Sembilan Belas

3.1K 365 68
                                    

"Let's fall in love with me. I'm gonna love you for the rest of my life" - Alvin Pradipta

***

Alvin memarkirkan mobilnya di rerumputan. Ia mengambil seplastik es kelapa muda dan sekantong obat-obatan berisi pain killer spray dan beberapa plester anti nyeri. Ia turun dan meletakkan barang bawaanya diatas kap mobil ayahnya yang berjenis Jeep itu.

Pemuda itu berjalan ke arah kursi penumpang dan membukakan pintu untuk Joy. "Yuk keluar, udaranya seger banget deh nggak kayak di Jakarta" ucapnya.

Joy keluar dari mobil dengan langkah yang kikuk. Ia mengikuti Alvin yang sudah duduk di atas Kap mobil sambil memandangi jalanan berkelok dari kejauhan. Sedangkan Joy memilih berdiri agak jauh disamping pintu penumpang. Hingga Alvin menyadari keberadaanya yang canggung itu.

Alvin mendesah berat lalu turun dari Kap mobil dan menghampiri gadis itu. Ia meraih tangan Joy dan menuntunnya untuk berdiri di depan Kap mobil lalu menguncinya dalam kungkungan kedua lengannya. "Jangan takut, gue nggak bakal nyakitin atau ngelukain lo Joy" ucapnya dengan lembut.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Membuat Joy bergidik ngeri. Bagaimana kalau tiba-tiba Alvin menerkamnya? Menciuminya dengan ganas? Atau...atau...ah tidak. Joy bahkan tidak sangguh membayangkannya. Ia menggelengkan kepalanya dengan keras berharap imajinasi liarnya segera pergi dari dalam kepalanya.

"Mikirin apa sih sampe geleng-geleng begitu, hemm?" Alvin kembali mengusap kepala Joy dan menyelipkan beberapa anak rambut yang terbang karena angin. "Gue gendong lo boleh?" ucapnya lagi membuat Joy sukses menganga lebar.

Joy menatap Alvin semakin nyureng sampai alisnya hampir menyatu.

Sebenarnya apa yang ada di dalam otak seorang Alvin Pradipta sih?!

Joy bersikap semakin defensif. Ia bahkan sengaja menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Jangan mikirin yang aneh-aneh deh, di sini rumputnya tinggi-tinggi dan nggak ada tempat duduk. Lo pasti kesulitan naik ke atas Kap mobil. Makanya gue minta izin buat gendong lo naik ke kap mobil"

"Haa?" Joy hanya dapat menganga mendengar penjelasan Alvin. Membuat si pemuda tertawa singkat.

Tanpa mendengar jawaban 'iya' Alvin sudah membopong Joy dan mendaratkan gadis itu diatas Kap mobilnya. Lalu Alvin pun melompat dan duduk di sebelah Joy.

"Siniin tangan lo"

"Mau ngapain?" tanya Joy galak. Sebenarnya Ia takut dan masih was-was. Sehingga tanpa sadar jadi bersifat defensif dan galak.

Alvin mengeluarkan pain killer spray dan beberapa pain patches dari kantong plastik yang Ia beli tadi di Apotik saat perjalanan menuju puncak.

"Tangan lo nanti memar. Maaf ya gara-gara gue" Alvin mengambil tangan Joy yang bebas di atas pahanya. Ia mengamati bekas kemerahan itu dan mengusapnya perlahan.

"Gue cuma pengen ngomong sama lo, tapi susah banget. Begitu ada kesempatan yaudah langsung gue tancap gas" Pemuda itu menyemprotkan spray ke pergelangan tangan Joy. Membuat sang gadis meringis karena sensasi dingin yang di timbulkan oleh pain killer spray itu.

Alvin dengan telaten menempelkan plester ke pergelangan tangan Joy. "Hemmm bentar ada yang kurang" ucapnya sembari merogoh sesuatu di dalam kantong jaket denimnya.

Ia mengeluarkan spidol merah yang selalu Ia bawa dan menggambar sebuah hati di plester yang Joy kenakan. "Nah begini lebih lucu"

"Bentar, gue tambahin doa dikit biar cepet sembuh" ucapnya sambil bermonolog ria dan tetap fokus menulis sesuatu di plester yang tertempal pada pergelangan tangan Joy.

Orang KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang