3.Kontak Line

163 99 101
                                    

kata orang, pecinta Jepang itu namanya Wibu. tapi kalau kata Malvino, dia bukan Wibu semacam itu. dia berbeda.

dan jelas ia tidak suka jika dipanggil Wibu. apalagi, jika ada orang yang selalu mengkaitkan dirinya dengan sebutan fanatik bagi kaum pecinta segalanya tentang negeri Sakura tersebut.

contohnya, ya Sandra.

"jadi, Anime apa lagi yang lo tonton?" Sandra duduk di Samping Malvino. cowok itu sedang tengkurap di kasur kesayangannya.

Malvino melirik Sandra sebentar. kemudian ia kembali menatap layar laptopnya. "udah gue bilang, meskipun gue suka Jepang, bukan berarti gue suka anime!" anak itu terus mengutak-atik laptopnya. mencari film yang ingin ia tonton.

Sandra memperhatikan tengkuk kepala belakang saudaranya itu. ia membuka mulut, bersiap menjawab. "lah lo kan wibu? seharusnya lo suka anime dong?"

"bacot, udah berapa kali gue bilang kalo gue bukan Wibu!"

Sandra bangkit dari tempat duduknya. ia berjalan kecil menuju meja belajar milik Malvino. "nge-gas mulu lo ah kaya satpam komplek." kedua matanya memperhatikan satu laptop lagi yang menyala.

sebagai anak DKV, Malvino selalu berurusan dengan laptopnya. tak lain dan tak bukan adalah untuk membuat visualisasi gambar atau bergerak untuk tugas kampus atau hanya sekedar kampanye untuk gerakan sosial di kampusnya.

bisa dibilang, kakak sepupunya itu cukup aktif. kadang Malvin juga menerima proyek yang berhubungan dengan jurusannya untuk menambah uang jajan. bukan membuat tulisan di papan baliho, tapi lebih kepada meng-estetik-an feeds sebuah akun online shop yang menjadi clientnya.

namun bukan karya Malvino dalam Desain Komunikasi Visual itu yang menyita perhatian Sandra. matanya tertarik pada layar laptop yang sedang membuka halaman website resmi kampus saudaranya tersebut. muncul sebuah nama, namun terlihat dimiliki banyak orang. "Anggita? gebetan lo?"

mendengar hal itu, Malvino seakan tak peduli karna ekspresinya masih datar. sambil masih fokus pada film yang ia tonton, kepalanya menggeleng meskipun ia tau kalau Sandra tak melihatnya. "dosen gue yang kemaren, minta cariin Anggita yang punya tugas susulan sama dia."

Sandra mengernyitkan dahinya. kedua matanya bergerak ke kanan. tepat sejajar dengan arah badan Malvino. "lah? lo kok mau?"

lagi-lagi Malvino menggeleng. namun kali ini sambil memasukan kacang pilus ke mulutnya. "gak mau, tapi dia rada terlalu pintar buat ditentang. nanti yang ada gue gak dilulusin di mata kuliahnya."

"busen."

"apan tuh?"

"budak dosen, yhaaaaa!"

Malvino memutar kepalanya. tepat ke arah Sandra yang masih berdiri di depan laptopnya yang lain. "ga jelas ego!"

namun seperti teringat sesuatu, Malvino menggerakan jari telunjuknya tepat ke arah laptop yang dilihat Sandra barusan. "eh, Nda. tolong balesin Line gue dong di laptop itu."

Sandra menatap laptop itu lagi. kemudian ia menoleh ke arah sang pemilik. "gaya amat sih, sok sibuk ampe Line buka di laptop." namun gadis itu tetap menyentuh kurson dan menggerakannya ke halaman lain yaitu, Line.

"Bebas lah! Emang gue numpang buka Line di HP lo? protes aja lu kaya mahasiswa kurang duit."

gadis itu memutar kedua matanya. ia memperhatikan beberapa chat bar. "yang mana nih temen lo?"

"Agatha Sastra."

dengan tampang datar, Sandra membuka kolom chat tersebut. ia membaca sedikit isi chat Malvino dan temannya tersebut. "bales apa nih?"

"bilang gini," sahutnya. "Ta, si Anggita yang dimaksud pak Muji tuh anak Fikom. udah gue chat. bilang makasih buruan sama gue."

Sandra mengernyitkan dahinya lalu menolehkan kepalanya ke arah Malvino. "idih, perhitungan banget lo!"

sambil mengunyah pilus dan kedua mata yang tak bisa beranjak dari layar laptopnya, Malvino menjawab ucapan Sandra. "eh tahuco, jangan kebanyak interupsi!" Jawabnya. "gue lagi kaga presentasi jumlah angka kelahiran anak di Indonesia dengan ke-unvalid-an data!"

"alah, nge-receh lo kepanjangan! jadi nge-dollar dah tuh!" masih menjawab ucapan Malvino, Sandra yang sedang mengetik balasan untuk Agatha pun tiba-tiba tak sengaja menekan ikon profil milik Agatha.

muncul sebuah gambar foto selfie sang empunya akun. bukan selfie sih, lebih pada foto setengah badan.

seketika ucapan Malvino terdengar seperti kumur-kumur saat fokus Sandra tercurah pada foto di depannya.

"ya tuhan! dia kan cowok yang di Cafe!" hati Sandra seketika menjerit. ekpresinya yang semula datar, berubah menjadi kaget bercampur sumringah bercampur deg-degan. alhasil kedua matanya membulat, bibirnya tersenyum, namun eskpresinya terlihat tak percaya. silahkan dibayangkan.

seakan doa-doanya terjawab, Sandra merasa bahwa cowok ini adalah takdir dari Tuhan yang secara sengaja mempertemukannya lewat Line. dan kesempatan emas ini jangan sampai terlewatkan barang sepersen pun.

*****

"tapi lo gak nge-add dia langsung kan?" pertanyaan itu langsung keluar dari mulut Zeta saat Sandra memberi tahu bahwa ia sudah mendapatkan kontak gebetannya tersebut.

Sandra mengernyitkan dahinya. merasa hal itu juga terdengar aneh di telinganya. "ya enggak lah! gila kali lo?"

Zeta mengangguk. ia lega karna --setidaknya, Sandra masih punya akal sehat.

"kalo pun gue nge-add dia, alesan buat nge-chat juga apa? yang ada dia bakal ngerasa terganggu lagi."

Zeta dan Julie mengangguk bersamaan. mengerti betul maksud sahabatnya tersebut. "gue kira karna lo jomblo akut, lo bakalan ngelakuin hal yang gak manusiawi." lagi-lagi Zeta yang membalas.

"nge-chat stranger tuh gak manusiawi ya?" dengan nada dan tampang polos, Sandra menanggapi ucapan Zeta.

Zeta menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal. "bukan nge-chat strangernya. tapi harga diri lo yang bakalan jadi taruhannya kalo nanti awkward. yaa, contohnya aja kaya lo nge-chat kakak kelas yang clueless mengenai lo. ya kaya gitu takutnya."

Sandra mengangguk mengerti. ia bahkan juga tidak akan senekat itu kalau urusannya masalah gebetan. apalagi yang sudah ia taksir hampir lima bulan. dan dengan sekali gerakan, ia ingin menghancurkan sebuah harapan yang tidak pernah diduganya sama sekali? oh tidak mungkin!

"korelasi antara Malvino sama Agatha buat nyari Anggita tuh apa ya?" bukannya menanyakan hal yang lebih penting, Julie malah memilih untuk membahas "tugas" dari dosennya Malvino.

Sandra menggelengkan kepalanya. merasa tidak mengerti. "mungkin disuruh bareng?"

Julie menggaruk pelipisnya kecil. meskipun agak sedikit lemot, namun Julie ini termasuk cerdik dalam menanggapi hal penting. "kok gue gak ngerti maksud lo ya, San?" dengan suara ke-kanak-kanakannya itu, Julie juga jadi terlihat tidak mengerti.

"Ihhh! Udah deh to the point aja! Maksud lu nanya gini apa?" Sandra menyauti.

ketiga anak SMA itu kini sedang berada di kantin. tepatnya sehari setelah Sandra diam-diam mengirimkan kontak Agatha pada ponselnya dari akun kerja Malvino.

"maksud gue tuh, berarti secara teknis, Malvino kenal deket gak sih sama Agatha? kalo iya, berarti lo bisa dengan mudah kenalan sama gebetan lo itu."

Zeta mengangguk sambil memainkan sedotan di es kopi miliknya. "nahh bener kata Julie! kalo Malvino ternyata udah kenal sama si stranger itu, lo bisa lumayan gampang dong buat kenalan? manfaatin aja kesempatan itu!"

Sandra menyandarkan punggungnya ke kursi. ia menatap kedua sahabatnya secara bergantian. "caranya?"

kini giliran Julie dan Zeta yang saling menatap masing-masing.

Oh, My Stranger!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang