DT. 3

15.8K 745 9
                                    

Hari itu, setelah melihat hasil ujian. Aku dibuat shock seketika. Nilai semesterku semakin anjlok. Aku pun duduk di kelas, meratapi nasib yang semakin menyedihkan. Bahkan candaan Jihan yang berusaha menghibur pun tak aku tanggapi.

Oh, dosa apa aku ini, Ya Tuhan?

"Alena!"

Aku menoleh.

"Dipanggil Pak Zay!" seru Meta di muka pintu.

"Nah, lho! Tuh dosen udah panggil lo, Al? Respect banget dia. Kalau gue jadi lo, gue rela sering-sering disuruh ke ruangannya."

Segera kulempar gumpalan kertas yang ternyata ditepis oleh Jihan. "Makan tuh respect!" umpatku kemudian.

Jihan tertawa. "Nikmatnya yang punya pembimbing kece!"

"Iih, amit-amit!" Aku bergidik. "Tunggu di kantin, entar gue nyusul." Aku pun melenggang keluar kelas.

Setibanya di depan ruang Pak Zay, kuketuk pintu segera.

"Masuk!"

Tanpa menunda waktu, kubuka dan menutupnya lagi, lalu berjalan ke arah meja. Di mana si dosen incaran banyak mahasiswi itu sedang berdiri memegang sebuah buku. "Permisi, Pak," sapaku setelah berdiri di depannya.

"Duduk!" perintahnya, tapi kedua matanya masih tertuju pada di tangan.

Kuhempaskan diri di atas kursi, duduk manis di hadapannya. Pak Zay pun duduk sambil menyimpan buku bersampul coklat itu.

"Alena."

"Ya, Pak?"

"Ternyata masih sama. Banyak mata kuliah yang harus kamu ulang di semester depan," ucapnya dengan intonasi lambat, tapi terasa mengguncang jiwa ini.
Aku hanya diam, menyadari kesalahanku.

"Bodoh," desisnya.

"Apa maksud Bapak?"

"Hanya kamu Alena, mahasiswi yang rutin mendapat nilai C-, bahkan D!"

Aku memegang dada, sesak rasanya. Ya ampun, cobaan apa lagi ini? Cukup sudah aku melewati semua. Lima semester yang terbuang percuma.

Aku memegang kepala. Belum apa-apa kepalaku sudah berdenyut. "Saya izin pulang, Pak. Kepala saya pusing." Lalu berdiri, hendak pergi.

"Tapi saya belum selesai bicara." Pak Zay mengarahkan telunjuknya, menyuruhku duduk kembali.

Dengan napas berat, perlahan aku turunkan kembali tubuhku.

Oh, no! Bagaimana ini? Pasti Papa dan Mama memarahiku habis-habisan. "Saya ... sangat menyesal dengan kejadian ini, Pak."

"Menyesal? Hah, saya tidak yakin," tukasnya.

Aku mengangkat kepala, menatapnya sekilas. Lalu merunduk, meresapi rasa lelah ini.

"Hmm, drama queen," ucapnya pelan, tapi terdengar jelas di telingaku.

Aku menatapnya lagi selama beberapa detik, kemudian memalingkan wajah dengan cepat.

"Kenapa harus marah padaku? Ini kesalahanmu, 'kan?"

"Bapak pikir saya mau seperti ini?"

"Ini akibat perbuatan kamu, Alena. Kamu yang menjadikan nilai-nilai kamu jelek. Bahkan dalam empat SKS mata kuliah saya, kamu selalu datang terlambat!"

Aku hanya memalingkan wajah dari tatapannya.

"Baiklah, saya akan beri penawaran."

Kembali aku menatapnya, menyipitkan mata. Penawaran? Seperti jual beli saja. Atau jangan-jangan ....

DOSENKU TENGIL (END @Webnovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang