguk, meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
chanyeol beralih melirik kursi penumpang belakang dari kaca spion depan. masih dengan posisi yang sama seperti berangkat tadi, anaknya, jeongin menatap kosong ke luar jendela mobil.
rasa bersalah menyelimuti chanyeol saat melihat anak satu-satunya diam murung.
biasanya ketika mereka bertiga berpergian seperti ini, jeongin selalu menyempil di antara baekhyun dan chanyeol untuk melontarkan candaannya, menjahili chanyeol dan baekhyun.
"jeongin."
jeongin mengalihkan tatapannya dari jendela mobil menatap papanya.
"maafin papa ya."
jeongin hanya mengangguk pelan, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. ia lalu kembali melihat ke arah luar jendela.
mobilnya mulai memasuki salah satu bangunan besar yang sudah tidak asing lagi. bangunan yang menjadi image kotanya.
jeongin menatap barisan pesawat berwarna biru putih itu dengan tatapan sendu. suara gemuruh mesin pesawat yang melintas di atas langit malam memekakkan telinganya.
laki-laki mungil itu memejamkan matanya.
jeongin tidak ingin pergi. dia tidak ingin pergi dari kotanya, dia tidak ingin meninggalkan rumahnya.
tapi apa yang bisa dia lakukan? menolak? memberontak?
tidak.
jeongin tidak punya kuasa untuk melakukan hal-hal seperti itu. jeongin hanya bisa menerima kenyataan.
jeongin membuka matanya lagi. menatap butir-butir air hujan turun membasahi kaca di sebelahnya.
jeongin mengutuk, kenapa hujan selalu turun di saat yang tidak tepat?
ah jeongin benci ini, tapi dia harus mengakuinya.
as the rain dropped, his tears began to fall.
planetarioum
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐈𝐕𝐄𝐑𝐆𝐄𝐍𝐓 ↬ hyunjeong
القصة القصيرةternyata memang polos dan bodoh itu beda tipis. jadi hwang hyunjin, apa kabar hati?