H- Handphone

35 4 0
                                    

Andi Narendra sudah menjadi pecinta kopi sejak ia masih berseragam putih abu-abu dan sudah dua minggu ini ia menyukai racikan kopi di kafe ini.

Maka, ia kembali ke kafe ini setelah membersihkan dirinya sepulang mengajar. Ini sudah menjadi ritual wajibnya pada enam hari dalam seminggu. Memesan berbagai kopi-oh, ia jelas menyukai segala jenis kopi di dunia ini. Mengambil tempat di posisi yang sama, tepat di samping sisi dalam dinding kaca kafe. Lalu, ia akan bermain handphone, membuka laptop atau bahan-bahan materi mengajarnya, dan melakukan segala apapun yang ia bisa lakukan untuk mengisi kekosongan waktunya di kafe. Kemudian, begitu pesanannya datang ia akan menyesap kopinya dan merasakan kenikmatan yang memanjakan tubuhnya.

Dan, kembali melakukan kebiasaan yang paling sering ia lakukan, yaitu memandang ke luar kafe.

Yah, sebenarnya tidak ada hal yang menarik di luar sana. Tidak ada pepohonan rindang yang membuat teduh pemandangan, tidak ada hiasan menarik di pembatas jalan, dan tidak ada hal yang lebih sedap dipandang jika dibandingkan dengan penampilan kafe yang Instagramable. Hanya jalan raya yang kering dengan berbagai macam kesibukannya dan sebuah Minimarket langganannya di seberang jalan, tempat Rina bekerja.

Baiklah, ia menyerah. Oke, ia berbohong.

Apa yang tadi ia bilang? Ya, ia memang menyukai racikan kopi di kafe ini. Tapi, tidak sampai ia mendewakan kopi di kafe ini sehingga ia harus selalu memenuhi kebutuhan kafeinnya dengan kembali ke tempat ini nyaris setiap hari--nyatanya, selama ini kebutuhan kafeinnya bisa tercukupi dengan kopi kaleng kesukaannya, toh.

Kenyataannya, satu-satunya alasan ia menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di kafe ini adalah agar ia dapat lebih leluasa memastikan kondisi Minimarket tersebut aman--lebih tepatnya, memandang jauh melewati celah kaca minimarket di antara berbagai poster dan memastikan keamanan Nirina Anandya.

Dan, itu sudah lebih dari cukup untuk memastikan kesehatan jiwanya.

Berlebihan memang, tapi ia tidak bisa merasa waras dengan bayangan kenangan-kenagan buruk yang menghantuinya sejak malam itu. Malam dimana gadis itu nyaris menjadi korban terbaru dari pria paruh baya penyerang kaum hawa.

Sekeras apapun ia berusaha melupakannya, sialnya, ia masih bisa mengingat segala yang terjadi pada hari itu dengan sangat jelas. Ia masih bisa menghitung sesering apa ia menghela nafasnya dengan keras--berusaha mengendalikan kekhawatirannya, takut Rina tidak menuruti permintaannya sore itu.

Bagaimana jantungnya seolah berhenti berdetak saat mendengar kabar dari tetangganya bahwa pria mencurigakan itu terlihat sedang menuju ke arah Minimarket tempat Rina bekerja. Belum lagi, ketakutan yang masih mampu mencekamnya saat mengingat bagaimana ia segera menuju Minimarket itu secepat mungkin sambil terus berharap bahwa Rina sudah pulang atau ini semua hanya kecemasannya yang berlebihan.

Sekeras apapun ia menolak untuk mengingat lagi bagaimana perasaannya saat itu, luapan emosinya masih terasa nyata ketika ia melihat dari luar gadis itu terduduk dengan seorang pria berbadan besar di hadapannya.

Menakutkan. Apa yang ia lihat saat itu, apa yang ia rasakan saat itu, segala yang terjadi pada malam itu sungguh menakutkan baginya.

Andi pun mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakkan, ia benar-benar tidak habis pikir sejak kapan ia menjadi orang sepenakut ini?

Itulah kenapa ia menjadikan kafe ini sebagai rumah ketiganya--setelah kontrakannya dan sekolahnya--dan mengamati gadis itu sebagai kegiatan utamanya setelah pulang kerja. Yah, mungkin terdengar membosankan, maksudnya, orang berakal sehat mana yang mau menghabiskan berjam-jam hanya duduk di kafe dengan pemandangan dan kegiatan yang sama di setiap harinya? Tapi, baginya ini tidak begitu buruk, sejujurnya. Ia bisa menemukan banyak hal baru tentang gadis itu. Tentang bagaimana--oke, lupakan. Menjabarkan belasan poin yang ia temukan itu adalah hal paling terakhir yang Andi ingin lakukan, kecuali jika ia ingin menunjukkan jati dirinya sebagai seorang stalker siswi SMA--

ABC Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang