DT. 16

9.8K 506 7
                                    

Aku menatap diri dari pantulan cermin. Berputar ke kanan, ke depan, lalu ke kiri. Menghadap depan kembali, kemudian ke belakang sambil memutar kepala demi melihat punggung.

Entah cantik atau tidak, tapi yang pasti aku berbeda. Tidak sia-sia, semalaman menonton tutorial make up. Fiuh.

Setelah selesai, kuraih ponsel. Menelepon suamiku.

"Ha--"

"Udah?"

"Udah," sahutku cepat.

"Tunggu lima menit!" perintahnya.

"Eh, Mas. Bisa--" Sambungan terputus. Kutatap layar ponsel. "Bisa bawain coklat hangat buatku?"

Aku berdecak. Menyadari perubahan sikapnya padaku. Aneh, ada apa dengan dia sebenarnya?

Padahal aku sudah tidak berniat membahasnya. Setelah salat magrib tadi, aku berdoa dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Berusaha mengikhlaskan tentang sikap Zay padaku. Kusambar tangannya, menciumnya seperti biasa. Menampakkan senyum tulus ini untuknya. Sayang, dia tidak mencium keningku.

Apa dia marah padaku, gara-gara pertanyaan di bandara itu? Menurutku itu pertanyaan sepele. Huh, dasar laki-laki sensitif!

Ah, sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Mungkin dia memang sedang berada di fase buruk. Biarkan saja, asal bukan aku. Tugasku sekarang adalah tampil secantik dan seanggun mungkin.

Aku kembali menatap wajah, takut jika bedak dan lipstikku luntur. Ini acara resmi pertamaku bersama Zay, aku tidak boleh mempermalukannya. Bukankah aku yang memaksanya ke sini?

So, berikan yang terbaik Alena.

Ya, sekadar latihan menjadi ibu Dosen. Tidak ada salahnya 'kan, mencoba masuk ke dalam dunia suamiku? Aku harus membiasakan diri dengan kehidupannya.

Pintu terbuka, disusul suara langkah kaki. Setelah menghela napas panjang, mengumpulkan kembali semangat yang tercecer. Aku berbalik ke arah suamiku.

"Gimana, bagus enggak?" Aku merentangkan tangan dengan senyum tipis. Menunjukkan gaun yang aku pakai dan tampilan wajahku. Berusaha menjadi Alena yang biasa dia lihat.

Zay terdiam. Menatapku dari atas ke bawah, lalu dari bawah naik ke atas. Kuperhatikan raut wajahnya, dia seperti terheran melihatku.

Sinar matanya seakan melontarkan pertanyaan, 'this is you, Alena?'

Sayang, dia tidak mengatakannya. Itu hanya ekspetasi dalam hatiku.

Atau mungkin, dia terlalu kagum melihat istrinya ini? Aha, bisa jadi.

Namun, lama-kelamaan ekspresinya seperti agak berlebihan. Kedua alisnya bertaut, dengan bibir terbuka hendak berkata tapi tidak ada suara apapun yang terdengar.

Kuperhatikan kakiku, bagian bawah tubuh, hingga dada. Kembali menatapnya. "Apa aku jelek?"

Zay menggelengkan kepala.

"Terus kenapa? Ada yang aneh, ya?" Aku melangkah cepat menghampirinya.

Zay masih diam.

Aku berbalik, menatap bayangan diri dari cermin. Berputar kembali ke kanan lalu ke kiri.

Hei, bukankah ini serasi?

Dress merah marun, dengan wedges hitam dan rambut yang kubiarkan terurai.

Kulihat Zay lewat pantulan cermin, dia malah menggigit bibirnya dengan mata terpejam.

Aku berputar menghadapnya. "Mas ...." Lalu menyentuh lengannya.

DOSENKU TENGIL (END @Webnovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang