Enam Belas

3.5K 333 34
                                    

"Just like the wind, we barely see what is love looks like. But sure, we can feel it. And I feel it when I'm with you" - Jovita Yaslin

***

Lisa tidak dapat tidur setelah mendengar penuturan sabahat terbaiknya itu. Ia menggigit ujung selimut yang dipakainya dengan gusar.

Apa maksud ucapan Bimo tadi?

Ia merasa bahwa Bimo menaruh hati padanya. Iya, sebenarnya Lisa tahu. Ia memang gadis yang sangat peka, perubahan sedikit dalam diri Alvin saja Ia tahu. Apa lagi perilaku Bimo selama ini kepadanya?

Cowok itu memang manis dan baik, Lisa tahu betul hal itu. Terlebih karena Bimo memiliki adik perempuan yang hanya terpaut usia dua tahun dibawahnya. Membuat Bimo semakin sayang dan sangat protektif terhadap wanita. Jadi wajar bagi Lisa jika Bimo juga berlaku protektif terhadapnya, yang notabene adalah teman perempuan paling dekat.

Tapi... Semua perlakuan itu semakin lama, semakin tidak wajar. Bimo sangat perhatian dan sayang kepada Lisa. Sampai terkadang teman-teman Lisa atau kenalan Lisa mengira bahwa pacar Lisa yang selama ini selalu disebut-sebut itu adalah Bimo.

Yah mengingat betapa seringnya Alvin absen dalam setiap kegiatan Lisa dan justru Bimo yang selalu hadir menjelaskan semua hal itu.

Lisa meraba dadanya. Ada gemuruh hebat disana. Satu sisi Ia masih mengharapkan Alvin untuk menjadi miliknya namun disisi lain Ia juga tidak ingin kehilangan Bimo yang selama ini sayang padanya.

Air matanya kembali meleleh. Ia tidak ingin menjadi serakah. Tetapi Ia tidak ingin kehilangan Bimo. Terlebih Ia tidak dapat membayangkan Bimo berlaku manis terhadap perempuan lain selain dirinya.

Tetapi Ia juga tidak ingin Alvin pergi dari sisinya.

"Gue kenapa sih?" Ia mengusap air mata yang meleleh di pipinya. "Gue capek! Pengen pulang" racaunya tidak jelas.

Lisa meraih ponselnya yang ada di atas nakas tempat tidur dan mendapatinya dalam keadaan mati tanpa daya. Ia mendengus kesal.

"Kenapa sih dunia nggak adil sama gue?!" Ia berteriak frustasi. "Kenapa harus Joy? Kenapa harus Alvin. Dan kenapa sekarang justru Bimo bikin gue pusing" Ia semakin menangis dan semakin meracau tidak jelas.

"Gue capek!"

"Gue capek!"

Disaat Lisa sedang menangis tersedu-sedu, pintu kamar Bimo terbuka. Lisa mendongak dan mendapati Bimo berdiri disana dengan raut khawatir. Cowok itu berjalan mendekat dan memeluk Lisa dalam dekapannya. Mengelus punggung gadis itu dengan penuh kehati-hatian.

"Kok udah bangun?" tanya Bimo.

"Gue capek!" bukan jawaban yang Ia peroleh, namun racauan tidak jelas dari Lisa.

"Iya gue tahu" jawabnya mengimbangi pernyataan yang Lisa lontarkan.

"Gue pengen pulang"

"Pulang ke apart Jennie aja ya, lo harus ditemenin. Kalau nggak ada gue minimal harus ada Jennie. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa"

Lisa mengerang dalam hati. Aduuuuh! Jangan perhatian begini kek!

"Gue pengen sendiri, gue butuh waktu sendiri"

"Lo bisa gue tinggalin di kamar ini sendiri, dan gue bakalan tidur diluar" ucap Bimo sepelan mungkin.

Lisa menggeleng dengan kuat. "Gue mau pulang"

"Pulang ke Manado, seenggaknya ada Tante Angel yang jagain lo" ucap Bimo merujuk pada Mama Lisa yang biasa Ia panggil dengan sebutan Tante Angel.

Gadis bersurai panjang itu hanya mendengus. Bimo sepertinya lupa kalau Ibundanya itu sedang pulang ke Thailand, mengunjungi leluhurnya yang memang orang asli sana.

Orang KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang