00

6.9K 717 50
                                    

Tujuh tahun yang lalu...

Malam itu Jimin baru saja pulang dari tempat tongkrongannya bersama dengan teman-temannya. Pria dua puluh tiga tahun itu berjalan gontai menuju apartmennya, mabuk sih tidak tapi ia minum terlalu banyak.

Langkahnya terhenti saat tiba-tiba ia menemukan keranjang berisi bayi serta perlengkapannya. Seperti halusinasi namun ini sungguh nyata.

Jimin mengusap kasar matanya beberapa kali memastikan kalau ia benar-benar masih sadar dan tidak mabuk. Didekati keranjang itu, ada bayi yang terlelap di dalamnya, ada surat juga yang tertera di dalamnya.

Park Jimin, dia anakmu...
Jaga dia baik-baik, karena aku tak sanggup untuk merawatnya.
Aku yakin kau akan menjadi ayah yang baik untuknya.
Beri nama dia Hanul, Park Hanul.
Besarkan dia, jadikan dia lelaki yang bertanggung jawab. Aku percayakan dia padamu.
Dari Ibu kandung Park Hanul.

Jimin mengerjapkan matanya beberapa kali, mungkin ia salah membaca atau bagaimana. Namun stelah beberapa kali juga ia membaca surat itu, benar adanya itu untuknya bukan untuk orang lain. Dengan segera Jimin masuk ke dalam apartemen tampa mempedulikan bayi yang ada di depan pintu apartemennya.

Namun, lima menit berselang ia tak tega dan membawa bayi itu masuk ke tempatnya. Mengamati dengan seksama tiap lekuk wajah dari bayi yang di beri nama Park Hanul oleh sang ibu kandung. Seketika pikrian Jimin mulai memgarah pada film Baby and Me,

"Ah pasti ini anak Taehyung atau Jungkook."

Kemudian Jimin mengeleng.

"Tapi tidak mungkin mereka kan tidak sepeti ku?!" gumamnya pelan

"Ah tidak-tidak, siapa tau mereka lebih parah dariku!"

Jimin segera mengambil ponselnya dan melakukan panggilan pada teman-temannya, memberi kabar bahwa ada bayi nyasar di depan apartemennya. Bukannya membatu, teman-teman Jimin menertawakan hal itu. Mereka menganggap Jimin sedang mabuk berat dan tengah mengada-ada.

"Aish, menyebalkan!" gerutu Jimin.

Sambil berjalan mondar-mandir, Jimin berpikir siapa lagi yang akan ia hubungi dan percaya dengan ucapannya.

Satu nama terlintas dalam otaknya.

Kang Seulgi!

Sahabatnya yang sekarang sedang belajar fashion di amerika.

"Halo Seul?"

"Ada apa? Tumben telepon?"

"Percaya atau tidak kau harus percaya."

"Kau kenapa? Kau mengigau? Disana malam bukan?"

Tanpa disadari Jimin mengangguk kemudian mengeleng. "Aku tidak mengigau, tapi memang di sini sedang malam. Tengah malam malah."

"Iya aku tau, lalu ada apa kau meneleponku?"

"Ada bayi nyasar di depan apartemenku, dari surat yang ada mengatakan bahwa itu anakku. Aku harus bagaimana?"

"Kau memang sedang tidak mengigau kan?"

"Astaga tidak Seul!" Jimin mulai frustasi. Ia mulai bingung menjelaskan.

"Lalu?!"

"Kau percayakan?"

Tak ada jawban dari sebrang.

"Seul?"

"Apa?"

"Kau percayakan?"

"Aku masih berpikir, pacarmu yang mana itu? Atau jangan-jangan akan ada bayi lain lagi yang datang ke apartemenmu?"

"Ya! Aku tak sebejat itu!"

"Kau memang tak sebajat itu Park Jimin, tapi kau kelewat bejat. Sampai kata bejat saja tak pantas untukmu!"

"Ya Kang Seulgi! Awas saja kau kalau pulang."

"Aku tak akan pulang weee!"

"Aish!" Jimin kesal dan mulai mengakhiri panggilan itu.

"Dasar menyebalkan!" gumamnya.

Namun ia kembali merenung, dari sekian temannya yang ia hubungi hanya Seulgi yang percaya akan hal itu, walaupun Hoseok, Jin dan Yoongi juga sempat percaya akan hal itu, namun tiga pria itu tak bisa di andalakan. Dan lagi Jimin mengambil ponselnya untuk menghubungi Seulgi.

"Apa lagi?" ketus Seulgi dari sebrang.

"Maaf, maaf. Aku bingung harus bagaimana?"

Terdengar Seulgi menghela nafasnya.

"Kalau kau belum yakin, lakukan saja pemeriksaan, tapi pertama-tama kau harus beri tau ayah dan ibumu dulu."

"Kau gila?"

"Kau yang gila! Punya anak tapi tak tau siapa yang melahirkannya!"

Jimin diam, benar juga kata Seulgi.

"Kalau mereka marah?!"

"Kau kan laki-laki, hadapi!"

Jimin mengangguk walaupun Seulgi tak pernah tau akan itu.

"Kalau begitu, kau bisa pulang? Aku butuh bantuanmu." pinta Jimin memelas.

"Apa?"

"Bantu aku merawat bayi itu, dan batu aku untuk bicara pada ayah dan ibu."

Terdengar sekali lagi helaan nafas panjang.

"Maksudmu aku kau suruh untuk jadi baby sitter anakmu?"

"Buk___

"Kau pikir perjalan kesana tak membutuhkan uang dan waktu apa?" terdengar Seulgi mulai emosi.

"Seul sebentar, bayinya menangis. Jangan di tutup aku bingung harus apa."

....

"Aish, kenapa tak mau diam?"

"Mungkin dia haus." suara lirih Seulgi terdengar dari ponsel Jimin.

"Kau tau caranya membuat susu?"

"Bodoh, mana aku tau. Punya anak saja belum. Cari saja cara-cara membuat susu, dasar tidak canggih!"

"Tap___

"Ah sudah lah, ku tutup aku ada kelas!"

Jimin mulai frustasi dan bingung dengan apa yang harus ia lakukan!

[S12] Super Daddy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang